Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 April 2019

Wajib Tanjak

SIAK terus bersolek membangun pariwisatanya. Destinasi baru diciptakan, destinasi lama pun dikembangkan. Ide-ide pengembangan pariwisata pun bermunculan dari kota istana ini. Terbaru, Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi mewajibkan pemakaian tanjak bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada hari Kamis dan momen-momen tertentu.
     Ini langkah luar biasa membumikan melayu. Takkan hilang Melayu di bumi. Ciri khas pun dihidupkan kembali. Tanjak menunjukkan kewibawaan masyarakat Melayu yang digunakan untuk menutup kepala. Makanya, agar tidak hilang di bumi, Siak menggelorakan kembali di zaman modern ini.
     Bagi wisatawan, ini bisa menjadi sesuatu yang luar biasa. Mewajibkan untuk wisatawan juga tidak ada salahnya. Paling tidak, bagi wisatawan (terutama laki-laki) yang mau masuk Istana Siak, wajib pakai tanjak. Pemkab bisa berinisiatif menyediakan tanjak di pintu masuk istana. Gratis. Ke luar istana, tanjak dikembalikan lagi. Atau menyediakan konter khusus tanjak bagi yang ingin membelinya.
     Seperti di Bali-lah. Bagi yang tidak mengenakan pakaian adat untuk masuk ke Pura, bisa menggunakan kain yang dililitkan di tubuh dan mengikatkan selendang ke lingkaran pinggang. Yang tidak membawa perlengkapan tersebut bisa meminjam di Pura Agung Jagatnatha yang sudah disiapkan secara gratis oleh pemkab. Kita yakin, Siak bisa untuk semua ini.(*)

Senin, 29 April 2019

Sadar Wisata

SEBUAH grup WhatsApp mengundang saya bergabung. Ternyata itu adalah grup komunitas yang ingin mengeksplor Riau. Terutama soal pariwisata. Saya senang bergabung di grup ini. Saya yakin anggota grup adalah orang yang peduli dengan pariwisata Riau. Ingin pariwisata Riau lebih maju.
     Saya yakin, tidak hanya satu grup ini yang peduli dengan potensi wisata Riau. Masih ada grup-grup lainnya yang ingin Riau maju bersama pariwisatanya. Salutlah tentunya buat teman-teman yang sudah menunjukkan kepeduliannya. Dua jempol buat sadar wisatanya. Mencurahkan ide-idenya dalam membangun pariwisata. Walau hanya dalam perbincangan grup. Dan tentu saja kita berdoa semoga perbincangan akan melahirkan sebuah implementasi di lapangan.
     Sadar wisata itu penting. Malah sangat penting diantara yang penting-penting lainnya dalam menata sebuah destinasi pariwisata. Indah betul tempatnya atau enak betul makannya, tapi kalau tak ada kesadaran pariwisata, hasilnya akan mengecewakan. Wisatawan akan kapok datang lagi.
     Kita bisa menularkan sadar wisata ini kepada masyarakat. Terutama di masyarakat yang berhadapan langsung dengan wisatawan. Membangun kenyamanan, berawal dari kesadaran wisata ini. Sadar akan penghormatan pada tamu. Sadar dengan keamanan tamu. Sadar dengan standar harga makanan. Dan tentu saja dengan bersama, kita bisa mewujudkan sadar wisata.(*)

Sabtu, 27 April 2019

Wisata Bisnis



APAKAH perjalanan bisnis termasuk wisata? Setelah ditelusuri, ternyata iya. United Nations World Tourism Organization (UNWTO), mendefenisikan pariwisata sebagai melakukan perjalanan dan tinggal sementara di luar lingkungan tempat tinggal yang biasa selama tidak lebih dari satu tahun dengan tujuan bersenang-senang, melakukan bisnis, dan tujuan lainnya.
      Dalam business tourism atau wisata bisnis, pelaku perjalanan masih bekerja sesuai profesi formalnya. Namun, pekerjaan tersebut dilakukan jauh dari tempat kerja dan tempat tinggal biasanya. Walaupun sifatnya lebih terbatas, wisata bisnis tetap sektor pariwisata yang potensial dan harus dikembangkan.
     Pada umumnya, wisatawan yang jenis wisata bisnis akan menggunakan fasilitas pariwisata seperti penerbangan, akomodasi, transportasi lokal dan rumah makan dengan kelas yang lebih tinggi dibandingkan leisure tourism (perjalanan yang terkait dengan aktivitas bersantai). Kegiatan yang termasuk dalam wisata bisnis adalah melakukan pertemuan, kunjungan kerja, serta menghadiri konferensi dan pameran.
     Merujuk dari semua ini, ternyata Riau punya potensi pengembangan wisata bisnis. Ratusan perusahaan perkebunan skala nasional dan internasional, ada di Riau. Lalu, perusahaan minyak bumi dan gas. Tinggal kita masyarakat Riau bisa menyikapi ini. Kesadaran wisata harus dikedepankan. Keramahan. Keamanan. Tempat makan yang enak. Tempat makan yang murah. Dan mereka pun betah di Riau.(*)

