Total Tayangan Halaman

Jumat, 29 Maret 2019

Sejarah Harum Bagansiapi-Api


KAMIS lalu, saya tertarik dengan sebuah berita di halaman 26 Pro Rokan Hilir. Judulnya: Gali Sektor Wisata untuk Menambah Pendapatan. Yang komentar Pak Bupati H Suyatno. Katanya; Sektor kepariwisataan tidak kalah menariknya dengan sektor lain untuk menambah pendapatan daerah. Setiap tahunnya ribuan orang wisatawan dari berbagai mancanegara datang berkunjung.
    Itu benar pak bupati. Sektor pariwisata itu bukan hanya tidak kalah menarik. Tapi sangat menarik. Karena menarik, saya saran jangan jadikan sektor pariwisata sebagai penambah pendapatan daerah. Jadikan sektor pariwisata itu penyumbang PAD terbesar. Bukan sebagai penambah. Yaaa…biar serius menggarapnya Pak Bupati.
    Saya sangat yakin dan kita bisa menjadikan sektor pariwisata sebagai andalan utama di Rokan Hilir. Rokan Hilir punya kebanggaan. Banyak yang bisa dijual. Nama Bagansiapi-Api sudah melegenda. Dulu kota ini terkenal sebagai penghasil ikan terpenting, sehingga dijuluki sebagai kota ikan. Surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada tahun 1928, Bagansiapi-Api adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia.
    Saya setuju dengan Pak Bupati. Memang, pembenahan infrastruktur jalan akan mendongkrak pariwisata. Accessibility. Orang mau datang ke suatu tempat wisata kalau ada transportasinya. Tersedia pesawatnya. Ada kapalnya. Ada petanya. Ada pelabuhannya. Ada stasiunnya. Ada bandaranya. Bagus jalannya. Ini hanya yang penting. Kalau semua ini tersedia, tempat wisata tak akan mati.
     Bagansiapi-Api dapat diakses dari Pekanbaru lewat jalur darat. Perlu 6-7 jam perjalanan dengan jarak tempuh +/- 350 km. Sementara dari Medan, diperlukan 10-12 jam perjalanan darat melalui Lintas Timur Sumatera. Dari Kota Dumai hanya perlu waktu tempuh 2-3 jam melalui jalan darat. Makanya, tol Pekanbaru-Dumai sangat penting segera diwujudkan. Kalau tidak, buat bandara di Bagansiapi-Api. Orang pergi wisata untuk senang-senang, bukan untuk bercapek-capek.(*)

Kamis, 28 Maret 2019

Raup Dolar dari Pacu Jalur


ADAKAH yang tidak kenal dengan Pacu Jalur? Saya yakin, orang Riau pasti tahu dengan kegiatan ini. Kalau tidak tahu, diragukan nih keberadaannya di Riau. Tapi kalau memang tidak tahu, bisa tuh buka di Wikipedia. Pasti ada penjelasannya.
    Ya, Pacu Jalur diadakan setiap tahunnya di Kabupaten Kuantan Singingi. Di Sungai Kuantan. Pacu Jalur merupakan sebuah perlombaan mendayung di sungai dengan menggunakan sebuah perahu panjang yang terbuat dari kayu pohon. Panjang perahu ini bisa mencapai 25 hingga 40 meter. Dalam bahasa penduduk setempat, kata Jalur berarti Perahu.
    Dalam setiap pelaksanaan Pacu Jalur, tepian Sungai Kuantan ramai. Penuh sesak pengunjung. Terutama wisatawan lokal Kuantan Singingi. Sepertinya, dari tahun ke tahun selalu seperti itu. Bisa jadi pengunjungnya masih orang yang sama. Bisnis pariwisatanya masih tradisional. Sangat lokal sekali.
    Pacu Jalur salah satu potensi yang bisa menggerakkan pariwisata Riau. Terutama mendatangkan wisatawan mancanegara yang punya dolar banyak di saku. Sudah seharusnya Pacu Jalur ini kita internasionalkan. Kita bangkitkan gairah orang Belanda masa kini untuk datang ke tepian narosa. Toh, merekakan punya sejarah indah di Sungai Kuantan ini.
    Atau mengundang bangsa-bangsa Melayu serumpun untuk ikut berpartisipasi di Pacu Jalur. Mungkin perlombaan pembuka jika tradisi tak membolehkan orang luar ikut. Adakan lomba fotografi atau lomba menulis. Ini dalam rangka mengenalkan pacu jalur ke dunia internasional. Kita bisa pasti untuk memberi nilai lebih agenda pacu jalur ini.(*)

Rabu, 27 Maret 2019

Gulai Patin


BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Beberapa hari lalu saya kedatangan tamu. Mereka dari Jakarta. Punya bisnis di Kota Pekanbaru. Usai bincang-bincang bisnis, salah satu dari mereka bertanya tentang makan khas Riau.
     “Saya pingin lho Pak nyicipi makanan khas Riau. Bisa ditunjukin ndak di mana saja orang-orang menjualnya. Atau ada ndak kawasan khusus yang menjualnya. Kalau perlu kami juga akan sajikan di tempat usaha sebagai sajian untuk tamu yang datang,” katanya.
     Apakah hanya sekedar basa-basi, atau mereka benar-benar tidak tahu dengan makanan khas Riau. Kalau basa basi, ya no problem-lah. Tapi kalau tidak tahu, harus dicari akar permasalahannya. Bisa jadi salah satu akar masalahnya adalah tidak terpromosinya dengan baik ke dunia luar.
     Hmmm…padahal di tempat kita ini ada ikan patin. Itu khas dari Riau. Sodap benar. Lamak bana, kata orang Minang. Bisa dalam bentuk asam pedas atau gulai. Bisa juga dijadikan oleh-oleh yang sudah jadi salai. Ada juga asam pedas baung, ikan silais asap, roti canai dan beragam makanan lain.(*)

