Total Tayangan Halaman

Selasa, 09 Juli 2019

Selalu Ada yang Baru di Siak


SALUT buat Kabupaten Siak. Pariwisata benar-benar sudah mendarah daging bagi pemimpin di kota istana ini. Ketika orang baru berpikir, Siak sudah melakukan. Setiap waktu, ada saja hal-hal baru yang muncul di Siak Sriindrapura. Setiap hari, kota ini makin menawan. Banyak fasilitas dilengkapi. Semuanya demi kenyamanan wisatawan.
      Terbaru, Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi meresmikan Gedung Daerah Sultan Syarif Kasim II. Gedungnya sangat wah. Inilah landmark baru di Siak Sriindrapura. Konsepnya, benar-benar memberi kesan baru buat para pendatang. Gaya arsitektur modern dan Melayu dipadu menjadi apik. Indah. Besar. Berkesan.
      Tidak bermaksud memuji, tapi inilah bukti kerja. Serius membangun demi memajukan daerah dan pariwisata. Tatanan kota yang hijau dan bersih, diperkaya bangunan indah menambah wisatawan makin tertarik dengan Siak Sriindrapura. Tahniah selalu buat Siak telah memberi contoh untuk yang lain di provinsi ini. Selalu berbuat untuk kemajuan Riau. Kita bisa!(*)

Senin, 08 Juli 2019

Pesta Durian

DURIAN. Banyak orang sangat mengenal buah yang satu ini. Dan banyak juga orang menyukainya. Lagi musim, buah ini diburu penikmatnya. Musim atau tidak, ternyata di Pekanbaru buah yang satu ini selalu ada. Salah satu daya tarik orang berkunjung ke Pekanbaru adalah makan durian.
     Destinasi wisata ini sudah ada sejak lama di Pekanbaru. Sayangnya, ini belum digarap maksimal menjadi iven pariwisata. Masih tataran tradisional. Ada penjual, datang pembeli. Makan durian dengan ketan. Selesai, bayar dan pergi. Tidak ada nuansa wisata yang terkonsep. Tidak ada penataan dan tidak ada iven.
     Sebagian besar durian-durian masuk dari kabupaten atau provinsi tetangga. Seperti saat ini lagi musim durian di Kampar dan Sumatera Barat. Namun, ada yang terbaru. Ternyata di Kota Pekanbaru ada agrowisata durian. Ini sangat menarik dikembangkan. Tinggal pengelolaan. Gelar iven pesta durian. Pasti menarik. Ayo, kita bisa.(*)

Rabu, 03 Juli 2019

Terkenal di Google


SEBERAPA terkenal dan seberapa sering dicari nama suatu daerah, secara teknologi dapat diketahui di mesin pencarian google. Saat ini, ketika kita mengetik kata Riau di google.co.id/search dalam waktu 0,72 detik, akan  ada sebanyak 62,5 juta kata Riau muncul. Untuk Pekanbaru sendiri, ada 44 juta. Di Sumatera, orang mencari kata Padang masih tinggi. Data tertanggal 13 Januari 2018, kata-kata Padang ditemukan sebanyak 210 juta. Sementara Medan di posisi 153 juta. Lampung 74,4 juta, Aceh 74,3 juta dan Batam 59,5 juta.
     Tentunya, kita berharap ke depannya, kata Riau akan lebih banyak dijumpai di dunia maya. Apalagi Pekanbaru, kita berharap bisa mengalahkan Padang yang sangat jauh tinggi. Paling tidak untuk kawasan Riau, Pekanbaru masih nomor satu. Ini bisa jadi efek sebagai ibukota provinsi. Kalau daerah, kata Siak masih di posisi nomor 1 terbanyak di Riau setelah Pekanbaru. Siang di angka 8,65 juta. Menyusul Dumai 8,56 juta, Kampar 7,630 juta dan Meranti 6,7 juta. Tentu saja, semua ini menjadi nilai lebih buat Riau. Apalagi dalam menjual pariwisata.(*)

Selasa, 02 Juli 2019

Pariwisata Makin Melaju


SATU dari delapan tren pemasaran Indonesia di 2018 adalah pariwisata. Dunia pariwisata menempati urutan teratas dari delapan tren pemasaran yang dirilis Indonesia Marketing Association (IMA). Tentunya, ini menjadi kabar gembira bagi kabupaten/kota di Riau yang selama ini sudah fokus ke sektor ini.
      Tren di pariwisata ini, tidak hanya keindahan alam. Wisata religi dan olahraga akan makin melaju. Semua ini akan berdampak pada sektor wisata kuliner dan bisnis cenderamata. Makanan khas lokal akan semakin diminati para wisatawan. Termasuk berbagai jenis kopi setempat seiring menjamurkan kedai-kedai kopi.
     Ini peluang yang harus kita raih. Pemerintah daerah harus semakin jeli memanfaatkan kondisi yang ada. Walau di tahun politik, tapi jangan lupakan pariwisata. Harus tetap saling dukung agar dunia pariwisata tidak terimbas negatif gara-gara perbedaan calon dan partai.(*)

Senin, 01 Juli 2019

Cuci Mata di Mal


LIBUR anak-anak sekolah, plus liburan kalender merah, mal di Kota Pekanbaru benar-benar penuh sesak. Belum lagi mal buka, lahan parkir sudah penuh. Macet di pintu masuk. Parkiran kendaraan pun meluber di luar mal. Memanfaatkan pekarangan milik orang lain. Ampun…ampun. Mal begitu jadi magnet di Pekanbaru saat ini.
     Ya, mal jadi destinasi pariwisata di Riau. Dari kabupaten kota, jika liburan, datang ke ibu kota provinsi. Menginap di hotel. Lalu cuci mata di mal. Tentunya, belanja jugalah. Atau sekedar mencicipi kuliner mal yang beragam.
     Kota Pekanbaru harus siap memberi laluan yang aman buat wisatawan lokal ini. Pasti terjadi penumpukan kendaraan di suatu wilayah. Jalanan macet. Akses ini harus jauh-jauh hari diamankan oleh pemerintah kota. Kalau tidak, jalanan di sekitar mal akan sembrawut. Wisatawan tidak nyaman.(*)

Sabtu, 29 Juni 2019

Siak Kota Pusaka


KESERIUSAN Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi mengembangkan pariwisata tak diragukan lagi. Selain terus membangun Kota Siak Sriindrapura menjadi sangat cantik dan eksotis, upaya mengangkat nama Siak ke kancah nasional dan internasional terus digelorakannya.
     15 Desember lalu, Siak berhasil masuk sebagai salah satu Kota Pusaka milik bangsa Indonesia. Dibuktikan dengan penandatanganan piagam komitmen dalam bentuk MoU setelah menanti selama 2 tahun. Ini menggenapkan kota pusaka di Indonesia menjadi 54.
     Siak Sri Indrapura satu-satunya diakui sebagai Kota Pusaka Indonesia dari Provinsi Riau.
Penetapannya bagian dari Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kementerian PUPR, pada Dirjen Cipta Karya. Program ini dibentuk sebagai upaya nyata melestarikan aset-aset pusaka bangsa yang tersebar di penjuru Indonesia.
      Saya yakin Pak Bupatinya tidak akan berpuas diri sampai di sini saja. Ada lagi yang lebih menginternasional. Kota Warisan Dunia dari UNESCO. Ya, saya yakin Siak bisa meraih ini. Kalau kita serius, pasti bisa.(*)

Jumat, 28 Juni 2019

Akses Baru ke Riau


AKSESIBILITAS. Ini penunjang utama dunia pariwisata. Makin mudah orang datang ke suatu lokasi wisata, maka makin cepat pula maju destinasi tersebut. Sebagian besar tujuan orang berwisata adalah untuk bersenang-senang. Kalau mencapai suatu tempat wisata sudah susah, untuk kedatangan berikutnya pasti muncul kata-kata kapok.
     Terbukanya akses lewat udara, menandakan perkembangan yang menggembirakan bagi suatu daerah. Selain mempercepat waktu tempuh, banyaknya maskapai yang membuka rute akan mempermurah harga tiket.
     Saat ini bagi Riau dan Sumatera Barat ada tambahan berita menggembirakan. Setelah Wings Air membuka rute Pekanbaru-Padang setiap hari, giliran Sriwijaya Air terbangi rute ini dua kali dalam sepekan. Berkah baru bagi wisatawan yang akan menikmati keelokan dua daerah ini. Apalagi saat musim liburan, ini pilihan lain transportasi. Tidak macet dan cepat sampai ke daerah tujuan. Kita harus bisa memanfaatkan kondisi ini.(*)

Kamis, 27 Juni 2019

Harus Makin Baik

TAHNIAH. Riau menyabet juara umum dalam Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017.  Ini kegiatan kali kedua diadakan sebuah situs traveling bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata. Tahun sebelumnya, juara umum diraih Provinsi Nusa Tenggara Timur.
   Ada tujuh anugerah yang diraih oleh Riau; makanan tradisional terpopuler Bolu Berendam Indragiri Hulu, situs sejarah terpopuler Istana Siak Kabupaten Siak, tempat berselancar terpopuler Bono Kabupaten Pelalawan.
    Selanjutnya, atraksi budaya terpopuler Bakar Tongkang Kabupaten Rokan Hilir, festival pariwisata terpopuler, Pacu Jalur Kabupaten Kuantan Singingi, minuman tradisional terpopuler Laksamana Mengamuk dan objek wisata belanja terpopuler, Pasar Bawah, Pekanbaru.