Jumat, 26 April 2019

Suatu Sore di Puncak Pukatan



SAYA terkesima melihat dua foto yang di-upload Bang Yul Achyar, Kepala Seksi Pengembangan Pasar Dinas Pariwisata Provinsi Riau di Facebook-nya. Dua foto menampilkan keindahan alam Koto Panjang. Awalnya saya bertanya-tanya, ini di mana. Tapi makin saya pandang, serasa tak asing. Ternyata memang tak asing. Lokasinya selalu saya lewati saat pulang kampung ke Sumatera Barat.
     Ternyata, namanya Puncak Pukatan. Izin bang Yul, judul tulisan ini copas dari FB-nya. Suerrr…saya baru tahu itu Puncak Pukatan. Walau sudah berkali-kali melewati daerah itu, sekaranglah saya tahu. Terimakasih Bang Yul. Ternyata luar biasa kerjanya mengembangkan pariwisata Riau. Hunting sana…tour sini demi mengenalkan kemolekan Riau ke dunia luar.
    Suatu sore di Puncak Pukatan memang indah. Apalagi udara cerah. Gugusan pulau di Danau PLTA Koto Panjang akan kelihatan. Seperti Raja Ampat, Papua Barat. Atau bisa juga seperti kawasan Mandeh di Sumatera Barat. Pagi hari pun tak kalah indahnya. Makanya, banyak mobil berhenti di sekitar puncak ini. Banyak pondok-pondok tersedia di tepi jalan.
     Sudah terbukti indah, nah saatnya kini kita kembangkan. Kita jual ke wisatawan. Akses sudah tersedia. Akomodasi yang representatif mungkin belum tersedia. Belum ada hotel, cottage atau sejenisnya. Kalau ada, pasti mantap itu. Apalagi tak jauh dari Puncak Pukatan, wisatawan juga bisa melihat Candi Muara Takus yang terkenal. Atau sekedar mau foto-foto di Kelok 9.(*)

Kamis, 25 April 2019

Riau Sudah Dilirik


NILAI keberhasilan dunia pariwisata, salah satunya adalah banyaknya orang datang ke satu destinasi yang dikembangkan. Saya contohkan Kota Padang, Sumatera Barat. Beberapa tahun pasca gempa, Kota Padang kembali menggeliat membenahi pariwisatanya. Pembenahan ternyata membawa hasil. Tolok ukurnya, kini pesawat tujuan Padang kalau Jumat dan Sabtu, rata-rata penuh. Hotel pun tumbuh dengan pesat.
     Saya berharap ini juga terjadi di Riau. Kegesitan Dinas Pariwisatanya memperkenalkan destinasi baru di daerah ini, saya yakin akan makin banyak kunjungan wisatawan nasional maupun manca negara. Upaya maksimal dilakukan tim pariwisata memperkenalkan ceruk-ceruk indah di Provinsi Riau. Banyak cara mereka lakukan. Salut buat tim dinas pariwisata Riau.
     Sepertinya, pergerakan orang datang untuk berkunjung ke Riau mulai terlihat. Ketika saya hendak kembali ke tanah air melalui Singapura, pesawat yang saya tumpangi penuh. Jumat sore, kala itu. Saya agak kepikiran juga, kok bisa penuh sesak. Apakah ini setiap hari Jumat, atau hari-hari lainnya.
      Saya lihat, wajah-wajah non Indonesia yang memenuhi pesawat. Ada dari India, Amerika dan Cina. Terus terang saya senang memikirkannya. Saya berharap mereka datang ke Riau dalam rangka berlibur. Kalau pun tidak berlibur, paling tidak mereka sudah datang. Mereka menginap. Mereka makan. Untungnya pun masih buat masyarakat kita. Kalau kita mau berusaha, kita pasti bisa maju.(*)