Selasa, 26 Maret 2019

Jual Gajah

BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Banyak yang bisa kita suguhkan ke orang lain di Riau ini. Tidak hanya alam, satwa langka banyak di provinsi kita. Salah satunya gajah.
     Coba kalau ada pusat gajah di Pekanbaru. Pasti menarik kunjungan. Ada sih pelatihan gajah, tapi agak jauh ke Kabupaten Siak. Hmmm…ada juga di Taman Hutan Rakyat Sultan Syarif Hasyim. Perbatasan Pekanbaru-Siak. Cukup dekat sih. Tapi masih ala kadar juga. Ada kebun binatang Kasang Kulim, namun ya…gitu-gitu saja sejak dulunya. Saya tak tau apa masih ada gajah di dalamnya.
      Saya teringat saat berkunjung ke Kota Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan, Cina beberapa waktu lalu. Sebagai tempat transit, kota ini menawarkan rasa lain buat wisatawan. Sebelum ke tempat wisata utama di kabupaten lain, Chengdu menawarkan ‘kebun’ Panda. Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding. Di tempat ini panda dikembang biakkan. Diteliti. Lalu ditampilkan ke khalayak. Panda Base ini pun jadi tempat wisata utama.
      Jadi sebelum ke Bono, ke Istana Siak atau ke Candi Muara Takus, kita sodorkan wisatawan dengan binatang khas Riau. Kita ‘jual’ gajah ini kepada mereka. Pekanbaru harus memikirkan ini. Masih ada waktu dan bisa bekerjasama dengan swasta. Ayo…kita bisa.(*)

Senin, 25 Maret 2019

Jangan Pelit Promosi

BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Tak dipungkiri, dunia pariwisata di Riau mulai dilihat banyak orang. Apalagi bagi daerah yang serius menggarapnya, efeknya sudah mulai terasa.
      Kabupaten Siak, misalnya. Bupatinya sangat konsen dalam menggarap potensi wisata. Banyak iven nasional dan internasional diambil Siak. Dengan begitu, promosi dari mulut ke mulut, dari satu tim ke tim lain terus berjalan. Tour de Siak misalnya. Setidaknya, bagi tim yang berlomba, Siak sudah masuk ke memorinya. Bupatinya pun tak segan-segan berpromosi di banyak media.
     Pemprov Riau juga tak mau ketinggalan. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saya lihat semakin intens menggarap potensi pariwisata Riau. Sudah mulai terlihat melibatkan komunitas-komunitas dalam promosi pariwisata. Membawa mereka ke destinasi pariwisata. Ini langkah yang bagus untuk terus dikembangkan.
     Sekarang, tinggal keberanian untuk tampil lebih luas lagi. Lebih global. Lebih mendunia. Diakui, untuk promosi perlu biaya. Tapi itu akan sebanding dan malah akan mendapatkan hasil yang lebih besar. Jangan takut promosi di media massa. Jangan dibilang mahal. Ada celah-celahnya untuk bisa lebih ekonomis. Kuncinya, jangan pelit promosi. Kita bisa tentunya.(*)

Sabtu, 23 Maret 2019

Promosi


BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Sehebat apapun barang atau produk yang kita miliki kalau tidak diketahui orang, hasilnya ya tetap nol besar. Kita sebut suatu tempat indah…hebat…aneh atau apalah namanya, jika hanya kita yang tahu, orang tak akan datang. Jadi…ya sampaikan keindahan itu ke orang lain. Promosi.
     Dunia pariwisata wajib promosi. Dalam kegiatan promosi itu ada dua kategori besar. Ada above the line, yakni promosi melalui media surat kabar, televisi, radio, majalah dan laman web komersial. Berikutnya below the line. Ini promosi melalui laman web institusi/perusahaan, media sosial, sponsorship, endorsement, tenaga pemasaran, merchandising, newletter, public relation dan pameran.
     Saat melakukan promosi, rencanakan who-nya. Tentukan pasar yang menjadi target promosi. Lalu what, tentukan pesan yang ingin dikomunikasikan. When, waktu yang tepat untuk melakukan promosi yang lebih gencar. Where, sesuaikan media promosi dengan pasar dan how much, tentukan biaya promosinya.
      Makanya saya katakan dulu, pariwisata itu bisnis. Bisnis perlu modal. Bisnis perlu promosi. Kalau kita ingin pariwisata Riau maju, ya harus dimodali. Omong kosong kalau kita ingin Riau jadi destinasi wisata yang maju, sementara anggaran promosinya tak ada.(*)

Jumat, 22 Maret 2019

Sinergilah…


BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Jika kita sudah punya destinasi wisata utama dan itu mempunyai kelebihan dari tempat lain, langkah berikutnya adalah membangun sinergi antar daerah.
      Makna sinergi di sini adalah membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Tujuannya adalah mempengaruhi perilaku orang secara individu maupun kelompok saat saling berhubungan, melalui dialog dengan semua golongan, dimana persepsi, sikap dan opininya penting terhadap suatu kesuksesan.
      Tapi, sebelum sinergi ini dijalankan, harus dulu satu pandangan dalam pemahaman dunia pariwisata. Saya yakin, bapak gubernur atau pak bupati dan wali kota sudah punya pemahaman bahwa industri pariwisata itu penting ditegakkan saat ini. Satu pemahaman bahwa pariwisata akan memberi pemasukan yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan buat daerah.
      Misalnya Pak Gubernur akan menjadikan Bono sebagai destinasi utama pariwisata. Nah daerah lain bisa ambil peran agar destinasi ini berhasil dikembangkan. Jika Siak sudah terkenal dengan kegiatan Tour de Siak-nya, ada satu etape yang finisnya di lokasi bono. Inilah sinergi yang saya maksud.
      Atau kalau Pak Gubernur ingin menjadi Tour de Siak sebagai kegiatan utama dalam pariwisata, daerah lain harus mendukungnya dengan penambahan etape. Jangan pula membuat kegiatan serupa lalu mengubah nama sesuai daerahnya. Sinergilah. Kita pasti bisa untuk semua ini.(*)