     Tentunya, dengan penghargaan ini, kita harus terus berbenah. Harus makin baik dari kondisi sebelumnya. Jangan nanti saat wisatawan datang ke Riau ingin mencoba makanan tradisional terpopuler tersebut, ternyata kita tidak bisa menyajikan. Atau ketika mereka ingin mendapatkan minuman tradisional, susah dicari. Yang sudah ada ayo kita jaga dan lestarikan.(*)

Rabu, 26 Juni 2019

Sesuatu yang Baru


SAYA masih mau melanjutkan pembahasan soal wisata minat khusus. Jujur, destinasi wisata ini sangat banyak di Provinsi Riau. Bagus-bagus sebenarnya. Kita bisa untuk semua ini. Tinggal serius dalam pengembangannya. Wisata minat khusus adalah bentuk perjalanan wisata, dimana wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat khusus dari obyek atau kegiatan di daerah tujuan wisata.
    Pariwisata minat khusus pelakunya cenderung untuk memperluas pencariannya yang berbeda dengan mengamati orang, budaya, pemandangan, kegiatan kehidupan sehari-hari, serta nilai-nilai akrab lingkungan. Bentuk kegiatan maupun pengalaman yang diharapkan sangat beragam. Wisatawan minat khusus ingin mengalami sesuatu yang baru, apakah itu sejarah, makanan, olah raga, kebiasaan, atau kegiatan di luar ruangan. Banyak yang berharap bisa menikmati pemandangan, suara, bau, rasa yang baru, dan memahami tempat yang baru beserta masyarakatnya.(*)

Senin, 24 Juni 2019

Wisata Minat Khusus


BANYAK tempat-tempat bagus di Provinsi Riau yang bisa dijadikan destinasi baru pariwisata. Terutama wisata alam. Untuk mencapainya memang harus bersusah payah dulu. Masih jauh dari kota-kota utama. Saya lihat, Dinas Pariwisata Riau sangat konsen mengeskpose tempat-tempat baru ini. Tempatnya menarik. Tapi, orang-orang tertentu saja yang akan mendatangi tempat ini. Istilahnya, untuk wisatawan minat khusus.
     Memang, sejak era 1990, pasar pariwisata mengalami pergeseran. Dari wisatawan masif kepada wisatawan individual. Perubahan dunia pada berbagai aspek telah mengubah pola konsumsi berwisata. Fenomena global tersebut dalam kepariwisataan diikuti dengan munculnya wisata minat khusus, yang disebut wisata alternatif. Tempat yang jauh, jalan kaki, berlumpur ada peminatnya. Saya sepakat dengan Pak Kadis Pariwisata. Ini bisa dikembangkan di Riau.(*)

Jumat, 21 Juni 2019

Tepi Sungai Siak Tak Tergarap


KETIKA Bus Air Senapelan (BAS) aktif lagi September 2016, saya sangat senang. Jujur, saya belum pernah mencoba naik BAS. Tapi, satu moda transportasi untuk melayani wisatawan di Kota Pekanbaru sudah tersedia. Walau hanya beroperasi Sabtu dan Ahad, lumayanlah untuk destinasi baru buat pelancong. Tentu untuk mengarungi Sungai Siak. Bil khusus sekitaran Pekanbaru saja.
      Tapi, akhir Oktober lalu, BAS tidak lagi beroperasi. Sepi penumpang. Tak ada penumpang, berarti sepi wisatawan. Apa wisatawan tak berminat? Saya yakin, 99,9 persen karena wisatawan tak berminat. Tak ada yang akan dilihat di sepanjang jalur perjalanan. Apalagi, tepian Sungai Siak yang belum tergarap dengan baik. Coba kalau seperti tepian Sungai Jantan di Siak Sriindrapura. Saya yakin banyak peminatnya. Ayo Pekanbaru, kita bisa mewujudkannya.(*)

Kamis, 20 Juni 2019

Tepian Tak Lagi Sepi

MENIKMATI malam di tepian Sungai Jantan, Kota Siak Sriindrapura betul-betul berkesan. Siapa sangka, tepian sungai yang dulu kumuh dan berlumpur itu kini disulap menjadi tempat luar biasa. Tenang. Indah dan tertata dengan apik. Malam, kian mempesona.
     Sejak selesainya turab Sungai Siak, baru Selasa malam lalu saya menikmati malam di kota istana ini. Tak ada kesan sepi. Yang ada hanya keramaian. Saya juga tak menyangka akan terus ramai. Warga kota menikmati fasilitas yang dibangun cukup rapi itu. Di panggung, sekelompok remaja berlatih tari. Pokoknya, hiduplah tepian Sungai Jantan di malam hari. Tak lagi sunyi.
     Beberapa pengunjung yang baru pertama datang ke Siak, mereka terkagum-kagum. Ternyata, kata mereka, Siak hebat. Semuanya sudah tertata dengan baik. Fasilitas untuk wisatawan sudah tersedia sangat lengkap. Tinggal pengembangan dari sisi pengunjung saja. Andai di Kota Siak ada bandar udara, bakalan ramai turis mancanegara.(*)

Rabu, 19 Juni 2019

Masih Minim Promosi


BEBERAPA hari lalu, saya kedatangan tamu dari Jakarta. Mereka pimpinan bank terkenal di dunia. Sengaja datang ke Riau Pos ingin bincang-bincang soal Riau. Seperti apa perkembangan ekonomi Riau. Perbincangan pun merembet ke tempat wisata di Provinsi Riau. Kalau dunia pariwisata, apa ya yang terkenal di Riau? Begitu pertanyaan mereka.
     Saya pun balik bertanya, apa yang bapak ibu ketahui tentang pariwisata Riau. Jawaban mereka cukup membuat saya termenung. Mereka mengaku sempat bertanya di hotel tempat menginap soal destinasi dan iven pariwisata di Riau. Jawaban pihak hotel: kalau di Riau tak ada, paling cuma wisata mal. Kalau Jumat malam, banyak yang bertolak ke Sumatera Barat.
     Inilah realita yang saya jumpai. Ternyata wisata kita masih minim promosi. Masih banyak yang tidak tahu dengan bakar tongkang, pacu jalur, bono dan keindahan alam Riau lainnya. Tugas dan kewajiban kita untuk promosi lebih gencar lagi. Ayoo…kita bisa.(*)

Selasa, 18 Juni 2019

Saling Dukung


MEMAJUKAN pariwisata di Riau, harus saling dukung. Kerja bersama itu lebih baik daripada kerja sendiri. Ringan sama dijinjing, berat sama-sama dipikul. Prinsip gotong royong. Sebuah kegiatan pariwisata di kabupaten kota di Riau akan terus terlihat kecil, kalau hanya berusaha sendiri-sendiri. Apalagi kalau pemerintahan provinsi tidak peduli, bakal jalan di tempat berbagai kegiatan tersebut.
     Konstelasi politik daerah saat ini, saya lihat juga berpengaruh negatif buat pengembangan pariwisata di Riau. Karena beda politik, ada kesan penggagalan sebuah kegiatan. Tidak lagi mendukung program yang selama ini ada. Membiarkan kesendirian. Padahal, jika sebuah kegiatan skala nasional atau internasional berhasil digelar, yang akan dapat nama itu adalah Riau ini juga. Kita bisa membangun pariwisata Riau lebih baik. Biarlah kita beda partai, tapi kalau berbicara pariwisata, kita satu partai.(*)

Senin, 17 Juni 2019

Riau Wisata Halal

BERBINCANG dengan peserta Diklat Sesdilu ke-59 Kementerian Luar Negeri saat bertandang ke redaksi Riau Pos beberapa hari lalu, topik utama  yang mereka bahas ternyata soal pariwisata. Salah satu pertanyaan mereka, mengapa Riau tidak memelopori sebagai daerah wisata halal. Riau kan Melayu. Melayu identik dengan Islam.
      Kenapa wisata halal? Menurut mereka yang lama berkecimpung di luar negeri, sekarang para wisatawan Timur Tengah banyak melirik Indonesia. Rata-rata mereka lama tinggal di suatu daerah yang dikunjungi. Dan mereka bawa rombongan banyak. Salah satu syarat daerah yang mereka kunjungi, harus berbau halal. Nah, kita ingin Riau menjadi salah satu destinasi kunjungan mereka.
     Dari 10 daerah wisata halal di Indonesia, Riau memang belum termasuk ke dalamnya. Riau pasti bisa menciptakan konsep nyaman bagi wisatawan muslim. Mudah untuk beribadah, bebas alkohol dan makanan non halal. Mari kita gaungkan Riau sebagai tempat wisata halal.(*)