Rabu, 24 April 2019

Kegiatan Datangkan Orang

BANYAK kegiatan, Okupansi Hotel Minim. Ini judul headline halaman 36 Riau Pos terbitan Selasa, 13 Desember 2016, kala itu. Saya baca habis berita ini. Buat saya, ini berita yang menggelitik. Menarik untuk didiskusikan. Saya simpulkan, ini adalah jeritan dari pengusaha hotel di Pekanbaru. Hotel terus bertumbuh. Tapi tidak sebanding dengan orang yang menginap.
     Pekanbaru adalah kota perdagangan dan jasa. Harapannya, kota ini menjadi pusat pertemuan atau tempat meeting. Sudahkah ini jalan. Saya katakan sudah. Sudah sering meeting diadakan di kota ini. Sudah banyak kegiatan diselenggarakan. Baik itu oleh Pemerintah kota atau kabupaten maupun Pemprov.
    Tapi, mengapa pengusaha hotel masih ‘tak senang’? Mengapa tingkat isian kamar masih rendah? Bisa jadi kegiatan yang digelar masih lingkup kecil. Lingkup kota. Atau lingkup provinsi. Tak banyak orang luar provinsi terlibat. Apalagi orang luar Indonesia yang datang.
     Kita bisa mengambil kegiatan-kegiatan skala nasional. Yang pesertanya banyak datang ke Riau. Perlu upaya bersama mewujudkan ini. Perlu keberanian Pemprov atau Pemko, atau Pemkab untuk menggelarnya. Jangan lagi mau dijadikan tuan rumah kegiatan seremonial yang kemungkinan orang luar sedikit datang ke acara tersebut.(*)

Selasa, 23 April 2019

Ingat Pulau Jemur

SUDAH lama tidak ke Pulau Jemur, Rokan Hilir. Lebih dari tiga tahun. Terakhir, saya ke pulau yang berbatasan dengan Selat Malaka ini, Mei 2013. Tujuan, memancing sambil melihat-lihat potensi pulau ini. Kini, pastinya sudah berobah. Dan berharap, berobah kepada yang lebih baik. Lebih bisa dijual.
     Pulau Jemur, masuk ke dalam gugusan Kepulauan Arwah. Luasnya 250 hektare. Letaknya sekitar 72,4 km dari Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau dan 64,3 km dari Pelabuhan Klang di Malaysia. Persisnya pada koordinat 2 52'12.06"N-100 33'30.19"E.
     Pulau Jemur saling berhadapan dengan Pulau Labuhan Bilik. Kalau di Pulau Jemur ada penghuninya, tapi di Labuhan Bilik tidak ada orang tinggal. Di Labuhan Bilik ada lima bangunan permanen. Ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berdampingan dengan rumah Penghulu atau Kepala Desa. Ada Pos Pelabuhan Perikanan Pemkab Rokan Hilir dan disampingnya juga ada rumah Penghulu. Satunya lagi ada Kelenteng kecil.
     Di kawasan Pulau Jemur ini, daya tarik yang bisa dijual  adalah penyu hijau. Ini yang jarang dijumpai di tempat lain. Selain memancing, lalu melihat penyu hijau bertelur. Atau melepaskan anak penyu hijau. Yang harus dibenahi tentunya transportasi. Akses ke pulau ini harus ada yang lebih cepat. Saya sangat senang ada upaya Pemkab Rohil untuk membangun kapal ferry menuju pulau ini. Inilah langkah majunya. Dan ternyata kita bisa.(*)

Senin, 22 April 2019

Sinergi dengan Sumbar


WORLD Halal Tourism 2016, diborong Indonesia. Empat kategori inti; Halal Destination, Halal Honeymoon, Halal Hotel, dan Halal Culinary Destination disabet Sumatera Barat, Aceh dan Nusa Tenggara Barat. Tahun sebelumnya, wisata halal terbaik dunia ini ada di Malaysia dan Turki.
      Tahun ini, langkah yang luar biasa dalam pengembangan pariwisata di Indonesia. Dua provinsi, ada di Pulau Sumatera. Sumatera Barat dan Aceh. Ini tentunya akan sangat berpengaruh besar dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Label halal akan menambah kepercayaan wisatawan terhadap Indonesia. Wisatawan dari Timur Tengah, tentu saja akan semakin senang berkunjung ke nusantara ini.
      Terus, apakah ini ada imbasnya buat Riau? Saya katakan, akan ada imbasnya. Sumatera Barat hanya 7 jam dari Pekanbaru. Jalan darat. Kedekatan dengan Sumbar, bisa dimanfaatkan. Ibarat berteman dengan penjual parfum, kita pasti kecipratan wanginya.
       Sinergi dengan Sumatera Barat dalam pengembangan wisata Riau perlu adanya. Tinggal buat program. Tak dipungkiri, kini pariwisata Sumatera Barat bergerak maju. Kita bisa manfaatkan ini untuk jualan pariwisata Riau. Terutama untuk menggaet wisatawan manca negara agar datang ke Riau.(*)