Kamis, 21 Maret 2019

Tonjolkan Keunikan

BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Untuk apa  bapak ibu pergi ke tempat wisata? Saya yakin, jawabannya untuk menikmati keindahan. Mencari ketenangan. Refreshing. Ini tentu jawaban yang umum. Banyak orang pergi berwisata ingin bersenang-senang. Tak mau bersusah-susah.
      Korelasinya apa? Kalaulah nawaitunya untuk bersenang-senang, orang ingin mencari jalan gampang. Mau ke  suatu tempat itu tidak bersusah-susah. Harus lengkap fasilitas. Mudah dijangkau dan tentunya aman. Ini saja bapak dan ibu kuncinya. Kalau semua ini sudah tersedia, tak payahlah menjual suatu tempat wisata.
      Ya, accessibility. Ini yang harus jadi program utama. Makanya, tak usahlah banyak-banyak membuat destinasi pariwisata. Fokus satu tempat. Lalu dikelola dengan baik. Dibangun akses jalan. Disediakan fasilitas pendukung. Kalau ini yang dilakukan, saya yakin pariwisata kita di Riau ini akan jalan.
      Fokus satu tempat destinasi, apa yang jadi patokan? Ya carilah satu destinasi yang tidak dimiliki daerah lain. Memiliki keunikan.  Ada Bono. Ada Candi Muaratakus. Ada  Istana Siak. Nah, pemerintah harus fokus pengembangannya. Mana yang akan menjadi target utama. Itu yang difokuskan pembangunannya.
      Kalau pemerintah sudah menetapkannya dan ada keunikan di sana, mari sama-sama kita dukung. Didukung di daerah dan juga di Jakarta. Banyak toh tokoh-tokoh Riau di Jakarta. Sama-sama kita bangun destinasi tersebut. Ayo seayun selangkah. Kalau satu destinasi sudah terbangun dengan baik. Sudah terkenal, tinggal sinergi antar daerah-daerah sekitarnya. Ayo…kita bisa untuk itu.(*)

Rabu, 20 Maret 2019

Fokus Destinasi Utama


BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Ingin wisatawan datang lebih banyak ke Riau, kuncinya harus fokus pada satu destinasi. Harus ada satu destinasi wisata utama. Cakupannya tentu destinasi yang belum dimiliki daerah lain. Yang indah. Yang aneh. Yang langka dan yang mudah aksesnya.
      Berikutnya, destinasi itu dikeroyok ramai-ramai. Pemerintah menyediakan infrastruktur. Terutama accessibility. Jalan. Dibangun yang cantik. Yang lebar. Dibuat jalan tembus. Pokoknya, jalannya harus bagus. Nggak rugi kok pemerintah buat jalan bagus. Rakyat senang, pahala pun dapat. Amal jariyah.
      Jalan tersedia, berikutnya infrastruktur pendukung bisa dibangun perusahaan-perusahaan yang ingin membangun image-nya. Banyak kok perusahaan yang mau branding produknya di lokasi wisata. Banyak perusahaan yang mau bangun tempat duduk. Bikin tugu. Buat gazebo. Makin mudah orang datang, makin tinggi daya kunjungnya. Maka, makin banyak pula yang mau promosi di lokasi wisata tersebut.
      Begitu satu destinasi ini terkenal, ini akan berefek ke tempat-tempat lainnya. Kita bisa menjual destinasi lainnya di provinsi ini. Bali, siapa sih yang tidak kenal. Dulu kan pertama sekali hanya menjual Pantai Kuta. Orang datang ke pulau ini hanya sekedar mau berjemur di pasir pantainya yang putih. Lalu ada yang sekedar cuci mata.
      Begitu Pantai Kuta terkenal, Bali pun jadi mudah menjual yang lain. Yang pertama dapat imbas positifnya tentunya di sekitaran pantainya. Naik ke darat, lalu ke sungai, ke danau sampai ke gunungnya. Semuanya pun mudah menjual. Ada paket budaya. Paket kerajinan. Pokoknya sangat mudahlah langkah berikutnya.
      Dalam penentuan destinasi utama, ego sektoral daerah lain harus dikesampingkan. Pokoknya, ada yang dijual ke dunia luar sesuatu yang wah…sesuatu yang tidak dimiliki daerah lain. Satu suara untuk ke luar. Libatkan semua unsur daerah. Jangan takut uang keluar. Jangan takut berinvestasi. Kita bisa untuk semua itu.(*)

Selasa, 19 Maret 2019

Pariwisata itu Investasi



BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Seperti saya katakan sebelumnya, pariwisata itu bisnis yang nyaris tak ada matinya. Selagi orang ingin bepergian, saat itu pula pariwisata akan tetap hidup. Yang bisa mati itu tempat wisatanya. Apalagi kalau dibiarkan begitu saja tanpa ada pembaharuan. Tanpa investasi.
      Ya, investasi. Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan pada masa depan.
      Seperti apa investasinya? Investasi utamanya adalah accessibility. Orang mau datang ke suatu tempat wisata kalau ada transportasinya. Tersedia pesawatnya. Ada kapalnya. Ada petanya. Ada pelabuhannya. Ada stasiunnya. Ada bandaranya. Bagus jalannya. Ini hanya yang penting. Kalau semua ini tersedia, tempat wisata tak akan mati.
      Cina salah satu negara yang serius dalam investasi pariwisata. Bulan lalu saya ke Jiuzhaigou, Chengdu, Cina. Kotanya kecil. Diapit gunung-gunung. Jiuzhaigou adalah taman nasional suaka alam di Sichuan. Tepatnya di Nanping, sekitar 450 km arah utara dari Kota Chengdu. Dalam satu hari, turis yang masuk ke kota ini sekitar 7.000 orang dari berbagai penjuru dunia. Tujuan utamanya adalah Jiuzhuai Valley National Park.
       Cina membangun akses jalan yang lebar menuju taman nasional. Sampai ke puncak gunung, ada jalan beraspal. Tersedia ratusan bus untuk antar jemput turis. Yang dilihat cuma danau. Terus, air terjun. Tapi, fasilitas benar-benar dilengkapi. Di tepi danau dibangun track atau jalan kecil dari kayu. Kebersihan dijaga. Toilet banyak tersedia.
      Kita juga bisa seperti Cina. Perlu keberanian berinvestasi. Kalau pemerintah, tentunya bisa investasi dengan membangun jalan yang mulus. Atau membuka jalan agar lebih dekat ke suatu tempat wisata. Kalau akses sudah tersedia, tinggal pembenahan di lokasi wisatanya. Pembenahan fasilitas dan pembenahan sumber daya manusia di lokasi wisata.
      Pak Gubernur, pak Bupati, bapak-bapak di DPRD dan semua pejabat terkait harus bisa mengubah pola pikir dalam pembangunan. Kalau mau wisata maju, pembangunan infrastruktur jalan harus diutamakan. Jalan bisa membuka semuanya. Bisa dinikmati bersama. Kalau kita sudah seayun sejalan, saya yakin wisata jadi andalan kita kedepannya. Ayo…kita bisa.(*)