Sabtu, 15 Juni 2019

Terkenal Satu, Tumbuh 1.000


BALI. Awalnya dari Pantai Kuta. Terkenal, lalu semua wilayah di Pulau Bali menjadi tempat wisata. Ada yang dibuka oleh masyarakat. Ada yang dikelola oleh pemerintah. Wisatawan datang ke Pantai Kuta, lalu masyarakatnya memperkenalkan wilayah lain. Kontan saja wisatawan mengunjungi destinasi-destinasi baru tersebut.
     Walau skala kecil, kondisi ini sekarang terjadi di waduk PLTA Koto Panjang, Kampar. Tatkala Ulu Kasok terekspose media dan orang ramai datang, sekarang di beberapa tempat di daerah ini muncul tempat wisata baru. Dikelola masyarakat setempat. Pribadi atau bersama-sama. Ibaratnya, terkenal satu, lalu tumbuh 1.000 tempat lainnya. Kini tinggal kita menjaga. Lantas memupuk kesadaran wisata. Baik pengunjung maupun tuan rumah. Jangan sampai muncul pertelegahan tatkala suatu tempat sudah ramai didatangi orang. Ayo…kita bisa untuk semua ini.(*)

Jumat, 14 Juni 2019

Ulu Kasok Jangan Kusut Lagi

ULU Kasok…Ulu Kasok. Nasib mu kini tengah dibincang banyak orang. Keindahan mu begitu mempesona. Katanya bagai Raja Ampatnya Riau. Banyak yang tertarik untuk datang menemuimu. Sekedar berfoto ria dengan latar belakang keindahan dirimu. Lalu diunggah ke media sosial.
     Beberapa waktu lalu, Ulu Kasok berubah jadi Ulu Kusut. Tempat ini ditutup oleh yang punya lahan. Dipagari kawat berduri. Tak bisa lagi menikmati keindahan alam dari tempat yang tinggi ini. Banyak yang menyayangkan. Apalagi bagi yang belum pernah datang, kandas sudah ingin menikmati si Raja Ampat tersebut. 
    Untungnya Pemkab Kampar bergerak cepat menyelesaikan persoalan ini. Apalagi Ulu Kasok sebagai destinasi baru pariwisata sangat membius orang banyak saat ini. Kawat berduri dilepas dan Ulu Kasok dibuka kembali. Kita pasti bisa untuk semua ini.(*)

Kamis, 13 Juni 2019

Siak Tertata Sangat Baik

BERBICARA pariwisata di Kabupaten Siak, tak pernah habis-habisnya. Bukan bermaksud menyanjung, pariwisata di kabupaten ini, terutama di Kota Siak Sriindrapura, tertata sangat baik. Segala hal sudah tersuguhkan buat wisatawan. Setiap waktu, sang bupati terus memikirkan apa lagi yang bisa dibuat untuk kemajuan pariwisata di Siak.
     Tak percaya, datanglah ke Siak. Saya yakini, Anda akan kembali datang berkunjung ke Kota Istana ini. Dulu memang hanya Istana Siak sebagai destinasi kunjungan. Tapi, kini sangat banyak yang bisa dinikmati. Istana Siak terus berbenah sebagai destinasi utama. Tepian Sungai Jantan begitu indah. Tak lama lagi, Tangsi Belanda akan menjadi destinasi terbaru. Sang bupati pun akan menghidupkan kenangan naik perahu melintasi Sungai Siak. Ternyata Siak bisa.(*)

Rabu, 12 Juni 2019

Iven Buat Jalan Mulus


KALAU Anda memasuki wilayah Kabupaten Siak, jangan kaget kalau jalannya mulus. Kok bisa? Inilah berkahnya kegiatan Tour de Siak. Digelar setiap tahun, otomatis perbaikan jalan untuk lomba sepeda ini tiap tahun juga. Standarnya jalan harus bagus. Makanya, jalan-jalan yang masuk lintasan Tour de Siak harus tetap baru.
     Inilah keuntungan iven yang dirasakan banyak orang. Berhubungan dengan jalan, berhubungan dengan kepentingan banyak orang juga. Mempertahankan Tour de Siak, sudah pasti Pemkab Siak menganggarkan setiap tahun perbaikan jalannya. Belum lagi pergerakan ekonomi saat kegiatan digelar. Multiplier effect. Makanya, setiap iven yang digelar pasti membawa manfaat. Cepat atau lambat. Kita bisa untuk ini.(*)

Selasa, 11 Juni 2019

Raja Dua Kelapa


DULU, saya pernah diundang Malaysia untuk menikmati destinasi wisatanya. Diajak ke perkampungan, tidur di rumah penduduk alias homestay, lalu diajak mendodos/memetik kelapa sawit. Saya pikir, ini biasa-biasa saja. Tapi, ternyata bagi negara lain, sungguh luar biasa. Kala itu, ramai peminatnya.
     Bagi Riau, kelapa sawit biasa-biasa saja. Walau, jumlah perkebunan kelapa sawitnya luar biasa. Nomor satu terbanyak di Indonesia. Tidak cukup sampai di situ saja, ternyata untuk kelapa, Riau juga nomor satu banyak di Indonesia. Kita raja dua kelapa di Indonesia.
     Saya apresiasi dengan Bupati Indragiri Hilir Pak M Wardan. Pak Bupati sudah menyikapi dengan sangat bijak potensi kelapa di daerahnya. Inhil sudah bisa mengambil celah pariwisata dari kelapa. Gelaran World Coconut Day alias Festival Kelapa Dunia 2017, telah membuka mata dunia dengan Tembilahan khususnya dan tentunya Riau pada umumnya. Saya yakin, kita bisa membuka celah-celah pariwisata lainnya dari duo kelapa ini. Mari…kita bisa.(*)

Senin, 10 Juni 2019

Kadis seperti Manejer

DARI Rokan Hulu, ada hal yang manarik. Hasil terakhir seleksi terbuka jabatan pimpinan tertinggi di daerah tersebut, pelamar terbanyak memilih menjadi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Saya belum tahu, apakah tertarik di budayanya atau di pariwisatanya. Tapi, ini sesuatu yang luar biasa. Pilihan untuk menjadi pengelola kepariwisataan dan serius di bidang ini sangatlah tepat.
     Majunya pariwisata daerah, tak terlepas dari kepiawaian pemimpin di dinas terkait. Kalau kepala dinasnya melempem, tak punya visi kepariwisataan, sudah banyak contoh. Pariwisatanya jalan di tempat. Bertahun-tahun tak ada progres. Wisata daerah seperti itu ke itu juga.
     Bukan bermaksud menggurui, orang yang duduk di dinas pariwisata itu harusnya yang punya kemampuan seperti general manager. Atau manejer juga cukuplah. Kenapa harus manejer? Pariwisata itu seperti jualan. Bukanlah berkutat pada menyampaikan program ini itu. Tidak lagi sibuk seminar sana sini. Harus fokus jualan. Agar pendapatan daerahnya naik. Tentu dari kemasan pariwisata yang menggoda.(*) 

Jumat, 31 Mei 2019

Tumpah Ruah di Tepian Narosa

CUKUP lama tidak mengikuti kegiatan Pacu Jalur secara langsung di Talukkuantan. Sudah pasti, banyak yang berubah. Tepian Narosa, sudah tertata dengan cantik. Kalau penonton, tak usah dikata. Tumpah ruah dari segenap penjuru desa. Bagi masyarakat Kuantan Singingi, pantang tak pulang kampung saat ajang pacu jalur.
     Pacu Jalur, iven pariwisata yang berumur cukup tua. Sungai Kuantan saksi bisu kegiatan ini. Dari hadiahnya minyak tanah, lampu petromak hingga kini sudah berhadiah binatang ternak, kerbau. Begitulah masyarakat Kuantan Singingi menjaga tradisi ini. Bagaimana pun kondisi, pacu jalur harus tetap terlaksana setiap tahunnya.
     Kadang miris juga mendengar curhatan panitia pacu jalur. Sudah berbagai upaya, kadang biaya tidak cukup. Tidak banyak bisa berharap dari pihak terkait yang semestinya menyokong kegiatan ini. Tapi jangan putus asa. Tidak satu jalan ke Kuansing. Bersama-sama kita ketuk pintu Kementerian Pariwisata. Saya yakin, setelah kita kemas acara ini dengan baik, kementerian tak akan tinggal diam. Kita bisa!(*)

Kamis, 30 Mei 2019

Manongkah Duanu

KERANG, bisa jadi identik dengan Riau. Hampir di seluruh pasar tradisional di Riau, kerang dijajakan banyak pedagang. Masih berlumpur. Makanya, banyak tempat kuliner di Riau, terutama Kota Pekanbaru menyediakan makanan khas laut ini. Kerangnya segar-segar dan tentu saja enak rasanya.
    Ingin menikmati kerang yang lebih segar lagi, datanglah ke Tembilahan. Di Kabupaten Indragiri Hilir ini, sangat mudah dijumpai kerang. Hampir di semua wilayah, ada kerangnya. Bagi masyarakat Duanu di Pantai Bidari, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Merah, Inhil menangkap kerang sudah menjadi budaya mereka. Mereka menyebutnya Manongkah.
     Festival Manongkah sudah dijadikan agenda wisata sejak 2008. Walau baru sebatas menyedot wisatawan lokal, tapi Manongkah harus terus digemakan. Potensi wisatanya cukup besar. Tinggal mengemas acaranya agar terlihat besar dan manfaatkan media massa untuk terus mempromosikannya. Kita bisa membesarkannya.(*)