Kamis, 18 April 2019

Makanan Khas Melayu, Murah


BERKUNJUNG ke suatu negeri pastilah memerlukan makanan. Karena kebutuhan, makan tidak bisa ditinggalkan. Sudah tentu pula, mencari makanan khas suatu daerah sebuah keniscayaan saat kita mendatangi suatu tempat. Tak lengkap melancong, kalau tak menikmati sajian khas daerah tersebut.
      Berkunjung ke Riau, pelancong akan bertanya apa makanan khasnya. Lalu mereka minta ditunjukkan di mana bisa mencobanya. Ya, kalau ke Riau, tentu saja harus mencicipi makanan khas Melayu. Ada asam pedas patin, asam pedas ikan tapah, gulai baung dan ini selalu yang terkenal. Sangat enak tentunya.
      Tapi…selalu saja ada keluhan. Kata-kata mahal, sering terlontar dari mulut wisatawan. Ini memberi kesan negatif untuk pariwisata Riau. Mereka kapok makan yang berciri khas Melayu. Ujung-ujungnya, lari ke menu lainnya. Mencari yang lebih murah. Pokoknya bisa makan. Akibatnya makanan khas negeri ini makan terpinggirkan.
      Kita bisa menciptakan makanan khas Melayu. Enak. Murah harganya. Alias tak mahal-mahal betul. Saya masih ingat kasus di pantai Padang. Dulu harganya suka sembarangan. Mamakuak, kata orang Minang. Tapi kini sudah ditertibkan pemerintah kotanya. Kini di sepanjang Pantai Padang, makannya nyaman. Harga standar. Saya yakin untuk Pekanbaru, bisa kita lakukan. Menciptakan rumah makan khas Melayu, harganya murah. Kita pasti bisa.(*)

Selasa, 16 April 2019

Wisata Kebun Sawit

MIMPI Riau: Tahun depan, Riau tuan rumah Indonesian Palm Oil Conference (IPOC). 2,3 juta hektare kebun kelapa sawit ada di Riau. Terbesar di Indonesia. Semoga Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau bisa menyuarakan ini. Riau pun sudah punya ruang konferensi besar yang bisa menampung ribuan orang. Dekat dengan Singapura. Penerbangan juga banyak. 90 persen perusahaan sawit besar punya kebun di Riau.
     Kalimat di atas itu baru mimpi. Itu adalah unek-unek yang saya sampaikan kepada seorang sahabat di Jakarta. Apa jawaban sahabat saya itu? Mereka ingin di Bali karena sekalian liburan. Saya pun menimpali, di Riau juga bisa buat liburan. Banyak tempat yang bisa dikunjungi. Bisa juga wisata ke kebun sawit.
     Dua kali saya mengikuti IPOC, yang terbayang adalah andai bisa dilaksanakan di Riau. Pesertanya saja 2.000 orang. Belum lagi pengunjung lain seperti peserta pameran segala hal terkait kelapa sawit. Luar biasa banyak. Kalau diadakan di Pekanbaru, akan begitu banyak efeknya untuk daerah. Wisatanya akan menggeliat.
     Sebagai provinsi yang terbesar kebun sawitnya, ini anugerah yang harus dimanfaatkan. Kita bisa mengelola kebun sawit ini sebagai sebuah destinasi pariwisata. Pemerintah daerah bisa mengajak pengusaha-pengusaha kelapa sawit untuk menciptakan sedikit lahannya untuk eko wisata. Atau mendirikan museum kelapa sawit. Saya yakin kita bisa untuk ini.(*)