Senin, 18 Maret 2019

Pariwisata itu Bisnis


BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Pariwisata itu bisnis yang nyaris tak ada matinya. Selagi orang ingin bepergian, saat itu pula pariwisata akan tetap hidup.
     Dalam dekade terakhir, industri pariwisata menjadi salah satu sektor ekonomi dengan pertumbuhan paling tinggi. Melebihi minyak bumi, industri makanan atau kendaraan bermotor. Bagi sebagian negara, pariwisata menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi. Industri pariwisata yang dikelola serius, terbukti dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan suatu wilayah.
     Layaknya bisnis, perlakuan untuk pariwisata adalah menjual. Dalam bisnis ada empat komponen utama, yaitu strategi inti, sumber daya strategis, perantara pelanggan dan jaringan nilai. Siapa yang bisa menjalankan ini? Ya, tentunya pemilik bisnis tersebut.
     Jadi perlakukanlah pariwisata seperti perusahaan. Perusahaan didirikan untuk menghasilkan profit yang banyak. Menghasilkan banyak uang. Bisa menyejahterahkan karyawan. Bisa ekspansi. Ada reward dan punishment.
     Jangan perlakukan pariwisata sebagai program. Kalau ini terjadi, alamat tak akan maju-maju. Sibuk nak program ini, program itu.Tak ada yang fokus. Ini dijual, itu dijual. Padahal orang tak tahu rasanya. Hasil akhirnya terbengkalai. Tak ada yang laku untuk dijual. Modal pun terbenam.
     Karena pariwisata itu bisnis, Pak Gubernur atau Pak Bupati harus mendudukan seorang ‘manager’ untuk menanganinya. Pariwisata perlu orang yang fokus. Pariwisata perlu orang yang bekerja tanpa mengenal waktu. Ada target untuk sang manager.
     Ayo Pak Gubernur, Pak Wali Kota, Pak Bupati dan bapak ibu semuanya. Kita bisa melakukan ini. Kita bisa jadikan pariwisata Riau yang molek ini menjadi bisnis yang menggiurkan. Kunci bisnis adalah managerial dan kerja, kerja, kerja.

Sabtu, 16 Maret 2019

Riau Kami Molek

BAPAK Gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten. Pak Kadis Pariwisata, bapak-bapak dan ibu semua yang saya hormati. Kita bisa jadikan Riau sebagai destinasi pariwisata. Kita bisa seperti Malaysia. Bisa seperti Singapura. Kita bisa seperti mereka. Dan kita sama-sama berada di perlintasan Selat Melaka.
     Mari lupakan minyak bumi. Selama ini kita sama-sama terlena dengan minyak. Ketika harganya tidak seberapa, kita pun terhenyak. Seakan semua kita jadi melarat. Ternina bobok dengan uang minyak.
     Sudahlah. Ayo kita bangun. Banyak yang lebih menggiurkan dari pada minyak. Eksplor minyak kita lupakan dulu. Mari kita eksplor keindahan alam dan keberagaman budaya negeri ini. Jangan dengar kata-kata negatif orang tentang alam kita. Ayo bersama kita katakan kepada mereka: Riau Kami Molek.
     Dari tepian Selat Melaka ada Pantai Rupat nan indah. Ada Kota Bagansiapi-Api yang melenggenda dengan Bakar Tongkangnya. Ada Pulau Jemur dan Pulau Arwah dengan spesies penyu yang terkenal. Itu di laut. Ke darat, ada sungai terdalam di Indonesia. Sungai Siak. Di lekuk sungai berdiri Istana Siak. Ada Bono yang mendunia. Ada Pacu Jalur. Ada Candi Muara Takus. Banyak danau dan beragam budaya. Banyak dan banyak yang lain lagi.
     Kita punya semua. Semua itu emas. Harganya tidak akan jatuh. Kita akui selama ini kita cuai. Ya sudahlah. Itu masa lalu. Ayo kita melek wisata. Kita semua. Sinergi langkah efektif. Kebersamaan modal utama. Ayo bangun pariwisata Riau. Kita Bisa!

Jumat, 15 Maret 2019

Ketika Robot AI Melampaui Kerja Wartawan

Era industri 4.0 (four point zero), mau tak mau harus kita jalani. Kini masanya era kecerdasan artifisial, internet, digitalisasi, jaringan, dan system cyber-physical. Siap-siap, humas ataupun wartawan akan digantikan oleh robot.

