Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Mei 2008

Polemik Angka 23 Berakhir Sudah


Proses Panjang Pembangunan Jembatan Siak Sriindrapura

DUA menara setinggi 80 meter sudah tertancapkan ke dasar Sungai Siak tak jauh dari Istana Siak Sriindrapura. Badan jembatan dengan konstruksi cable stay sudah pula menyatukan menara tersebut dengan tanah dari dua sisi berbeda jembatan itu. Dua menara itu masih belum terhubung antara satu sama lainnya. Angka 23 terlihat dengan jelas dari kejauhan.
Walau belum selesai, tapi sejak Februari 2005 lalu, tidak ada lagi aktivitas pembangunan di jembatan tersebut. Alat-alat berat yang sebelumnya bersiliweran ke sana ke mari dengan deru mesinnya yang memekakkan telinga juga tidak nampak lagi. Barak-barak pekerja pun sudah tidak ada penghuninya. Mereka untuk sementara istirahat menjelang polemik ketinggian jembatan berakhir.
Angka 23 yang terpampang dengan jelas di antara dua tiang menara yang menandakan ketinggian jembatan itu dari permukaan air inilah yang menjadi polemik berkepanjangan sejak dua tahun silam. Pemerintah Kabupaten Siak sengaja membuat setinggi itu dengan maksud untuk menyelamatkan Sungai Siak yang tercemar berat. Namun Pemko Pekanbaru menentangnya, karena alasan akan mematikan perekonomian pelabuhan di Kota Bertuah.
Sebelas hari menjelang 2006, keputusan yang ditunggu-tunggu masyarakat Siak Sriindrapura datang jua. Jembatan megah sepanjang 800 meter yang diminta dihentikan pembangunannya sejak tanggal 15 Februari 2005, mulai 20 Desember lalu sudah diperbolehkan kembali dilanjutkan dengan ketinggian 23 meter.
Awalnya, rencana pembangunan jembatan di Kota Siak Sriindrapura yang melintasi alur Sungai Siak betul-betul membuat berbagai pihak terutama yang berkepentingan kasak-kusuk. Seperti Pekanbaru, menantang sangat kuat rencana pembangunan jembatan yang berketinggian 20 meter dari permukaan air Sungai Siak.
Alasan mereka, kapal-kapal yang mengangkut berbagai keperluan untuk kota ini dan bersandar di dermaga Pelindo I tidak bisa masuk lagi karena ketinggian jembatan yang tidak maksimal. Pekanbaru mau jembatan tersebut dibangun, tapi harus lebih tinggi dari rencana Pemkab Siak.
Tahap demi tahap dilalui petinggi-petinggi Siak untuk meyakinkan banyak pihak atas pentingnya pembangunan jembatan tersebut. Pada 10 Juli 2002, dimulaikan sosialisasi dengan mengadakan presentasi rencana pembangunan jembatan itu di Hotel Pangeran, Pekanbaru.
Pada presentasi yang dihadiri pejabat dari Gubernur Riau dan jajarannya, bupati dan wali kota, akademisi, Adpel, Pelindo, Kadin, DPC INSA Riau, tokoh masyarakat dan pemakai jasa perhubungan di Sungai Siak, dikemukakan ketinggian jembatan 20 meter dari air pasang tertinggi.
Kontan saja, presentasi ini menuai protes. Pemko Pekanbaru, termasuk Adpel minta ketinggian dinaikkan menjadi 30 meter. Adpel Bengkalis minta 27 meter. Gubernur Riau, waktu itu H Saleh Djasit lalu menetapkan ketinggian ditambah 1 atau 2 meter lagi, bukan 20 meter. Design-nya pun diubah menjadi 23 meter.
Dua bulan setelah itu, tepatnya tanggal 5 September 2002, Pemkab Siak melakukan ekspos di Departemen Perhubungan Jakarta. Semula ekspose tersebut hanya ditujukan untuk mempresentasikan Kawasan Industri Buton (KIB), namun Direktorat Perhubungan Laut mengalihkan pada pembangunan jembatan Siak. Yang hadir, Sekditjen Hubla, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan, Perangkat Departemen Perhubungan dan Ditjenla lainnya, Kadishub Riau, Adpel Pekanbaru, Adpel Sungai Pakning, Direksi PT Pelabuhan I Medan.
Hasil persentasi, Tim Ditjenla akan melakukan peninjauan lapangan. Namun setelah melewati batas waktu 90 hari sejak persentasi, Tim Ditjenla tidak turun. Karena tidak adanya keputusan yuridis Menteri Perhubungan, maka diputuskanlah untuk memulai pembangunan pada 31 Desember 2002 dengan melakukan pemancangan tiang pertama.
Delapan belas bulan sejak dipancangkan tiang pertama, tidak ada protes dari pengguna jasa Sungai Siak maupun pihak-pihak lainnya. Pembangunan jembatan terus dilanjutkan hingga mencapai kemajuan fisik 55 persen. Merasa sukses di Siak Sriindrapura, petinggi di pemerintahan Siak membuat rencana pula untuk membuat jembatan di Perawang.
Pada 27 Januari 2004, Bupati Siak berkirim surat ke Dinas Perhubungan Provinsi Riau tentang izin clearence Jembatan Perawang yang terletak di alur Sungai Siak sekitar 35 mil dari Siak Sriindrapura dan dilanjutkan pada 3 Februari 2004, Pemkab berkirim surat ke Menteri Perhubungan Cq Direktur Jenderal Perhubungan Laut soal izin clearence Jembatan Perawang dengan tinggi 23 meter.
Pada 18 Oktober 2004, keluar SK Menteri Perhubungan RI yang menetapkan tinggi clearence Jembatan Siak 30 meter dan Jembatan Perawang 23 meter. Hal ini dinilai aneh karena kedua jembatan terletak pada satu alur sungai, namun kenapa ketinggiannya mesti berbeda.