Senin, 15 April 2019

Arifin Achmad Street

SATU lagi destinasi wisata muncul di Provinsi Riau. Arifin Achmad Street. Bahasa kitanya, Jalan Arifin Achmad. Bukan untuk gaya-gayaan menambah kata street. Bukan pula tak mau berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi, ini dalam rangka memudahkan mengingat dan memudahkan menjual ke seantero dunia.
    Di Singapura, ada Arab Street. Di Jakarta ada Jalan Jaksa. Makanya, di Riau juga akan kita kenal Arifin Achmad Street. Semua tempat-tempat yang disebutkan, adalah pusat jajanan kuliner. Semua tersedia. Beraneka macam rasa. Beragam masakan. Harga murah. Enak, tentunya.
    Kini, Jalan Arifin Achmad sudah jauh berubah. Tidak kawasan menakutkan lagi. Beragam masakan hadir di sini. Khas nusantara. Melayu, Minang, Jawa, Sunda hingga hidangan internasional. Kafe-kafe pun bertebaran. Arifin Achmad Street sudah menjadi tempat nongkrong malam hari. Menyeduh kopi di pagi hari. Tempat lobi-lobi sambil makan siang.
   Arifin Achmad Street tinggal pembenahan dari pemerintah. Barangnya sudah jadi. Dipoles, akan jadi destinasi baru pariwisata Riau. Kita bisa menjadikannya tempat yang patut dikunjungi kalau ke Riau. Sebelum ngopi di Arifin Achmad Street, belum sah Anda ke Riau. Begitu tagline-nya.(*)

Sabtu, 13 April 2019

Bersatu Bangun Pariwisata


SINERGI membangun pariwisata di Riau telah kelihatan. Walau baru di atas kertas, ini sebuah langkah maju. Saya katakan, sangat maju. 2018, Pak Gubernur Arsyadjuliandi Rachman telah mengambil langkah tepat. Sangat serius membangun pariwisata. Sangat serius agar terjadi sinergi antar kabupaten/kota di daerah ini.
    Dimulai dari Siak Sriindrapura, sinergi itu mulai terbangun. Pak Bupati Syamsuar kala itu yang sangat getol membangun pariwisata di kabupatennya, tak salah pula dicontoh. Atau diikuti apa yang dia perbuat di Siak. Targetnya, membangun pariwisata dari segala bidang.
    Tour de Siak yang sudah memasuki tahun ke tiga, makin mengokohkan Siak fokus bangun pariwisata. Langkah pak gubernur mempertemukan kabupaten/kota lainnya, patut diacungi jempol. Alhamdulillah, 10 kepala daerah di Riau sudah sepakat memperluas rute Tour de Siak. Makin gegap gempitalah TdS. Makin ramailah pesertanya.
     Asal kita mau, kita pasti bisa melakukannya. Apatah lagi, kalau nanti TdS tersambung ke Malaka. Bakalan luar biasa. Dan nama Riau dengan Sungai Siak-nya akan semakin dikenal ke seantero dunia. Makin banyak pula orang datang dan makin berkembanglah perekonomian di daerah ini.(*)

Jumat, 12 April 2019

Resort di Koto Panjang


DANAU PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar punya potensi besar dikelola jadi destinasi pariwisata di Riau. Bukit-bukit yang hijau. Hamparan air danau yang membiru, indah dipandang. Posisi pun sangat strategis. Di perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat. Tempat lalu lalang antara dua provinsi.
     Tapi ada yang kurang. Belum ada pengelolaan. Belum serius penggarapan. Coba kalau ada resort atau hotel di kawasan ini. Dipastikan pariwisatanya akan bergerak sangat kencang. Bisa membius wisatawan lokal di dua provinsi. Atau malah manca negara.
     Akses sangat bagus pula. Dari Pekanbaru hanya dua jam. Dari Bukittinggi bisa putus dua jam juga. Ini masih sesuai standar jalan darat menuju suatu destinasi yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata. Ada resort. Lengkap dengan tempat outbond. Pasti banyak peminatnya.
     Dari resort, wisatawan juga bisa dibawa ke Candi Muara Takus. Kan jadi dekat. Atau mereka mau melihat jembatan kelok 9. Juga dekat. Atau hanya sekedar menikmati air terjun yang ada di sekitar danau, jadi tidak letih.
    Tinggal pemerintah serius mencari investor. Mempermudah mereka untuk membangun. Tawarkan potensi yang ada. Saya yakin kita bisa mewujudkan resort atau hotel megah di tepian Danau PLTA Koto Panjang.(*)