Rabu, 29 Mei 2019

Siak yang Apik


SENIN lalu saya mampir ke Istana Siak. Awal hari kerja. Saya mengira tak ada pengunjung. Dugaan saya salah. Ternyata Istana Siak-nya cukup ramai. Banyak wisatawan berkunjung. Menikmati keagungan istana. Melihat-lihat peninggalan sang Sultan yang begitu fenomenal.
    Dari lantai 2 Istana, di anjungan kita bisa menikmati Sungai Siak yang sudah tertata rapi. Kalau dulu tepinya hanya lumpur, kini sudah dibangun tembok. Menjorok ke tengah sungai pula. Ada tulisan besar. Siak Sriindrapura.
    Kota Siak benar-benar apik. Tertata dengan baik. Pesonanya makin keluar. Keindahannya membuat orang ingin kembali. Apalagi jalan di Kota Siak mulus, besar dan bersih. Situasi ini membuat orang yang pernah datang, kembali ingin berkunjung. Rindu, kata orang-orang. Ternyata kita bisa membuat sesuatu yang dirindui orang. Bisa memanggil orang agar kembali datang.(*)

Selasa, 28 Mei 2019

Stanum Kala Itu

DALAM pekan ini, saya melamunkan Stanum. Lokasi favorit untuk menikmati wisata alam di Riau era 90-an. Dari bukit Stanum, kita bisa menikmati Kota Bangkinang di ketinggian. Ada danaunya dan ada juga kolam renangnya. Tersedia juga bungalow, wisma, tempat pertemuan serta ada hutannya.
     Kala itu, Stanum benar-benar tempat favorit bagi warga Kota Pekanbaru setelah Alam Mayang dan Danau Buatan. Saat MTQ Nasional ke 17, Stanum salah satu tujuan wisata para kafilah dari luar Riau. Berada di Jalan lintas Riau-Sumatera Barat, Stanum makin mudah dijangkau. Ada Istana Siak, namun kala itu aksesnya masih terbatas. Masih berdebu.
     Kini, Stanum mulai dibenahi. Mulai dihidupkan lagi dari mati surinya. Saya yakin potensinya bisa kinclong lagi. Kembali menjadi tujuan wisata favorit di Provinsi Riau. Terimakasih Pak Bupati Kampar Azis Zaenal yang sudah kembali membangunkan Stanum. Bersama, kita bisa membangkitkan batang terendam tersebut.(*)

Senin, 27 Mei 2019

Bagansiapi-Api Berjaya


TOL Pekanbaru-Dumai (mimpi) selesai. Ke Bagansiapi-Api bisa tembus 3 jam dari Pekanbaru. Pariwisatanya pasti maju. Tidak hanya pada Festival Bakar Tongkang, setiap akhir pekan saya yakin Kota Bagansiapi-Api akan disesaki orang. Kota ini sudah terkenal sejak lama. Pusat ikan laut. Kacang pukulnya pun sudah mendunia.
     Apalagi spot memancing di Pulau Jemur, begitu menggoda. Nah, ada lagi penyu di pulau itu. Tak banyak tempat di dunia ini seperti Pulau Jemur. Bisa menyaksikan penyu bertelur. Bisa melepas anak penyu. Dan bisa juga mencicipi telur penyu.
     Begitu banyak yang bisa dijual dari Rokan Hilir. Tinggal sama-sama menggesa bagaimana tol segera selesai. Lalu, pemkab juga membenahi akses jalan dari tol ke Bagansiapi-Api. Saya yakin Rokan Hilir berjaya pariwisatanya. Tak lagi bergantung dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang semakin tidak jelas.(*)

Sabtu, 25 Mei 2019

Danau (Buatan) Kayangan


DULU namanya Danau Buatan. Kini, disebut Danau Kayangan. Kala itu, kurang lengkap kalau sudah ke Pekanbaru tak singgah ke danau ini. Menikmati sajian alam di bawah rindangnya pepohonan. Mendayung kereta air ke tengah danau. Angin sepoi menerpa. Letih pun lepas. Kenangan itu masih terbayang.
     Era 90-an, danau ini begitu ramai. Di hari libur, tepiannya penuh sesak orang. Tua, muda, besar, kecil. Semuanya membaur menikmati hiburan alam. Belum banyak fasilitas. Tapi di era itu, apa yang tersedia sudah lebih dari cukup. Pokoknya, danau ini tempat favorit. Yang teringat hanya Danau Buatan.
     Harusnya kejayaan danau ini terus dikembangkan. Walau sudah tergerus hiburan lain di kota ini, tapi Danau (Buatan) Kayangan ini harus terus dikembangkan. Mesti terus ada perbaikan-perbaikan agar destinasi ini tak dilupakan anak-anak muda kini. Harus ada transformasi agar Danau Kayangan dicintai warga kota ini. Saatnya kita eksplor danau ini ke dunia. Kita pasti bisa.(*)

Jumat, 24 Mei 2019

Data Wisatawan

KESERIUSAN menggarap pariwisata, akan terlihat pada tersedianya data-data jumlah wisatawan yang berkunjung. Data angka-angka, sangat penting ketika kita ingin membuktikan sesuatu kepada orang lain. Jika tidak ada data pendukung, susah membuktikan kepada orang lain kalau program yang kita buat berhasil.
     Ada kalanya, penghitungan jumlah kunjungan wisatawan ke suatu daerah dilihat dari orang yang datang melalui bandar udara atau pelabuhan. Tapi data ini masih ada error-nya. Karena data di bandara lebih kepada kedatangan saja. Tidak bisa menampilkan apakah seseorang itu memang datang berwisata atau kunjungan biasa.
     Data pasti kunjungan wisata itu bisa dilihat dari jumlah tiket masuk ke suatu destinasi. Ini akan murni wisatawan. Contohnya, di Kabupaten Siak. Pemkabnya merilis data kunjungan ke Istana Siak selama libur Idul Fitri ada 42.569 wisatawan. Ini tentulah murni wisatawan. Data ini yang saya maksudkan. Terlihat adanya progres. Jelas data kunjungannya. Bukan mengada-ngada. Bagi daerah lain ini harus menjadi acuan. Agar terlihat ada perkembangan pembangunan pariwisata.(*)

Kamis, 23 Mei 2019

Ramainya Pukatan


PUNCAK Pukatan kian terkenal. Puncak Pukatan semakin ramai. Kalau dulu, orang lalu lalang Riau-Sumatera Barat, berhenti hanya sekedar istirahat di tenda-tenda kafe sambil menikmati Danau PTLA Koto Panjang. Kini sudah ada Puncak Pukatan. Walau didominasi kaum muda untuk ber-selfi ria.
     Saya sering melewati Puncak Pukatan. Luar biasa ramainya. Penuh sesak di pondok yang terbuat dari kayu. Rata-rata sekedar berfoto dengan latar belakang gugusan pulau-pulau di kawasan danau. Katanya sih mirip Raja Ampat, Papua. Atau mirip kawasan Mandeh, di Painan Sumatera Barat.
     Apapunlah namanya, Puncak Pukatan tentulah selalu kisah indah. Pemandangan dari ketinggian. Satu destinasi lagi sudah terbentang. Tinggal pemerintah ambil bagian membangun kawasan ini agar menjadi destinasi Indonesia, atau malah dunia. Kita pasti bisa membangun menara yang kokoh dan lebih tinggi. Membangun tangga naik. Bisa pakai tangga 1.000, 100 atau berapalah nanti bisanya.(*)

Rabu, 22 Mei 2019

Lopek Bugi


KALAU ke Kampar, tak lengkap perjalanan jika tidak beli Lopek Bugi. Ini kuliner khas Kabupaten Kampar. Lopek berarti lepat. Bugi bermakna ketan. Jadi namanya Lepat Bugi, bukan Lepat Bugis seperti yang selama ini disangkakan banyak orang. Terletak di jalur Pekanbaru-Bangkinang, kue basah terbuat dari pulut ketan ini selalu dikantongi sebagai oleh-oleh.
    Deretan kedai yang hampir seragam warnanya, yakni hijau akan selalu menghiasi jika kita melewati jalur ini setelah Jembatan Danau Bingkuang dari arah Pekanbaru. Potensi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di sini sangat luar biasa. Tinggal pengembangan dan penyediaan tempat yang layak, maka makin berkembang usaha rakyat ini.
    Posisinya yang persis di tepi jalan, sudah seharusnya dipikirkan untuk ditempatkan di posisi yang terbaik. Bisa jadi rest area misalnya. Pemerintah Kabupaten Kampar bisa membangunkan tempat berhenti yang tidak mengganggu badan jalan. Pak Bupati pasti sudah memikirkannya. Kita tunggu aksinya pak!(*)

Selasa, 21 Mei 2019

Kampar Bisa!

