Total Tayangan Halaman

Jumat, 29 Maret 2019

Sejarah Harum Bagansiapi-Api


KAMIS lalu, saya tertarik dengan sebuah berita di halaman 26 Pro Rokan Hilir. Judulnya: Gali Sektor Wisata untuk Menambah Pendapatan. Yang komentar Pak Bupati H Suyatno. Katanya; Sektor kepariwisataan tidak kalah menariknya dengan sektor lain untuk menambah pendapatan daerah. Setiap tahunnya ribuan orang wisatawan dari berbagai mancanegara datang berkunjung.
    Itu benar pak bupati. Sektor pariwisata itu bukan hanya tidak kalah menarik. Tapi sangat menarik. Karena menarik, saya saran jangan jadikan sektor pariwisata sebagai penambah pendapatan daerah. Jadikan sektor pariwisata itu penyumbang PAD terbesar. Bukan sebagai penambah. Yaaa…biar serius menggarapnya Pak Bupati.
    Saya sangat yakin dan kita bisa menjadikan sektor pariwisata sebagai andalan utama di Rokan Hilir. Rokan Hilir punya kebanggaan. Banyak yang bisa dijual. Nama Bagansiapi-Api sudah melegenda. Dulu kota ini terkenal sebagai penghasil ikan terpenting, sehingga dijuluki sebagai kota ikan. Surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada tahun 1928, Bagansiapi-Api adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia.
    Saya setuju dengan Pak Bupati. Memang, pembenahan infrastruktur jalan akan mendongkrak pariwisata. Accessibility. Orang mau datang ke suatu tempat wisata kalau ada transportasinya. Tersedia pesawatnya. Ada kapalnya. Ada petanya. Ada pelabuhannya. Ada stasiunnya. Ada bandaranya. Bagus jalannya. Ini hanya yang penting. Kalau semua ini tersedia, tempat wisata tak akan mati.
     Bagansiapi-Api dapat diakses dari Pekanbaru lewat jalur darat. Perlu 6-7 jam perjalanan dengan jarak tempuh +/- 350 km. Sementara dari Medan, diperlukan 10-12 jam perjalanan darat melalui Lintas Timur Sumatera. Dari Kota Dumai hanya perlu waktu tempuh 2-3 jam melalui jalan darat. Makanya, tol Pekanbaru-Dumai sangat penting segera diwujudkan. Kalau tidak, buat bandara di Bagansiapi-Api. Orang pergi wisata untuk senang-senang, bukan untuk bercapek-capek.(*)

Tidak ada komentar:

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...