Di tengah menderunya mesin-mesin di Jembatan Siak, polemik pun semakin melaju pula. Bulan April 2004, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Departemen Perhubungan RI meninjau ke lokasi Jembatan Siak dan meminta hasil notulen rapat yang diadakan di Hotel Pangeran Pekanbaru pada tanggal 10 Juli 2002 dan pernyataan Gubernur Riau waktu itu H Saleh Djasit SH tentang ketinggian Jembatan Siak 23 meter. Juga meminta lagi rekomendasi Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE.
Setelah proses berjalan dua tahun, tepatnya 29 Juli 2004, muncul pengaduan PT Manunggal Sejati (MS) di PTUN Pekanbaru. Setelah melalui 12 kali persidangan, dinyatakan gugatan PT MS tidak diterima oleh PTUN -- 6 Desember 2004.
Namun, Surat Mendagri Nomor 630/1043/OTDA, ditujukan ke Gubri pada 23 Agustus 2004, semakin memperuncing polemik. Surat itu intinya menyarankan Pemprov Riau untuk mengambil langkah-langkah/meninjau ulang pembangunan jembatan Siak agar mencapai ketinggian 30 meter.
Hal ini pun ditindaklanjuti Gubri melalui rapat di Kantor Gubernur Riau yang dihadiri oleh Sekwilda Tingkat I Riau, Wakil Wali Kota Pekanbaru, Bupati Siak diwakili Assisten II serta Dinas Perhubungan dan Dinas Kimpraswil. Hasilnya, ketinggian jembatan Siak tidak bisa dinaikkan atau ditinggikan lagi, karena fisik pekerjaan saat itu telah mencapai 55 persen.
Permohonan untuk tidak melanjutkan pembangunan jembatan terus bergulir. Pada 30 Agustus 2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) membuat surat kepada Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri, perihal permohonan tidak melanjutkan pembangunan Jembatan Siak yang tembusannya disampaikan ke Gubernur Riau. Hal ini telah ditindaklanjuti dengan rapat di Kantor Gubernur Riau, bahwa hasil rapat juga tetap tidak dapat menambah ketinggian Jembatan Siak dari 23 meter menjadi 30 meter dari permukaan air tertinggi (HWL), hal ini didasarkan pada kemajuan fisik Jembatan Siak saat itu telah mencapai 55 persen.
18 Oktober 2004, digelar rapat di Departemen Dalam Negeri yang dihadiri unsur berbagai departemen, disepakati; mengingat Pembangunan Jembatan Siak kemajuan fisiknya sudah mencapai 70 persen dan hal ini tidak memungkinkan lagi untuk menambah ketinggian Jembatan Siak lebih dari 23 meter. Sesuai penjelasan Tim LAPI-ITB dan Departemen Kimpraswil, maka telah ditawarkan solusi dengan prinsip saling menguntungkan dan disepakati bersama oleh pihak terkait adalah pertama, mempercepat pembangunan Pelabuhan Buton dengan biaya APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Kedua, jadwal pembangunan Jembatan Siak disesuaikan dengan pembangunan Pelabuhan Buton. Ketiga, pemerintah pusat akan membentuk tim koordinasi terpadu lintas departemen/LPND untuk melakukan supervisi pelaksanaan kegiatan tersebut. Keempat, kesepakatan tersebut dalam huruf a s/d c di atas akan disampaikan kepada Gubernur Riau selaku wakil pemerintah pusat di daerah dengan surat Meteri Dalam Negeri.
Di hari yang sama, juga dilaksanakan rapat di Depdagri yang mengeluarkan surat Menteri Perhubungan RI Ad-interim yang menyatakan clearence Jembatan Siak 30 meter dari muka air tertinggi dan untuk Jembatan Perawang 23 meter.
Di tengah polemik, pembangunan jembatan tetap dilanjutkan. Pada 11 Januari 2005, rapat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) yang dihadiri lintas departemen yang waktu itu tidak dapat mengambil keputusan dengan adanya surat Menteri Perhubungan RI tanggal 6 Januari 2005 yang menetapkan clearence Jembatan Siak final 30 meter dan Jembatan Perawang clearence 23 meter, Bupati Siak saat itu tidak bisa menerima himbauan surat Menteri Perhubungan RI tersebut, maka sepakatlah oleh pimpinan rapat akan membentuk tim terpadu untuk meninjau langsung ke lapangan.
15 Februari 2005 dengan nomor surat 621.22/367/ST yang ditujukan kepada Bupati Siak perihal Pembangunan Jembatan Siak dengan Rekomendasi surat Menteri Perhubungan RI Nomor AJ.00/I/I.PHB.2005 tanggal 6 Januari 2005 dan surat PT Manunggal Sejati tanggal 20 Desember 2004 serta surat tanggal 10 Januari 2005 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri yang tembusannya kepada Presiden RI, maka Menteri Dalam Negeri menginstruksikan pada Bupati Siak yang intinya, pertama, pembangunan jembatan di Sungai Siak dengan ketinggian hanya 23 meter di atas permukaan air tertinggi telah bertentangan dengan pasal 13 ayat (1) huruf a dan pasal 100 ayat (1) huruf a, b dan c. UU nomor 21 tahun 1997 tentang pelayaran serta menimbulkan permasalahan bagi pengguna alur Sungai Siak.
Kedua, berkenaan hal tersebut di atas pada butir 1 diminta kepada Bupati Siak agar menghentikan pembangunan jembatan di Siak dan melaporkan hasilnya kepada Menteri Dalam Negeri dan tembusannya juga disampaikan ke Presiden RI.
Kini polemik tuntas sudah. Besi-besi yang sempat berkarat, kayu-kayu yang sempat lapuk, kembali disentuh tangan-tangan kasar ratusan buruh. Angka 23 meter, final sudah. Mesin-mesin akan kembali menderu untuk menyatukan dua tower yang sampai detik ini masih terpisah.(mhd nazir fahmi)