DESTINASI wisata alam di Kabupaten Kampar, bagus-bagus. Alamnya mendukung untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata di Provinsi Riau. Ada danau besar. Walau hanya danau buatan PLTA Kotopanjang. Banyak air terjunnya. Sungainya juga jernih. Pokoknya, mantaplah kalau dikembangkan.
     Nilai plus lagi, sebagian besar lokasi wisata di Kabupaten Kampar aksesnya sudah tersedia. Berada di perlintasan jalan-jalan utama. Ada sih beberapa tempat wisata yang jalannya tidak layak. Perlu perbaikan tentunya. Tapi Kampar sudah punya modal besar dalam dunia pariwisata.
     Kampar bisa maju dengan bisnis pariwisata. Tertumpang harapan kepada pemimpin baru. Pak bupati baru tentunya. Wisata Kampar tinggal memoles sedikit saja Pak Bupati. Bersolek sedikit, makin rancak-lah. Jalan-jalannya kembali dipoles agar nyaman berwisata. Kampar pasti bisa!(*)

Senin, 20 Mei 2019

Take Action!

MEMBANGUN pariwisata harus dikelola bagaimana membangun sebuah bisnis. Kalau ingin pariwisata maju, harus ada pengelolaan yang serius. Tidak boleh sebatas wacana. Harus take action! Ide yang ada segera direalisasikan. Kalau tidak, bisnisnya akan tenggelam. Dilupakan orang. Kalau sudah seperti itu, pariwisatanya bisa mati.
     Riau yang dulu hanya dikenal sebatas minyak bumi, ternyata menyimpan beragam kekayaan alam. Dulu memang dilupakan soal pariwisata ini. Tapi kini, berbagai pihak di negeri ini, sudah menggelorakan pariwisata. Bisnis pariwisata pun tumbuh subur. Tingkat kunjungan ke Riau pun terus meningkat.
     Ya…take action-nya sudah kelihatan. Tapi harus lebih fokus lagi membisniskan ceruk-ceruk pariwisata di Riau ini. Para pemangku kepentingan di daerah ini harus memandang pariwisata ini sebagai bisnis. Tujuannya agar serius menggarapnya. Kalau masih sebatas wacana-wacana, tak usahlah lagi.(*)

Sabtu, 18 Mei 2019

Keramba PLTA

DANAU PLTA Koto Panjang, berpotensi besar dikembangkan jadi destinasi baru yang unggul. Alamnya yang elok, cantik dan mempesona, kini benar-benar jadi daya tarik. Posisinya yang berada di jalan lintas Riau-Sumatera Barat, makin mengukuhkan destinasi ini tempat yang mudah terjangkau.
      Bentangannya yang luas, membuat danau ini anggun dilihat dari atas perbukitan. Jarak tempuh dari Pekanbaru, masih dalam standar Kementerian Pariwisata. Satu jam setengah perjalanan dari Pekanbaru, kita sudah bisa menikmati keindahan danau ini. Andai jalannya makin lebar atau selesainya tol Pekanbaru-Bukittinggi, tentu makin dekat nih danau.
     Satu yang harus di wanti-wanti betul adalah keberadaan keramba. Berkaca kepada Danau Maninjau di Sumatera Barat yang kini ditinggalkan wisatawan. Bau amis ikan. Kalau keramba tidak terkontrol di PLTA Koto Panjang, bisa bernasib sama dengan Danau Maninjau. Sebelum terlambat, saatnya semua itu dicegah. Mencegah lebih mudah dari mengobati.(*)

Rabu, 15 Mei 2019

Pegiat Wisata yang Giat


MELIHAT aktifitas para pegiat wisata di Riau saat ini, patut diacungi jempol. Makin getol saja menjual paket-paket perjalanan wisata. Walau sebagian besarnya baru sebatas menjual kepada wisatawan lokal dan dalam satu group WA, tapi ini langkah sangat maju demi pariwisata Riau ke depan.
      Saya lihat, para pegiat wisata menjual paket tidak untuk mendapatkan untung materi. Semuanya sebatas semangat 45 untuk memajukan wisata di daerah mereka masing-masing. Mereka ingin mengenalkan keunggulan daerahnya. Memperlihatkan kemolekan alam tanah kelahirannya.
      Selagi bersemangat, pemerintah daerah harus menyokong mereka. Toh, yang mereka kerjakan adalah bagian pekerjaan dari pemerintah. Terkhusus kerja Dinas Pariwisata tentunya. Pemerintah harus lebih mengambil bagian di pegiat-pegiat wisata tersebut. Walau hanya sekedar memberi pelatihan buat mereka. Atau memberikan reward buat mereka. Atau sekedar mengucapkan terima kasih.(*)

Selasa, 14 Mei 2019

Bus Air...Bus Air


PEMERINTAH Kota Pekanbaru menghidupkan lagi Bus Air Senapelan. Dulu, pernah hidup. Tapi sepi penumpang. Kapal yang mengarungi Sungai Siak di wilayah Kota Pekanbaru tersebut, kini diaktifkan lagi. Cuma, jadwalnya hanya Sabtu dan Ahad saja. Khusus untuk wisatawan. Untuk tahun ini, Pemko pun sudah menganggarkan biaya operasionalnya. Tapi ternyata tahun 2019 sudah tidak ada lagi bus airnya.
     Bagaimana agar tidak mati lagi? Penting ada sinergi antara pemerintah dengan pihak swasta. Apalagi mengelola wisatawan. Manajemen melayani wisatawan, tidak sama dengan melayani masyarakat. Tidak boleh ala kadar saja. Asal selesai. Melayani wisatawan, sama dengan melayani pembeli. Wisatawan adalah raja.
     Saya setuju Pemko menggandeng swasta untuk mengelola bus air tersebut. Terutama swasta yang punya orientasi bisnis pariwisata. Mereka bisa meng-conect-kan bisnisnya dengan sarana yang ada tanpa ada lagi sekat-sekat. Mereka bisa dengan mudah mengatur jadwal paket-paket perjalanan berwisata Kota Pekanbaru. Jadi bisa satu paket barang itu.(*)

Senin, 13 Mei 2019

Chaophraya v Sungai Siak

BAGI yang pernah berwisata di Thailand, pasti mengenal Sungai Chaophraya. Ini tempat wisata wajib dikunjungi. Terutama bagi wisatawan yang menggunakan jasa perjalanan. Dengan menaiki kapal wisata, wisatawan diajak memberi makan ikan patin yang banyak di sungai itu. Beli roti seharga 20 bath, lalu diberi ke ikan. Bagi yang melihat ikan patin putih, maka itu keberuntungan luar biasa. Itu sih mitosnya.
    Sungai Chaophraya tak beda jauh dengan Sungai Siak. Kedua sungai ini sama-sama membelah kota. Banyak jembatan. Ada kapal wisatanya. Yang membedakan hanya pengelolaannya. Kalau Sungai Chaophraya, pengelolaan wisatanya sangat serius. Sungai Siak, seperti hangat-hangat tahi ayam kampung. Tak serius.
    Padahal, kita bisa seperti Chaophraya. Bus air sudah tersedia. Walau hanya Sabtu-Ahad saja. Ikan patin kita banyak. Tinggal membuat kawasan ikan larangan di Sungai Siak. Ditambatkan makannya pada satu tempat. Ikan itu akan di sana terus. Walau air pasang. Dengan begitu, wisatawan juga bisa memberi makan ikan patin. Dibuat-buat juga ceritanya agar orang mau beli roti untuk beri makan ikan patin. Mudahkan?(*) 

Sabtu, 11 Mei 2019

Ohh…Candi Muara Takus


CANDI Muara Takus, sudah sangat lama terkenal. Dalam pelajaran sejarah, candi ini selalu disebutkan. Situs Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Buddha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII KotoKabupaten KamparRiau. Situs ini berjarak kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Pada tahun 2009 Candi Muara Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
     Jika ingin berwisata, jangan ke Muara Takus, ntar menyesal. Kalau ingin berinvestasi wisata jangan di Muara Takus...nanti rugi,” kata seorang teman membuat status dalam media sosial. Kontan saja, status ini banyak ditanggapi berbagai pihak. Ada yang menanggapi positif dan negatif.
      Coba saja Candi Muara Takus ada di Muara Fajar, Rumbai. Dekat dengan Pekanbaru. Seperti Candi Borobudur yang dekat dengan pusaran kota. Orang pasti datang. Mudah mengaturnya. Mudah mengelolanya. Mudah menjualnya. Tapi, candi itu ada di Muara Takus. Jalannya masih kurang bagus. Pengelolaannya apa lagi. Ini tantangan buat pemerintah daerah agar Candi Muara Takus jadi benar-benar terkendali.(*)

Jumat, 10 Mei 2019

Ada yang Baru

DI dunia ini tidak ada yang abadi. Begitu juga dengan bisnis pariwisata. Dunia pariwisata sangat dinamis. Hari ini orang datang ingin menyaksikan keindahan pantai, besok atau lusa, orang ingin menyaksikan keindahan lebih dari itu. Orang ingin ada hal baru di pantai itu. Apakah kebersihannya, toiletnya, tempat makannya atau fasilitas lainnya.
     Orang berwisata ingin melepas penat. Tidak ingin bercapek-capek. Sekali datang orang merasa letih atau kecewa, selanjutnya muncul kata kapok. Tak mau datang lagi. Celakanya, ngomong-ngomong lagi ke orang bahwa tempat tersebut jelek. Tak ada variasinya. Tak ada ini…tak ada itunya.
     Mengembangkan wisata di Riau, untuk tahap awal harus fokus satu tempat. Tidak muluk-muluk lah. Saya lihat di Siak Sriindrapura, pembangunan pariwisatanya sudah terarah. Ikon Istananya mereka perkaya. Lalu membangun Water Fron City di depan Istana. Di seberang sungai dan masih di depan Istana Siak, juga mereka benahi. Inilah yang saya maksudkan terus menambah keindahan itu. Orang datang lagi…jumpa yang baru.(*)