Kamis, 11 April 2019

Mobil Listrik

MELIHAT perkembangan Kota Siak Sriindrapura kini, sungguh menakjubkan. Saya taklah apologi. Tak juga karena saya kenal dengan Pak Bupatinya. Tapi semuanya kenyataan. Datanglah ke Siak. Kota ini seperti disulap. Kini, semua sudut kotanya jadi tempat wisata.
    Dulu, orang ke Siak hanya bisa lihat istana. Lalu salat di masjid sultan. Makan udang di Pasar Siak. Nyebrang naik perahu. Tinggalkan Kota Siak. Sampai di Pekanbaru sudah sore. Baju pun lusuh kena debu.
    Sekarang, masuk Kota Siak sudah disuguhkan jembatan yang megah. Taman kota yang asri. Teduh. Jalan-jalan yang lebar dan mulus. Tertata dengan apik. Lantas, ke istana. Puas di istana bisa duduk-duduk di tepi Sungai Siak menikmati manisnya kelapa muda. Tentunya di Water Front City. Inilah gabungan wisata sejarah, budaya dan keindahan alam. Mirip Sungai Seine di Prancis.
    Menyikapi susahnya parkir di Kota Siak, menurut saya mobil listrik untuk mengangkut wisatawan bisa dikembangkan. Jadi bus tidak masuk Kota Siak. Cukup parkir sebelum jembatan. Lalu wisatawan dibawa dengan mobil listrik keliling kota. Kalau susah mobil listrik, bisa pakai mobil dengan modifikasi. Ya, seperti odong-odong mobillah. Saat ini, banyak digunakan di beberapa tempat wisata.
     Untuk tahap awal, bisa disediakan Pemkab. Wisatawan gratis naiknya. Untuk berikutnya mungkin sudah berbayar sangat murah. Sekedar untuk pengganti bahan bakar mobil. Dengan begini, akan menambah bersahajanya Kota Siak. Kita bisa untuk ini.(*)

Rabu, 10 April 2019

Kekurangan Lahan Parkir

INGIN melihat data jumlah wisatawan yang datang ke suatu daerah, dari penumpang pesawat bisa diketahui. Atau bisa juga diketahui dari imigrasi. Dan yang paling mudah itu sebenarnya dari terisi atau tidaknya bus pariwisata. Kita bisa lihat, suatu daerah yang menjadi tujuan pariwisata, biasanya hilir mudik bus-bus pariwisata. Penuh wisatawan.
     Saya ingin berbicara tentang Kota Siak Sriindrapura. Tentunya ada kaitan dengan bus-bus pariwisata tersebut. Apa yang dilakukan Kabupaten Siak dalam empat tahun belakangan, kini sudah melihatkan hasil. Fokus memajukan pariwisata, Siak pun sudah menjadi destinasi pariwisata dunia. Orang ramai datang.
     Di hari-hari tertentu, Kota Siak kini sudah kewalahan lahan parkir. Susah bus-bus pariwisata atau bus carteran lainnya hendak berhenti menunggu penumpangnya. Kota Siak sudah kekurangan lahan parkir.
    Setidaknya, soal lahan parkir ini kini sudah menjadi kerisauan tersendiri buat Pak Bupatinya. Tapi, kata Pak Bupati tidak perlu risau. Pemkab sudah menyiapkan tempat yang lebih lapang buat lahan parkir tersebut. Dan tentu saja menyiapkan rencana-rencana brilian lainnya demi kemajuan pariwisata di Siak Sriindrapura. Asal mau, kita pasti bisa. Kata Pak Bupati.(*)