SAYA bermenung sejenak, ketika Ngakan Timur Antara, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian, menyampaikan dalam presentasinya di hadapan ribuan peserta Konvensi Humas 4.0, bahwa humas atau wartawan akan digantikan oleh robot. Bagaimana nasib saya dan wartawan lainnya beberapa tahun ke depan?
     “Xiaomingbot mengejutkan dunia wartawan. Robot dengan kecerdasan buatan bernamai AI buatan Cina melampaui kerja para wartawan yang meliput Olimpiade di Rio de Janeiro Brazil. Dalam sehari, tak tanggung-tanggung robot tersebut menghasilkan 58 berita,” kata Antara di Ballroom XXI Djakarta Theater, Selasa (11/12).
     Xiaomingbot kata Antara, menulis laporan untuk layanan berita Taoutiao. Mengirimkan tulisan dengan jeda waktu dua menit setelah pertandingan berakhir. Selama dua pekan olimpiade, robot jurnalis ini menggarap 450 berita.
     Ada lagi robot bernama Jia Jia. Kata Antara, robot mirip manusia Cina bernama Jia Jia melakukan wawancara langsung dengan Kevin Kelly, seorang jurnalis dan pengamat teknologi AS yang terkenal. Wawancara iti adalah percakapan interaktif pertama di dunia antara reporter kecerdasan buatan dan seorang manusia.
     Robot AI, jelasnya, diprogram untuk mempelajari keterampilan, mengenali wajah dan interaksi manusia dilengkapi dengan sistem berbasis cloud untuk penyimpanan memori. “Robot AI tidak dapat menggantikan jurnalis manusia dalam jangka pendek. Mereka masih kekurangan kemampuan perencanaan dan kreativitas. Namun para ahli melihat masa depan yang cerah untuk pengembangan AI,” kata Antara lagi.
     Ini semua, ungkap Antara adalah industri 4.0. Industri ini juga menjadi agenda nasional. Ada lima sektor dipilih untuk dijadikan prioritas dalam program Making Indonesia 4.0. Makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik serta kimia. Akan ada pergeseran tenaga kerja dengan teknologi 4.0. Ada penambahan 10 juta lapangan kerja. 2030, Indonesia masih berada alam bonus demografi. Banyak anak-anak mudanya. Ini kekuatan bangsa.
    “Opini yang terbangun di masyarakat dan humas awalnya bekerja di offline, lalu online dan ramai media sosial. Maka setiap orang akan jadi pemberita, bebas menyampaikan opini. Di sini kritikan bagi humas sekarang. Opini berbasis data yang benar harus dilempar untuk membangun kekuatan bangsa tersebut,’’ ujar Antara.
      Perbincangan kian menarik soal Humas 4.0 ketika Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengulas soal kuantum. “Setiap orang adalah partikel kecil dari sebuah perubahan besar. Kita adalah partikel tersebut. Kalau kita partikel-partikel energi dan bersatu, semuanya akan jadi,” kata Moeldoko.
     Kita, kata Moeldoko, saat ini  hidup di zaman destruption. Inovasi menggatikan semua sistem lama dengan baru. Mengganti pemain lama kepada baru. Teknologi lama kepada baru yang efisien. Ada sesuatu yang tak terlihat. Musuh yang tak terlihat. “Indonesia bicara baik kita apresiasi. Hastag Perhumas sangat baik, cukup berenegri. Semua kita terlibat dan melibatkan diri untuk tagline ini,” ajaknya.
     Diungkapkannya, dunia berubah sungguh sangat cepat, penuh risiko, kompleksitas, suprise. Kadang tak bisa mengikuti lompatan yang terjadi. Kalau tidak melakukan inovasi, akan mati. Harus melakukan sesuatu yang baru. Melakukan sesuatu yang berbeda. Ada rumus 3C+1i: complex problem solving, critical thinking, creative dan innovation. Ini sarana menghadapi situasi yang terjadi. Harus punya pola pikir kecepatan.
     Moeldoko menyampaikan sembilan pola pikir kecepatan eksponensial masa kini. Harus respon cepat, tidak terhambat. Realtime begitu diterima, seketika diolah. Followup langsung ditindaklanjuti, tidak ditunda. Mencari jalan, bukan mati langkah. Mengendus informasi dengan kebenaran, bukan menerima tanpa menguji. Penyelesaian secara paralel, bukan serial. Dukungan teknologi informasi, bukan manual. 24/7 (24 jam sehari, 7 hari dalam sepekan), bukan 8 to 5 (dari pukul 8 pagi sampai 5 sore). Terakhir, connected, bukan terisolasi.
     Cukup lengkap dan banyak informasi kekinian untuk kaum milenial maupun ‘kolonial’ yang disampaikan pada Konvensi Nasional Humas 2018, yang diselenggarakan Perhumas selama dua hari. Walau setiap pembicara hanya dijatah 15 menit, namun saripati presentasi yang sarat dengan industri 4.0 keluar bak air deras.
     Selain, Moeldoko, Menteri Komunikasi dan Informatika  Rudiantara juga menyampaikan materi. Ada juga Danang Rizki Ginanjar, Kepala Bappenas dan Staf Khusus Menteri PPN, Wanda Pusponegoro, Staf Khusus Kementerian BUMN dan beberapa CEO perusahaan swasta di tanah air.(mhd nazir fahmi)

Pikiran Jangan Kalah Cepat dengan Jempol

Ada dua kalimat yang sarat dengan nilai di Konvensi Humas 4.0, 10-11 Desember 2018 lalu. Pertama; humas jangan kalah dengan jempol. Dua; pikiran jangan kalah cepat dari jempol. 