Kamis, 09 Mei 2019

Jangan Cuaikan Lagi

MEMBAHAS Pekanbaru Heritage, tak habis-habisnya. Ini potensi besar yang dicuaikan. Terserah siapalah yang mencuaikannya. Apakah kita, saya atau Anda. Yang pasti, ini mutiara yang terpendam. Digali sedikit, akan silau dengan sinarnya.
     Di Pekanbaru Heritage, tersedia banyak hal. Semuanya laku dijual. Ada keindahan masa lalu. Masa kini. Ada jembatan. Ada masyarakatnya. Dekat dengan sungai yang sangat terkenal di Indonesia. Sungai Siak, terdalam di republik ini. Ayo, apa lagi!
     Saatnya kita semua terjaga dengan potensi yang ada ini. Pekanbaru sebagai hub, sangat beruntung memiliki ini. Orang mau ke mana saja di Riau, Pekanbaru masih menjadi tujuan pertama. Mendarat di SSK II. Sementara melepas lelah, bisa dibawa menjelajahi Pekanbaru tempo dulu.
     Kita bangunkan semua pihak. Dukunglah dengan kemampuan yang kita punya. Kawan-kawan dari komunitas wisata sudah mulai bergerak mengenalkan Pekanbaru Heritage. Sudah branding mereka. Tinggal memoles. Membuat sesuatu agar orang luar mau diajak keliling Pekanbaru. Ayo, kita bisa.(*)

Rabu, 08 Mei 2019

Seriusi yang Mudah Dijangkau

TERUS mengenalkan potensi pariwisata Riau ke masyarakat dunia, itu penting. Tapi, yang sangat penting lagi adalah menyeriusi satu atau dua destinasi pariwisata yang mudah dijangkau. Maksud mudah dijangkau di sini adalah sudah tersedianya akses ke destinasi tersebut. Lalu, tidak begitu jauh dari pusat kota. Maksimal 2 jam perjalanan dengan kondisi jalan bagus.
     Apakah ada yang seperti itu di Riau? Ya…pasti adalah. Cuma, selama ini sering dilupakan. Tak serius menggarapnya. Pekanbaru punya destinasi. Pekanbaru punya peninggalan sejarah di tepi sungai terdalam di Indonesia, Sungai Siak. Ya, Pekanbaru Heritage.
     Dari Pekanbaru, kita jual destinasi lainnya di Riau. Kota Pekanbaru harus menjadi hub pariwisata untuk kabupaten lainnya di Riau. Destinasi pariwisata di kota ini harus benar-benar dikembangkan. Tidak hanya menanti orang datang rapat, lalu mereka ke pusat perbelanjaan. Lebih dari itu kita harus kembangkan Pekanbaru Heritage itu. Kita pasti bisa menyeriusinya.(*)

Selasa, 07 Mei 2019

Tips Buat Pak Supir

SALAH seorang yang berjasa dalam pengembangan pariwisata adalah supir. Mengapa demikian? Ketika serombongan wisatawan ingin mendatangi sesuatu lokasi dengan bus, yang terdekat tempat mereka bertanya adalah pak supir. Dimana tempat belanja murah? Di mana tempat makan enak? Dan di mana-di mana pertanyaan lainnya.
     Sudahkah kita peduli dengan pak supir ini? Kita yang saya maksud di sini, bisa pengelola suatu tempat perbelanjaan, pemilik rumah makan, tempat jual oleh-oleh dan lain sebagainya. Saya contohkan ketika wisatawan berbelanja di Pasar Bawah, Pekanbaru. Bagaimanakah nasib pak supir kita? Mudahkah mereka mencari tempat parkir. Di mana mereka istirahat? Makannya bagaimana?
     Saya yakin, pak supir kita tetap istirahat. Seadanya mungkin. Makan, ya tentulah. Pakai uang dari kantongnya. Coba kita pikir, berapalah gaji pak supir kita untuk satu hari. Makanya, perlu tips untuk pak supir. Mungkin pengelola suatu tempat menyediakan tempat istirahat. Atau memberikan tips sekadar pembeli makan. Saya yakin, supirnya senang. Dan akan kembali membawa rombongan ke tempat Anda.(*)

Senin, 06 Mei 2019

Perlu Lipstik

SUNGAI Subayang, Desa Gema Kabupaten Kampar, benar-benar natural. Alami. Diberi ‘lipstik’, pasti makin cantik. Dipoles sedikit saja, wisatawan akan datang berduyun-duyun. Masih alami saja, banyak yang datang. Sekedar bawa keluarga makan di alam terbuka. Ada Sungai Subayang yang jernih (asal tidak di musim hujan). Ada deretan bukit barisan bertahta hijau. Teduh. Itulah Rimbang Baling.
      Lapangan perkemahan yang tersedia, juga masih alami. Bisa menampung seratusan mobil. Di sinilah titik awal wisata Sungai Subayang. Dari sini, bisa ke Pulau Pidu, Batu Belah, Batu Songgan, Muaro Bio, Batu Tunjuk, Batu Ojuong dan Batu Dinding. Semuanya serba asri. Transportasi air bernama piyau, sudah tersedia. Cukup banyak.
      Di lapangan perkemahan, sangat memerlukan polesan. Karena abrasi, tanah lapangan terus runtuh. Makin mengecil. Tinggal dibuat tanggul penahan air atau bronjong. Ditembok agak bagus. Lalu dibuat nama Sungai Subayang agak besar dan mencolok. Wah…pasti makin cantik. Apalagi kalau dibangun pondok dengan tempat duduk yang bagus. Musala plus toilet. Ayo…mari kita bangun. Ada yang berminat?(*)

Jumat, 03 Mei 2019

Peringkat Satu


SELAMAT, tapi jangan terlena. Riau meraih peringkat kedua kunjungan wisatawan mancanega terbanyak. Riau mengalami peningkatan signifikan kunjungan wisatawan mancanegara. Desember 2016 lalu, kenaikan wisatawan mancanegara masuk melalui pintu Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II, Pekanbaru naik 73,58 persen. Ini kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Suhariyanto, pertengahan Februari lalu.
     Mengapa bisa naik? Selain disebabkan adanya direct flight mancanegara dari dan ke Riau seperti Singapura serta Malaysia, daerah kita ini diakui mempunyai destinasi wisata baru, bagus dan luas-luas. Pekanbaru, Siak, Kepulauan Meranti, Bono Pelalawan, Bagansiapi-Api dan Kabupaten Kampar masih mendominasi kunjungan wisatawan ke Riau.
     Karena pintu masuknya melalui Bandara SSK II, tentu saja Pekanbaru punya tanggung jawab besar dalam memanjakan wisatawan. Sepatutnya Pekanbaru terus berbenah. Terus bersolek. Buat agar pandangan pertama wisatawan langsung jatuh hati pada kota ini.
     Jika sudah suka, berikutnya mudah mengarahkan wisatawan mau ke mana. Kalau akomodasi, saya kira sudah sangat memadai. Hotel berdiri seperti cendawan di musim hujan. Wisatawan tinggal pilih. Kita bisa ciptakan Pekanbaru yang ramah wisatawan. Target, tahun depan peringkat satu.(*)

Kamis, 02 Mei 2019

Bergairah

BERGAIRAH. Itu satu kata yang cocok untuk pengembangan pariwisata di Riau saat ini. Berbagai lapisan masyarakat di daerah ini, benar-benar terlibat dalam memajukan pariwisata. Masing-masing membuat cara agar destinasi yang layak dikunjungi diketahui khalayak. Apakah itu hanya sekedar memposting foto berlatarbelakang alam Riau ke media sosial, sampai kepada menggelar iven agar orang mendatangi suatu tempat dalam rangka berwisata.
    Komunitas-komunitas wisata pun bermunculan dengan berbagai program. Misal, apa yang dibuat oleh Exploring Riau Community. Saya lihat ini langkah yang luar biasa dalam memajukan pariwisata Riau. Komunitas ini membuat program mengunjungi suatu destinasi. Dengan membayar di bawah Rp200.000 per orang, wisatawan sudah bisa berkeliling tempat wisata alam. Lalu menikmati makanan khas daerah sambil dihibur musik tradisional setempat. Ternyata, peminatnya banyak.
    Walau masih skala lokal, program ini sudah bisa menumbuhkan minat berwisata. Menggairahkan wisata sebagai wisatawan lokal. Kita bisa menggairahkan wisata. Tinggal pemerintah memfasilitasi dengan perbaikan infrastruktur. Akses ke tempat wisata dipermudah. Diperlebar. Dipermulus.(*)