Selasa, 09 April 2019

Sinergi Anggaran

COBA kalau peningkatan pariwisata diletakkan di poin pertama dalam misi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Riau 2014-2019. Saya yakin anggaran di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Riau akan besar. Banyak yang akan dilakukan dalam menggarap pariwisata di daerah ini.
    Tersebab, peningkatan pariwisata berada di posisi 8 dari 9 poin dari misi pembangunan Riau, makanya dinas ini akan selalu ‘miskin’ anggaran. Dan lagi pula pembangunan pariwisata diletakkan di kata akhir dari misi itu. Bunyinya: Meningkatkan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pariwisata. Terkesan tidak berminat membangun pariwisata Riau untuk lebih baik.
    Tapi sudahlah. Misi itu sudah dicanangkan sejak 2 tahun lalu. Saat harga minyak dunia lagi mahal. Ketika Dana Bagi Hasil (DBH) Migas masih besar untuk provinsi ini. Kini kita harus menatap jauh ke depan. Bagaimana dunia pariwata ini dibangun agar ada pemasukkan di APBD untuk menggantikan DBH.
    Perlu sinergi anggaran agar bisnis pariwisata Riau bisa berhasil. Membangun pariwisata tidak bisa diserahkan bulat-bulat kepada Dinas Pariwisata. Perlu kerja sama. Jangan berkata: Selesai tu nyo sama Dinas Pariwisata. Tidak. Harus bersama. Semuanya harus peduli pariwisata. Kalau memang kita serius akan membangunnya.
     Akses ke tempat wisata bisa dibangun Dinas PU. Tumpangkan anggarannya di sana. Agar promosi jalan, Humas Provinsi harus jadikan pariwisata sebagai agenda utama dalam publikasi. Wisata tanpa publikasi akan seperti katak dalam tempurung. Dinas Perhubungan bisa memasukkan anggaran untuk membeli bus air atau speedboat yang bisa dipergunakan nantinya untuk dunia pariwisata juga. Atau hanya sekedar memasang rambu-rambu yang menampilkan destinasi pariwisata di Riau. Jadi banyak yang bisa kita lakukan dan kita bisa untuk itu.(*)

Senin, 08 April 2019

Digerakkan Hotel


UNTUK menggerakkan potensi pariwisata di Provinsi Riau, peran sektor swasta sangat diharapkan. Di tengah kondisi penurunan anggaran untuk membangun semua sektor di daerah, pihak swasta bisa ambil peran dengan mengambil posisi sebagai tourismpreneurship. Ikut membangun pariwisata dengan langsung menjadi tour operator.
    Tour operator yang saya maksudkan di sini adalah manajemen hotel. Mengapa saya berbicara soal hotel? Lihatlah bagaimana pertumbuhan hotel di Pekanbaru dalam kurun 2015-2016. Bertumbuh dengan cepat. Dan tentunya hotel akan terus tumbuh. Terus siapa yang akan mengisinya? Siapa yang menginap?
     Diharapkan pemerintah menyediakan fasilitas dan menggerakkan pariwisata, dipastikan akan berjalan lambat. Nah, sekarang pihak hotel harus bisa menjadi tour operator pariwisata. Yang sudah ada, itu yang dijual. Apa yang mudah dijangkau, ke sana wisatawan dibawa.
     Kalaulah hotel ambil peran sebagai tour operator, tentu saja biaya perjalanan bisa ditekan. Paling tidak harga hotelnya bisa diskonlah. Kalau berharap dari agen perjalanan, sudah barang tentu agak sedikit mahal dibanding langsung dikelola oleh hotel.
    Pihak hotel bisa membuat paket perjalanan ke Riau. Tentu saja menginap langsung di hotelnya, lalu mengelola perjalanan ke wilayah tertentu atau serangkaian kegiatan wisata. Memberi kesan nyaman, tentu saja tanggung jawab hotel. Fasilitas hotel juga salah satu destinasi wisata.
    Belum lagi makanan yang disuguhkan berciri khas Melayu juga menjadi daya tarik. Saya yakin hotel-hotel di Pekanbaru bisa melakukan ini dan kita bisa sama-sama memajukan pariwisata di bumi Lancang Kuning ini.(*)

Jumat, 05 April 2019

Wisata Pagi Stadion Utama


SAYANG sejuta sayang. Itulah yang terucap tatkala menikmati pagi di seputaran Stadion Utama Riau. Bekas tempat pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII tahun 2012 itu, kini diselimuti semak belukar. Bangunannya, mulai rusak di mana-mana. Keanggunannya ketika pembukaan PON dulu, sudah sirna. Terbiarkan.
     Padahal, potensi Stadion Utama dijadikan salah satu destinasi pariwisata di Provinsi Riau sangat besar. Kawasannya yang begitu luas, bisa dimanfaatkan untuk menunjang pariwisata. Ornamen-ornamen berciri khas Melayu dan masih ada sekarang, sangat bisa dijual. Ada tanjak. Ada kapal lancang kuning.
     Dua hari usai pembukaan PON di Bandung, saat jalan pagi saya sempatkan mampir ke Stadion Utama. Ternyata, ramai juga yang beraktifitas di pelataran Stadion Utama. Anak-anak muda mendominasi. Banyak juga orangtua yang membawa anak-anaknya. Yang mencari nafkah banyak juga.
     Karena berada di ketinggian, angin bertiup cukup kencang. Sejuk. Pemandangan sekitarnya juga cukup mempesona. Saya berandai-andai melihat kondisi ini. Andailah begini…andailah begitu…Tapi saya yakin Stadion Utama bisa jadi salah satu destinasi kunjungan wisatawan ke Pekanbaru.
     Kita pasti bisa. Harus ada pihak yang mengelola Stadion Utama. Ada yang merawat. Ada yang mengembangkannya. Tidak dirawat saja banyak orang datang sambil melepas lelah habis jalan pagi. Apalagi kalau terawat.(*)