DUA pernyataan itu keluar dari mulut orang berbeda. Tempat pun tak sama. Kalau kalimat pertama diungkapkan Agung Laksamana, Ketua Umum BPP Perhumas di Istana Negara saat menyampaikan sambutan di pembukaan Konvensi Nasional Humas 4.0. Di hadapan Presiden Joko Widodo. Kalimat kedua disampaikan R Niken Widiastuti, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik di arena Konvensi Nasional Humas 4.0.
       Agung dengan lugas menyampaikan agar humas tidak kalah dengan jempol. Maknanya, peran humas yang mestinya menyampaikan sesuatu dengan baik, seringkali kalah dengan jempol. Ganti status di media sosial melalui gawai. Tanpa cek kebenaran sebuah informasi. Akhirnya bertebaranlah kabar-kabar bohong alias hoax. Kalimat-kalimat yang sering menyakitkan hati. Semestinya, di era 4.0 (Baca: four point zero), bisa berbicara baik. Harus, Indonesia bicara baik.
        Kontan saja, Presiden Joko Widodo mengapresiasi upaya Perhumas ingin menciptakan Indonesia bicara baik. Sangat mengapresiasi gerakan di media sosial dengan tagar #IndonesiaBicaraBaik.  “Saya sangat setuju dengan gerakan Indonesia Bicara Baik. Ini sebuah ajakan untuk hijrah dari pesimisme menuju optimisme. Ajakan hijrah dari semangat negatif ke positif, dari hoax ke fakta, dari kemarahan ke kesabaran, dari hal yang buruk-buruk ke yang baik-baik, serta hijrah dari ketertinggalan menuju kemajuan,” ucapnya.
      Gerakan sosial itu dirasa tepat dilakukan di tengah melubernya konten-konten negatif, provokatif, dan kabar bohong yang akhir-akhir ini sering dilihat. Presiden menyebut, informasi-informasi negatif tersebut terkadang memang sengaja disebar untuk membangkitkan rasa takut dan pesimistis. “Menghadapi hal itu, memang tidak cukup dengan regulasi dan penegakan hukum. Diperlukan literasi digital sehingga masyarakat tidak hanya mampu menggunakan teknologi informasi, tetapi juga mampu memilih dan memilah informasi,” kata Presiden.
     Presiden mengajak para praktisi kehumasan, baik di jajaran swasta maupun pemerintahan, untuk menjadi agen perubahan. Insan humas Indonesia tetap harus konsisten dalam menebarkan optimisme di tengah masyarakat.
     Dalam pada itu, R Niken Widiastuti, mengajak insan humas negara, yaitu seluruh masyarakat Indonesia untuk berbicara baik seperti yang selama ini digaungkan Perhumas. “Sekarang ini sering pikiran kalah cepat daripada jempol,” katanya saat presentasi.
    Tantangan yang sedang dihadapi oleh humas pemerintah saat ini, kata Niken, bukan hanya perkembangan teknologi informasi 4.0 atau digital 4.0, melainkan juga keterbukaan informasi, perkembangan masyarakat, mediamorfosis, dan era post truth. Maraknya hoax yang beredar mengakibatkan perubahan persepsi masyarakat. Mereka menjadi emosional tanpa menyelidiki informasi atau pesan tersebut lebih dalam.  Masyarakat yang mudah emosional ini perlu diedukasi melalui komunikasi publik dan endorsement oleh opinion leaders.
Rekomendasi Humas 4.0
     Sadar akan pentingnya peran Humas, Konvensi Nasional Humas 2018 mengeluarkan lima poin rekomendasi yang nantinya bisa dijadikan sebagai acuan untuk praktisi humas di berbagai lintas sektor industri di Indonesia.  Mulai dari pemerintah, swasta dan organisasi kelembagaan. 
     Ketua Umum BPP Perhumas, Agung Laksamana menyebutkan, kelima rekomendasi tersebut. Pertama, karakter. Humas 4.0 harus memiliki karakter yang adaptif, wawasan global, kreatif, digital, semangat terus belajar (contious learning) , speed dan responsive dan punya agenda setting. Selain itu humas juga harus mengedepankan sikap membela kepentingan NKRI. Ini penting untuk melihat sejauh mana integritas para praktisi humas di Indonesia.
     Kedua, Kolaborasi. Humas 4.0 harus memiliki spirit kolaborasi yaitu komunikasi strategis yang dibangun antar lembaga, tidak boleh lagi ego sektoral. Ketiga, Kebijakan. Khusus untuk humas pemerintah, perlu ada reposisi peran humas secara tepat sehingga bisa bekerja lebih efektif dan tepat sasaran. Pemerintah diharapkan membuat regulasi yang mengikuti perkembangan zaman.
    Keempat, Kompetensi. Untuk mendukung Roadmap Making Indonesia 4.0, Perhumas akan meluncurkan akreditasi humas 4.0 dimana nantinya semua humas harus memiliki standart kemampuan soft skill berbasis digital. Pemerintah diharapkan mewajibkan para praktisi humasnya untuk mengambil sertifikasi tersebut agar humas memiliki kompetensi yang memiliki daya saing yang kuat.
    Kelima, Kode Etik Kehumasan. Kode etik Perhumas harus segera direvisi menjadi kode etik humas 4.0 sehingga memiliki komitmen dan integritas tinggi terhadap pekerjaan yang dijalankannya.
    “Lima rekomendasi ini kalau dianalogikan seperti software-nya ya. Chip-nya itu di dalam harus merah putih NKRI. Jadi Humas 4.0 wajib memiliki karakter yang adaptif, global mindset, kreatif, faham digital, continues learning, speed dan responsive, memiliki agenda setting dan kolaboratif serta tidak ego sektoral, ” ujar Agung.(mhd nazir fahmi)

Serius Bertarung, Hasil Akhir di Tangan Allah

Kami, Syamsuar dan Edy Nasution...
Tak hendak menjadi penguasa dan tukang perintah
Kami hendak menjadi pelayan dan pembela warga Riau yang susah
Yang menjadi korban dampak dari kemajuan di sekelilingnya
Atau yang masih terpuruk dan tertinggal