Selasa, 30 April 2019

Wajib Tanjak

SIAK terus bersolek membangun pariwisatanya. Destinasi baru diciptakan, destinasi lama pun dikembangkan. Ide-ide pengembangan pariwisata pun bermunculan dari kota istana ini. Terbaru, Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi mewajibkan pemakaian tanjak bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada hari Kamis dan momen-momen tertentu.
     Ini langkah luar biasa membumikan melayu. Takkan hilang Melayu di bumi. Ciri khas pun dihidupkan kembali. Tanjak menunjukkan kewibawaan masyarakat Melayu yang digunakan untuk menutup kepala. Makanya, agar tidak hilang di bumi, Siak menggelorakan kembali di zaman modern ini.
     Bagi wisatawan, ini bisa menjadi sesuatu yang luar biasa. Mewajibkan untuk wisatawan juga tidak ada salahnya. Paling tidak, bagi wisatawan (terutama laki-laki) yang mau masuk Istana Siak, wajib pakai tanjak. Pemkab bisa berinisiatif menyediakan tanjak di pintu masuk istana. Gratis. Ke luar istana, tanjak dikembalikan lagi. Atau menyediakan konter khusus tanjak bagi yang ingin membelinya.
     Seperti di Bali-lah. Bagi yang tidak mengenakan pakaian adat untuk masuk ke Pura, bisa menggunakan kain yang dililitkan di tubuh dan mengikatkan selendang ke lingkaran pinggang. Yang tidak membawa perlengkapan tersebut bisa meminjam di Pura Agung Jagatnatha yang sudah disiapkan secara gratis oleh pemkab. Kita yakin, Siak bisa untuk semua ini.(*)

Senin, 29 April 2019

Sadar Wisata

SEBUAH grup WhatsApp mengundang saya bergabung. Ternyata itu adalah grup komunitas yang ingin mengeksplor Riau. Terutama soal pariwisata. Saya senang bergabung di grup ini. Saya yakin anggota grup adalah orang yang peduli dengan pariwisata Riau. Ingin pariwisata Riau lebih maju.
     Saya yakin, tidak hanya satu grup ini yang peduli dengan potensi wisata Riau. Masih ada grup-grup lainnya yang ingin Riau maju bersama pariwisatanya. Salutlah tentunya buat teman-teman yang sudah menunjukkan kepeduliannya. Dua jempol buat sadar wisatanya. Mencurahkan ide-idenya dalam membangun pariwisata. Walau hanya dalam perbincangan grup. Dan tentu saja kita berdoa semoga perbincangan akan melahirkan sebuah implementasi di lapangan.
     Sadar wisata itu penting. Malah sangat penting diantara yang penting-penting lainnya dalam menata sebuah destinasi pariwisata. Indah betul tempatnya atau enak betul makannya, tapi kalau tak ada kesadaran pariwisata, hasilnya akan mengecewakan. Wisatawan akan kapok datang lagi.
     Kita bisa menularkan sadar wisata ini kepada masyarakat. Terutama di masyarakat yang berhadapan langsung dengan wisatawan. Membangun kenyamanan, berawal dari kesadaran wisata ini. Sadar akan penghormatan pada tamu. Sadar dengan keamanan tamu. Sadar dengan standar harga makanan. Dan tentu saja dengan bersama, kita bisa mewujudkan sadar wisata.(*)

Sabtu, 27 April 2019

Wisata Bisnis



APAKAH perjalanan bisnis termasuk wisata? Setelah ditelusuri, ternyata iya. United Nations World Tourism Organization (UNWTO), mendefenisikan pariwisata sebagai melakukan perjalanan dan tinggal sementara di luar lingkungan tempat tinggal yang biasa selama tidak lebih dari satu tahun dengan tujuan bersenang-senang, melakukan bisnis, dan tujuan lainnya.
      Dalam business tourism atau wisata bisnis, pelaku perjalanan masih bekerja sesuai profesi formalnya. Namun, pekerjaan tersebut dilakukan jauh dari tempat kerja dan tempat tinggal biasanya. Walaupun sifatnya lebih terbatas, wisata bisnis tetap sektor pariwisata yang potensial dan harus dikembangkan.
     Pada umumnya, wisatawan yang jenis wisata bisnis akan menggunakan fasilitas pariwisata seperti penerbangan, akomodasi, transportasi lokal dan rumah makan dengan kelas yang lebih tinggi dibandingkan leisure tourism (perjalanan yang terkait dengan aktivitas bersantai). Kegiatan yang termasuk dalam wisata bisnis adalah melakukan pertemuan, kunjungan kerja, serta menghadiri konferensi dan pameran.
     Merujuk dari semua ini, ternyata Riau punya potensi pengembangan wisata bisnis. Ratusan perusahaan perkebunan skala nasional dan internasional, ada di Riau. Lalu, perusahaan minyak bumi dan gas. Tinggal kita masyarakat Riau bisa menyikapi ini. Kesadaran wisata harus dikedepankan. Keramahan. Keamanan. Tempat makan yang enak. Tempat makan yang murah. Dan mereka pun betah di Riau.(*)

Jumat, 26 April 2019

Suatu Sore di Puncak Pukatan



SAYA terkesima melihat dua foto yang di-upload Bang Yul Achyar, Kepala Seksi Pengembangan Pasar Dinas Pariwisata Provinsi Riau di Facebook-nya. Dua foto menampilkan keindahan alam Koto Panjang. Awalnya saya bertanya-tanya, ini di mana. Tapi makin saya pandang, serasa tak asing. Ternyata memang tak asing. Lokasinya selalu saya lewati saat pulang kampung ke Sumatera Barat.
     Ternyata, namanya Puncak Pukatan. Izin bang Yul, judul tulisan ini copas dari FB-nya. Suerrr…saya baru tahu itu Puncak Pukatan. Walau sudah berkali-kali melewati daerah itu, sekaranglah saya tahu. Terimakasih Bang Yul. Ternyata luar biasa kerjanya mengembangkan pariwisata Riau. Hunting sana…tour sini demi mengenalkan kemolekan Riau ke dunia luar.
    Suatu sore di Puncak Pukatan memang indah. Apalagi udara cerah. Gugusan pulau di Danau PLTA Koto Panjang akan kelihatan. Seperti Raja Ampat, Papua Barat. Atau bisa juga seperti kawasan Mandeh di Sumatera Barat. Pagi hari pun tak kalah indahnya. Makanya, banyak mobil berhenti di sekitar puncak ini. Banyak pondok-pondok tersedia di tepi jalan.
     Sudah terbukti indah, nah saatnya kini kita kembangkan. Kita jual ke wisatawan. Akses sudah tersedia. Akomodasi yang representatif mungkin belum tersedia. Belum ada hotel, cottage atau sejenisnya. Kalau ada, pasti mantap itu. Apalagi tak jauh dari Puncak Pukatan, wisatawan juga bisa melihat Candi Muara Takus yang terkenal. Atau sekedar mau foto-foto di Kelok 9.(*)

Kamis, 25 April 2019

Riau Sudah Dilirik


NILAI keberhasilan dunia pariwisata, salah satunya adalah banyaknya orang datang ke satu destinasi yang dikembangkan. Saya contohkan Kota Padang, Sumatera Barat. Beberapa tahun pasca gempa, Kota Padang kembali menggeliat membenahi pariwisatanya. Pembenahan ternyata membawa hasil. Tolok ukurnya, kini pesawat tujuan Padang kalau Jumat dan Sabtu, rata-rata penuh. Hotel pun tumbuh dengan pesat.
     Saya berharap ini juga terjadi di Riau. Kegesitan Dinas Pariwisatanya memperkenalkan destinasi baru di daerah ini, saya yakin akan makin banyak kunjungan wisatawan nasional maupun manca negara. Upaya maksimal dilakukan tim pariwisata memperkenalkan ceruk-ceruk indah di Provinsi Riau. Banyak cara mereka lakukan. Salut buat tim dinas pariwisata Riau.
     Sepertinya, pergerakan orang datang untuk berkunjung ke Riau mulai terlihat. Ketika saya hendak kembali ke tanah air melalui Singapura, pesawat yang saya tumpangi penuh. Jumat sore, kala itu. Saya agak kepikiran juga, kok bisa penuh sesak. Apakah ini setiap hari Jumat, atau hari-hari lainnya.
      Saya lihat, wajah-wajah non Indonesia yang memenuhi pesawat. Ada dari India, Amerika dan Cina. Terus terang saya senang memikirkannya. Saya berharap mereka datang ke Riau dalam rangka berlibur. Kalau pun tidak berlibur, paling tidak mereka sudah datang. Mereka menginap. Mereka makan. Untungnya pun masih buat masyarakat kita. Kalau kita mau berusaha, kita pasti bisa maju.(*)