Kamis, 04 April 2019

CSR Pariwisata


MINYAK mentah murah. Riau pun parah. Ketergantungan pendapatan pada hasil minyak bumi dan gas, kini baru dirasakan. Anggaran belanja daerah di Riau hampir semuanya dipotong. Gara-gara Dana Bagi Hasil (DBH) Migas turun drastis. Semuanya dikurangi. Akibatnya, banyak pembangunan yang tidak tepat sasaran.
     Pembangunan pariwisata pun jadi melambat. Sudahlah sebelum-sebelumnya ‘dicuekin’. Dianggap tak menghasilkan. Kini fakta lain berkata. Hanya daerah fokus pariwisata yang aman ketika harga komoditas migas anjlok. Padahal, pariwisata itu perlu investasi. Perlu promosi. Kalau tidak…ya…mati.
     Selasa lalu saya berkunjung ke Pangkalankerinci. Di kabupaten ini ada destinasi pariwisata yang mendunia. Bono. Tapi, sampai saat ini jalannya masih terseok-seok. Accessibility-nya masih bermasalah. Jalan ke lokasi bono, sekitar 6 kilo lagi belum diaspal. Berkuah. Mobil bisa kandas. Letih berwisata ke sana.
    Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah, perlu turun tangan dari pihak swasta. Bagaimana bono ini benar-benar mudah dicapai. Bagaimana bono ini benar-benar mendunia. Ada program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Andai perusahaan bisa ikut membangun pariwisata ini, saya yakin bono akan tambah cantik. Tambah menarik. Ekonomi masyarakat pasti akan bangkit. Pokoknya…tambah asik semuanya. Kita pasti  bisa. Kita tunggu CSR-nya.(*)

Senin, 01 April 2019

Siak yang Serius

BUKAN menyanjung. Baru Kabupaten Siak yang fokus dan serius menggarap pariwisata di Provinsi Riau. Pak Bupatinya, Drs H Syamsuar MSi (kini Gubernur Riau) konsen sekali dengan yang satu ini. Banyak iven nasional maupun internasional digelar di Kota Siak Sriindrapura. Bupatinya pun bertekad terus membangun infrastruktur penunjang pariwisata.
     Dari dulu, Siak itu sudah sangat terkenal. Ada istana yang begitu membius banyak orang. Ketika debu masih menutupi jalanan, kota ini sudah menjadi tujuan wisatawan lokal. Masih ibukota kecamatan. Pakai bus ditempuh 5-6 jam dari Pekanbaru. Harus antrean ferry di Perawang. Lalu naik ojek sampan. Pokoknya, penuh perjuangan kalau mau ke Siak.
     Kini, semua itu tinggal kenangan. Ke Siak Sriindrapura cukup 2 jam saja dari Pekanbaru. Tak ada debu. Tak naik ferry. Tak mendayung sampan. Sampai di istana Siak dalam keadaan bugar. Pulangnya, masih berjumpa siang di Pekanbaru.
    Ya, Pak Bupatinya sangat memahami arti penting accessibility. Orang mau datang ke suatu tempat wisata kalau ada transportasinya. Tersedia pesawatnya. Ada kapalnya. Ada petanya. Ada pelabuhannya. Ada stasiunnya. Ada bandaranya. Bagus jalannya. Ini keniscayaan.
    Keniscayaan inilah yang dipegang Pemkab Siak. Kalau mau, kita pasti bisa. Jalan tembus Pekanbaru-Siak dibangun. Diaspal mulus. Jembatan dibangun dengan konsep wisata. Lalu, jembatannya jadi destinasi baru pariwisata. Siak sudah masuk ke industri pariwisata. Kita harus dukung upaya serius ini.
   Sekarang, kota Siak disulap. Indah. Nyaman. Kalau tak percaya, datanglah ke Siak. Kalau baru pertama kali datang, bisa-bisa Anda tersesat. Jalannya banyak. Itupun kalau Anda malu bertanya, ya…sesatnya jadi jalan-jalan.(*)

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...