BAIT-bait kata di atas benar-benar telah menggetarkan hati. Dalam video berdurasi 1 menit ini, sempena hari raya Idul Fitri, Syamsuar menyampaikan isi hati dan janjinya. Kini, berkat keriusan, tekun dan kerja keras, Drs H Syamsuar MSi-Brigjend (Purn) Edy Natar Nasution setapak lagi akan menjadi pelayan dan pembela warga Riau.
     Kerja keras yang dilakukan, telah mengantarkan Syamsuar-Edy Nasution menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Riau terpilih. Berupaya maksimal sebagai bentuk ikhtiar yang diiringi dengan doa. Kunci utama semuanya tentunya keridhoaan Allah. Hasil akhirnya ada di tangan-Nya.
     Sejak dimulainya kampanye sesuai zona yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau, tanggal 15 Februari hingga 23 Juni 2018, pasangan Syamsuar dan Edy Nasution sudah melaksanakan kampanye sesuai permintaan masyarakat sebanyak 276 titik di 12 kabupaten/kota di Riau. 128 hari masa kampanye, benar-benar dimanfaatkan pasangan Syamsuar-Edy untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat. Kalau dirata-ratakan seluruh hari itu digunakan untuk kampanye, Syamsuar-Edy dalam satu hari mengunjungi dua lokasi.
      “Turun ke lapangan ini benar-benar menyerap aspirasi masyarakat. Mereka banyak berkeluhkesah. Tujuan utama masyarakat bagaimana mereka bisa menikmati pembangunan Riau. Ingin Riau lebih maju,” kata Syamsuar dalam sebuah kesempatan di Siak Sriindrapura.
      Menurut Syamsuar, ingin berhasil harus kerja keras. Tapi hasil akhir tetap di tangan Allah. Meminta yang terbaik kepada Allah. Berdoa dan didoakan. “Kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dan doa dari seluruh masyarakat Riau,” kata Syamsuar.
      Kekuatan doa banyak pihak telah mengantarkan pasangan ini memimpin Riau lima tahun mendatang. Banyak cerita-cerita menarik di kalangan pemilih usai mencoblos. Ada yang mengaku awalnya mencoblos nomor lain, di saat akan melobangi surat suara, hati langsung cenderung ke nomor 1. “Allah maha menggerakkan isi hati,” ujar Syamsuar.
     Dikenal sebagai sosok yang tegas, jujur dan santun, Drs H Syamsuar MSi memulai karirnya sebagai seorang PNS di Kabupaten Bengkalis. Selain sudah malang melintang di Kabupaten Siak, pada 2009 Syamsuar juga dipercaya memimpin kabupaten baru. Mendagri melantik Syamsuar sebagai Plt Bupati Meranti saat baru dimekarkan.
    Dengan fasilitas apa adanya (Kantor Bupati menggunakan Kantor Camat Tebing Tinggi Selatpanjang) Syamsuar menahkodai kabupaten paling bungsu di Provinsi Riau. Jerih payah yang didukung perangkat pemerintahan akhirnya menampakkan keberhasilan-keberhasilan yang ditinggalkan dan kemajuan yang diberikan bagi masyarakat Meranti, walaupun pada waktu itu hanya sebagai Plt saja. Pada tahun 2011, Syamsuar kembali memulai karirnya untuk berpolitik dan berhasil menjadi Bupati Kabupaten Siak.
    Selama menjabat sebagai Bupati Siak, banyak keberhasilan yang diraih bersama wakilnya Alfedri. Hubungan yang harmonis dan berkat kesungguh-sungguhannya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Negeri Istana, ratusan prestasi dan penghargaan telah diterima Syamsuar dari pemerintah pusat, provinsi serta pihak-pihak lainnya.
    Masyarakat di Kabupaten Siak sudah merasakan langsung hasil pembangunan, mulai dari
pembangunan jalan poros desa, jembatan, listrik, Waterfront City Sungai Jantan hingga proyek strategis nasional KITB. Sekolah, madrasah dan pondok pesantren dibangun. Termasuk MAN IC Siak, Gontor 14 di Sungai Mandau serta Akademi Komunitas Negeri. Juga ada program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada 2018. 4.000 hektare lahan dibagikan kepada masyarakat penerima manfaat TORA.
     Tentu saja menjadi kebanggaan serta dapat diacungi jempol. Tak percaya, jalan-jalanlah ke Kota Siak Sriindrapura. Nikmati kebersihan dan keasrian kotanya. Sejarah tetap dijaga, modernisasi berkelanjutan.
     Seperti yang dikatakan Syamsuar, pembangunan yang telah dilaksanakan Pemkab Siak dengan DPRD didukung seluruh lapisan masyarakat, secara umum telah menunjukan peningkatan. "Berbagai capaian pembangunan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Tentu, tanpa dukungan dari masyarakat Siak, mustahil semua ini bisa terwujud," katanya.
    Dijelaskannya, program-program pembangunan dan event-event daerah, baik yang berskala lokal, nasional maupun internasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadikan Kabupaten Siak sebagai pusat budaya Melayu di Indonesia.
    Soal zakat, Siak juga nomor satu. Sepanjang tahun 2017, Baznas Siak telah mengumpulkan Rp12 miliar dari dana zakat, dan telah didistribusikan kepada para mustahiq. Sejak 2011 hingga 2017, total zakat terkumpul Rp51.450.000.000. Telah didistribusikan dalam periode tersebut sebesar Rp49.350.000.000, dengan jumlah mustahik konsumtif yang dibantu sebanyak 30.126 orang, dan mustahik produktif sebanyak 3.719 orang.
    Syamsuar mengatakan, zakat bukan hanya sekedar pilar dalam agama, melainkan dijadikan Allah sebagai identitas muslim yang apabila tidak ditunaikan, maka seseorang belum dapat disebut sebagai muslim yang bersaudara dengan muslim lainnya. “Oleh karena itu zakat adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Semua tanaman dan buah-buahan yang tumbuh di atas bumi ini, merupakan hasil ciptaan Allah semata-mata,” kata Syamsuar.
    Semua cerita sukses Syamsuar selama memimpin Siak, ditunggu masyarakat Riau. Riau lebih baik, itulah harapannya. Harmonisasi hubungan antara Gubernur dan wakil juga hendaknya seharmonis Syamsuar-Alfedri. “Kami mohon dukungan dan doa segenap masyarakat Riau. Doakan kami sehat dan terus bisa mewujudkan Riau lebih baik,’’ tutupnya.(mhd nazir fahmi)

Dari Nol, Menuju Gedung Lantai Sembilan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau sudah menetapkan Drs H Syamsuar MSi-Brigjend (Purn) Edy Natar Nasution sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau terpilih. Selangkah lagi, dua putra terbaik Riau ini resmi memimpin di Bumi Lancang Kuning. Februari 2019 setelah dilantik, sahlah mereka menjadi orang yang menapaki gedung berlantai 9 di Jalan Sudirman.