Rabu, 24 April 2019

Kegiatan Datangkan Orang

BANYAK kegiatan, Okupansi Hotel Minim. Ini judul headline halaman 36 Riau Pos terbitan Selasa, 13 Desember 2016, kala itu. Saya baca habis berita ini. Buat saya, ini berita yang menggelitik. Menarik untuk didiskusikan. Saya simpulkan, ini adalah jeritan dari pengusaha hotel di Pekanbaru. Hotel terus bertumbuh. Tapi tidak sebanding dengan orang yang menginap.
     Pekanbaru adalah kota perdagangan dan jasa. Harapannya, kota ini menjadi pusat pertemuan atau tempat meeting. Sudahkah ini jalan. Saya katakan sudah. Sudah sering meeting diadakan di kota ini. Sudah banyak kegiatan diselenggarakan. Baik itu oleh Pemerintah kota atau kabupaten maupun Pemprov.
    Tapi, mengapa pengusaha hotel masih ‘tak senang’? Mengapa tingkat isian kamar masih rendah? Bisa jadi kegiatan yang digelar masih lingkup kecil. Lingkup kota. Atau lingkup provinsi. Tak banyak orang luar provinsi terlibat. Apalagi orang luar Indonesia yang datang.
     Kita bisa mengambil kegiatan-kegiatan skala nasional. Yang pesertanya banyak datang ke Riau. Perlu upaya bersama mewujudkan ini. Perlu keberanian Pemprov atau Pemko, atau Pemkab untuk menggelarnya. Jangan lagi mau dijadikan tuan rumah kegiatan seremonial yang kemungkinan orang luar sedikit datang ke acara tersebut.(*)

Selasa, 23 April 2019

Ingat Pulau Jemur

SUDAH lama tidak ke Pulau Jemur, Rokan Hilir. Lebih dari tiga tahun. Terakhir, saya ke pulau yang berbatasan dengan Selat Malaka ini, Mei 2013. Tujuan, memancing sambil melihat-lihat potensi pulau ini. Kini, pastinya sudah berobah. Dan berharap, berobah kepada yang lebih baik. Lebih bisa dijual.
     Pulau Jemur, masuk ke dalam gugusan Kepulauan Arwah. Luasnya 250 hektare. Letaknya sekitar 72,4 km dari Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau dan 64,3 km dari Pelabuhan Klang di Malaysia. Persisnya pada koordinat 2 52'12.06"N-100 33'30.19"E.
     Pulau Jemur saling berhadapan dengan Pulau Labuhan Bilik. Kalau di Pulau Jemur ada penghuninya, tapi di Labuhan Bilik tidak ada orang tinggal. Di Labuhan Bilik ada lima bangunan permanen. Ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berdampingan dengan rumah Penghulu atau Kepala Desa. Ada Pos Pelabuhan Perikanan Pemkab Rokan Hilir dan disampingnya juga ada rumah Penghulu. Satunya lagi ada Kelenteng kecil.
     Di kawasan Pulau Jemur ini, daya tarik yang bisa dijual  adalah penyu hijau. Ini yang jarang dijumpai di tempat lain. Selain memancing, lalu melihat penyu hijau bertelur. Atau melepaskan anak penyu hijau. Yang harus dibenahi tentunya transportasi. Akses ke pulau ini harus ada yang lebih cepat. Saya sangat senang ada upaya Pemkab Rohil untuk membangun kapal ferry menuju pulau ini. Inilah langkah majunya. Dan ternyata kita bisa.(*)

Senin, 22 April 2019

Sinergi dengan Sumbar


WORLD Halal Tourism 2016, diborong Indonesia. Empat kategori inti; Halal Destination, Halal Honeymoon, Halal Hotel, dan Halal Culinary Destination disabet Sumatera Barat, Aceh dan Nusa Tenggara Barat. Tahun sebelumnya, wisata halal terbaik dunia ini ada di Malaysia dan Turki.
      Tahun ini, langkah yang luar biasa dalam pengembangan pariwisata di Indonesia. Dua provinsi, ada di Pulau Sumatera. Sumatera Barat dan Aceh. Ini tentunya akan sangat berpengaruh besar dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Label halal akan menambah kepercayaan wisatawan terhadap Indonesia. Wisatawan dari Timur Tengah, tentu saja akan semakin senang berkunjung ke nusantara ini.
      Terus, apakah ini ada imbasnya buat Riau? Saya katakan, akan ada imbasnya. Sumatera Barat hanya 7 jam dari Pekanbaru. Jalan darat. Kedekatan dengan Sumbar, bisa dimanfaatkan. Ibarat berteman dengan penjual parfum, kita pasti kecipratan wanginya.
       Sinergi dengan Sumatera Barat dalam pengembangan wisata Riau perlu adanya. Tinggal buat program. Tak dipungkiri, kini pariwisata Sumatera Barat bergerak maju. Kita bisa manfaatkan ini untuk jualan pariwisata Riau. Terutama untuk menggaet wisatawan manca negara agar datang ke Riau.(*)

Kamis, 18 April 2019

Makanan Khas Melayu, Murah


BERKUNJUNG ke suatu negeri pastilah memerlukan makanan. Karena kebutuhan, makan tidak bisa ditinggalkan. Sudah tentu pula, mencari makanan khas suatu daerah sebuah keniscayaan saat kita mendatangi suatu tempat. Tak lengkap melancong, kalau tak menikmati sajian khas daerah tersebut.
      Berkunjung ke Riau, pelancong akan bertanya apa makanan khasnya. Lalu mereka minta ditunjukkan di mana bisa mencobanya. Ya, kalau ke Riau, tentu saja harus mencicipi makanan khas Melayu. Ada asam pedas patin, asam pedas ikan tapah, gulai baung dan ini selalu yang terkenal. Sangat enak tentunya.
      Tapi…selalu saja ada keluhan. Kata-kata mahal, sering terlontar dari mulut wisatawan. Ini memberi kesan negatif untuk pariwisata Riau. Mereka kapok makan yang berciri khas Melayu. Ujung-ujungnya, lari ke menu lainnya. Mencari yang lebih murah. Pokoknya bisa makan. Akibatnya makanan khas negeri ini makan terpinggirkan.
      Kita bisa menciptakan makanan khas Melayu. Enak. Murah harganya. Alias tak mahal-mahal betul. Saya masih ingat kasus di pantai Padang. Dulu harganya suka sembarangan. Mamakuak, kata orang Minang. Tapi kini sudah ditertibkan pemerintah kotanya. Kini di sepanjang Pantai Padang, makannya nyaman. Harga standar. Saya yakin untuk Pekanbaru, bisa kita lakukan. Menciptakan rumah makan khas Melayu, harganya murah. Kita pasti bisa.(*)

Selasa, 16 April 2019

Wisata Kebun Sawit

MIMPI Riau: Tahun depan, Riau tuan rumah Indonesian Palm Oil Conference (IPOC). 2,3 juta hektare kebun kelapa sawit ada di Riau. Terbesar di Indonesia. Semoga Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau bisa menyuarakan ini. Riau pun sudah punya ruang konferensi besar yang bisa menampung ribuan orang. Dekat dengan Singapura. Penerbangan juga banyak. 90 persen perusahaan sawit besar punya kebun di Riau.
     Kalimat di atas itu baru mimpi. Itu adalah unek-unek yang saya sampaikan kepada seorang sahabat di Jakarta. Apa jawaban sahabat saya itu? Mereka ingin di Bali karena sekalian liburan. Saya pun menimpali, di Riau juga bisa buat liburan. Banyak tempat yang bisa dikunjungi. Bisa juga wisata ke kebun sawit.
     Dua kali saya mengikuti IPOC, yang terbayang adalah andai bisa dilaksanakan di Riau. Pesertanya saja 2.000 orang. Belum lagi pengunjung lain seperti peserta pameran segala hal terkait kelapa sawit. Luar biasa banyak. Kalau diadakan di Pekanbaru, akan begitu banyak efeknya untuk daerah. Wisatanya akan menggeliat.
     Sebagai provinsi yang terbesar kebun sawitnya, ini anugerah yang harus dimanfaatkan. Kita bisa mengelola kebun sawit ini sebagai sebuah destinasi pariwisata. Pemerintah daerah bisa mengajak pengusaha-pengusaha kelapa sawit untuk menciptakan sedikit lahannya untuk eko wisata. Atau mendirikan museum kelapa sawit. Saya yakin kita bisa untuk ini.(*)

Senin, 15 April 2019

Arifin Achmad Street

SATU lagi destinasi wisata muncul di Provinsi Riau. Arifin Achmad Street. Bahasa kitanya, Jalan Arifin Achmad. Bukan untuk gaya-gayaan menambah kata street. Bukan pula tak mau berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi, ini dalam rangka memudahkan mengingat dan memudahkan menjual ke seantero dunia.
    Di Singapura, ada Arab Street. Di Jakarta ada Jalan Jaksa. Makanya, di Riau juga akan kita kenal Arifin Achmad Street. Semua tempat-tempat yang disebutkan, adalah pusat jajanan kuliner. Semua tersedia. Beraneka macam rasa. Beragam masakan. Harga murah. Enak, tentunya.
    Kini, Jalan Arifin Achmad sudah jauh berubah. Tidak kawasan menakutkan lagi. Beragam masakan hadir di sini. Khas nusantara. Melayu, Minang, Jawa, Sunda hingga hidangan internasional. Kafe-kafe pun bertebaran. Arifin Achmad Street sudah menjadi tempat nongkrong malam hari. Menyeduh kopi di pagi hari. Tempat lobi-lobi sambil makan siang.
   Arifin Achmad Street tinggal pembenahan dari pemerintah. Barangnya sudah jadi. Dipoles, akan jadi destinasi baru pariwisata Riau. Kita bisa menjadikannya tempat yang patut dikunjungi kalau ke Riau. Sebelum ngopi di Arifin Achmad Street, belum sah Anda ke Riau. Begitu tagline-nya.(*)

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...