Kronologis Pembangunan Jembatan Siak
* 10 Juli 2002: Sosialisasi melalui persentasi rencana pembangunan jembatan Siak di Hotel Pangeran Pekanbaru, dengan tinggi 20 meter dari pasang tertinggi.
* 5 September 2002: Pemkab Siak melakukan ekspos di Departemen Perhubungan Jakarta.
* 31 Desember 2002: Pemancangan tiang pertama jembatan dimulai.
* Januari 2003 s/d Juni 2004: Tidak ada protes dari pengguna jasa Sungai Siak maupun pihak-pihak lainnya. Pembangunan terus berjalan hingga mencapai kemajuan fisik, 55 persen.
* 27 Januari 2004: Surat Bupati Siak ke Dinas Perhubungan Riau tentang izin clearence Jembatan Perawang.
* 3 Februari 2004: Surat Bupati Siak ke Menteri Perhubungan Cq Direktur Jenderal Perhubungan Laut soal izin clearence Jembatan Perawang, dengan tinggi 23 meter.
* April 2004: Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Departemen Perhubungan RI meninjau ke lokasi Jembatan Siak.
* 29 Juli 2004: Setelah proses berjalan sekitar dua tahun, muncul pengaduan PT Manunggal Sejati (MS) di PTUN Pekanbaru.
* 23 Agustus 2004: Surat Mendagri Nomor 630/1043/OTDA, ditujukan ke Gubri yang intinya menyarankan Pemprov Riau untuk mengambil langkah-langkah/meninjau ulang pembangunan Jembatan Siak agar mencapai ketinggian 30 meter.
* 30 Agustus 2004: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) membuat surat kepada Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri, perihal Permohonan tidak melanjutkan pembangunan Jembatan Siak.
* 18 Oktober 2004: Digelar rapat di Departemen Dalam Negeri Jakarta.
* 11 Januari 2005: Rapat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) yang dihadiri lintas departemen.
* 15 Februari 2005: Dengan nomor surat 621.22/367/ST yang ditujukan kepada Bupati Siak perihal penghentian pembangunan Jembatan Siak.
* 20 Desember 2005: Pembangunan Jembatan Siak sudah boleh dilanjutkan karena sudah keluar persetujuan dari Menteri Perhubungan Hatta Radjasa.

Tidak ada komentar:

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...