BAGI masyarakat Riau, Drs H Syamsuar MSi bukanlah orang baru. Ketika memantapkan hati maju sebagai Calon Gubernur Riau, banyak pihak sudah menaruh harapan kepada Syamsuar. Banyak masyarakat yang mengaku mengenal dengan baik sosok ini dan banyak juga yang mengenal dari nama walau jarang jumpa.
    Di sebagian besar masyarakat di Kabupaten Siak, terutama kecamatan-kecamatan yang dulunya berada di bawah naungan Kabupaten Bengkalis, sosok Drs H Syamsuar MSi tidaklah asing lagi bagi mereka. Bapak tiga anak ini adalah orang lama yang sudah menapaki jalan-jalan kota hingga ke pelosok desa di Kabupaten Siak. Ketika ribuan ikan-ikan mati bergelimpangan di Sungai Siak, Syamsuar begitu besar perhatiannya kepada nelayan. Dengan berdayung sam¬pan, dia mengunjungi satu persatu perkampungan nelayan untuk mengobat hati rakyat. Inilah salah satu yang dilakukan Syamsuar ketika masih menjabat sebagai Camat Siak. 
     Syamsuar adalah pejabat yang cukup lama berada di Kabupaten Siak. Saat menjabat sebagai Wakil Bupati Siak, Syamsuar memilih tinggal di Kota Siak Sriindrapura. Sementara pejabat lain lebih memilih punya rumah di Pekanbaru, Syamsuar punya keputusan lain saat itu. Dia bangun rumah seder¬hana di depan musala di ibukota kabupaten.
    Saat ingin maju menjadi Bupati Siak pada 2011, Syamsuar pun berpasrah diri kepada Allah Sang Pencipta. “Ya Allah, sekiranya jabatan bupati ini baik bagi hambamu, dimana hamba dapat memberikan yang terbaik kepada masyarakat Kabupaten Siak, maka perkenankanlah ya Allah. Namun sekiranya tidak, hamba¬mu berlindung kepada-Mu dari segala fitnah dan cobaan kehidupan dunia yang fana ini.”
     Bait-bait doa yang penuh dengan penghambaan serta penyerahan diri kepada Allah SWT inilah yang terucap sebelum Drs H Syamsuar MSi ingin menyatakan maju sebagai calon Bupati Siak, kala itu. Munajat kepada Allah di tanah suci Makkah, akhirnya menguatkan dirinya maju bersaing dengan calon-calon lainnya, demi perubahan atau hijrah ke arah yang baik dari berbagai aspek di Kabupaten Siak.
     Dalam hal karir di birokrasi, Syamsuar beranjak dari nol atau bawah. Syamsuar berawal dari pegawai rendahan. Mulai dari pegawai honor, calon pegawai negeri golongan II/A karena tamatan SMA. Karena prestasinya, Syamsuar muda mendapat tugas belajar pada APDN Pekanbaru. Keinginan terus menambah ilmu pengetahuan membuat Syamsuar hijrah ke Medan demi S1 yang diambilnya di FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Karena statusnya sebagai pegawai negeri, dia pun mengambil jurusan yang searah dengan pekerjaan yakni Jurusan Administrasi Negara. Keiinginan terus menimba ilmu walau begitu sibuk sebagai
Wakil Bupati Siak kala itu, tidak pernah menyurutkan hatinya untuk meraih gelar S2. Dengan mengambil Jurusan Manajemen Pemerintahan Daerah dan Politik Lokal di FISIP Universitas Riau, tahun 2005, Syamsuar berhasil meraih gelar MSi.
    Seabrek pengalaman kerja sudah disandang dan dilalui oleh suami Hj Misnarni ini. Dimulai dari seorang buruh kontraktor,  pegawai honor, pegawai kantor Camat Kubu, Sekretaris Wilayah
Kecamatan Siak, Camat Siak semasa Kabupaten Bengkalis, Camat Tanjungpinang Barat, Asisten Tata Praja, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, Wakil Bupati Siak hingga menjadi bupati dua periode.
    Sebagai seorang pamong, Syamsuar telah teruji kepemimpinannya. Dia dekat dengan rakyat, peduli terhadap masyarakat miskin, tanggap terhadap permasalahan masyarakat. Sering turun ke desa-desa, itulah yang dilakukan untuk melihat secara langsung kehidupan masyarakatnya. 
Hal yang tidak dia sukai adalah laporan asal bapak senang (ABS). Kalau bawahannya salah, dia tidak segan-segan langsung menegur dan semua itu demi kebaikan sang pegawai dan masyarakat yang dilayani. Teguran langsung tersebut sering disalahartikan oleh bawahannya dan tak jarang pula, Syamsuar dimusuhi gara-gara mengatakan yang benar tersebut.
     Dalam berbagai urusan, Syamsuar tidak pernah mempersulit masyarakat. Amanah, jujur dan adil adalah sikap keseharian dari Syamsuar. Mengayomi, ramah, agamis, tegas dalam menegakkan kebenaran dan keadilan merupakan sikap hidupnya. Ingin jumpa Syamsuar tidak payah-payah. Di rumah, di kantor atau di mana saja, sewaktu-waktu bisa berjumpa dan berkeluhkesah. Dari waktu ke waktu, karirnya terus meningkat. Hal ini terlihat dalam pengalaman jabatan dalam pemerintahan.(mhd bazir fahmi)



Biodata
Nama: Drs H Syamsuar MSi
Tempat/Tgl Lahir: Jumrah/8 Juni 1954
Alamat Rumah: Jalan Sultan Syarif Hasyim, Siak Sriindrapura
Agama: Islam
Nama Istri: Hj Misnarni
Anak-anak: Muhammad Andri, Muhammad Rizki Saputra dan Muhammad 
Zikri Bintani
Riwayat Pendidikan
2005: S2 FISIPOL Unri Pekanbaru
1990: S1 FISIPOL Universitas Sumatera Utara, Medan
1987: APDN Pekanbaru
1972: SMAN Bengkalis
1969: SMPN Bagansiapi-Api
1966: SDN Jumrah

Riwayat Pekerjaan

Buruh kontraktor
Pegawai honor
Pegawai kantor Camat Kubu
Kasubag Protokol Kabupaten Bengkalis
Kasubag Rumahtangga Kabupaten Bengkalis
Ajudan Bupati Bengkalis Johan Syarifudin
Sekretaris Wilayah Kecamatan Siak,
Camat Siak semasa Kabupaten Bengkalis (1996-1999)
Camat Tanjungpinang Barat (1999-2000)
Asisten I Tata Praja (2000)
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak (2000-2001)
Wakil Bupati Siak (2001-2006)
Sekretaris KPU (2008)
Wakil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2008)
Kepala Inspektorat Riau (2008-2010)
Pejabat Bupati Kepulauan Meranti (2009)
Bupati Siak (2011-2016)
Bupati Siak (2016-2021)
Gubernur Riau

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...