Kawasan Misfalah, Kota Mati di Pelataran Masjidil Haram (2-habis)
Kawasan Jabal Umar tak jauh dari Safa saat ini masih dalam pengerjaan. Hotel-hotel bintang 5 ke atas bakal beroperasi di sini. Sementara tak lama lagi, kawasan Misfalah pun akan dibongkar. Jalanan menuju Masjidil Haram pun bakal sempit dan akan terjadi macet panjang jelang salat lima waktu. Toko-toko di kawasan Misfalah yang sudah diputus listriknya sebagian besar sudah angkat kaki. Partisi-partisi dari kaca dan triplek dibuka dengan hati-hati untuk dipakai kembali oleh pemiliknya.
Ada kesan iba ketika melihat mereka membongkar toko, sementara konsumen sangat banyak lalu-lalang. Yang punya modal besar, ada yang langsung mendapatkan toko pengganti di luar Misfalah, bagi mereka yang bermodal kecil dan belum dapat toko pengganti, mereka ada yang masih berjualan dengan diterangi lampu kecil nan redup kalau tidak harus beli genset kecil.
Obral atau jual murah, itulah yang dilakukan para pedagang di kawasan Misfalah. Tempat jualan yang sudah ditenggat waktu dan harus segera pindah lebih utama daripada mendapatkan untung dari barang dagangan. Pokoknya barang dagangan habis, modal kembali, jual murah itulah yang mereka lakukan. Sebuah toko menjual sepatu dan perlengkapan buat perempuan tak jauh dari Hotel Alhuda Karim menjual semua barang dengan harga 2 riyal. Anyone 2 Riyals. Begitu plang besar di depan toko tersebut.
Tak pelak, jamaah yang akan pergi maupun pulang dari Masjidi Haram mampir sekedar melihat barang yang cocok. Suka, rogok kocek 2 riyal, barang dibawa. Halal-halal di sini, murah kata penjaga toko berperawakan Arab yang bisa bahasa Indonesia. Kalau kondisinya sudah begini, jangan disebut lagi berapa orang yang berkerumun di toko tersebut.
Itulah keistimewaan Makkah maupun Madinah, apapun barang yang ditawarkan pedagang, pasti laris manis. Apatah lagi ada embel-embel diskon besar, bakal makin besar kerumunan jamaah yang habis salat lima waktu di tempat tersebut.
Di depan Hotel Alfirdaos, tak jauh dari sebuah masjid di kawasan Misfalah juga, sebuah toko pakaian juga ikut menggelar obral. Diterangi lampu emergency, toko yang dindingnya dan plangnya sudah dibuka terlihat sibuk memotong kain meteran. Jamaah umrah dari Turki dan Pakistan berkerumun di tempat tersebut.
Satu-satu juga terlihat jamaah asal Asia Tenggara berdiri sambil melihat-lihat dasar kain. Ya, satu meter dijual 2 riyal atau Rp5.000. Semuanya rata dan kainnya bermerek. Di tempat kita mungkin paling murah kain meteran Rp20.000 dan itu bisa jadi kualitas rendah. Onggokan batangan kain tidak lagi banyak tersisa.
Tapi, pemilik toko benar-benar harus menghabiskan barang dagangannya daripada harus menyewa mobil lagi untuk pindahan. Ada sih berniat hendak membeli, tapi teringat lagi berapa biaya untuk upah jahit. Lain orang Pakistan, kain yang baru dibeli dengan meteran tersebut langsung jadi selendang atau jubahnya tanpa dijahit.
Hotel-hotel tak ketinggalan melego barang-barangnya. Kulkas, AC, televisi hingga tempat tidur mereka jual murah. Terlihat beberapa pemuda Arab mengangkat televisi dari hotel setelah terjadi tawar menawar dengan pegawai hotel. Banyak juga jamaah yang berdiri di depan hotel-hotel tersebut sambil memeriksa elektronik yang masih teronggok di depan hotel. ‘’Sayang kita jauh, coba kalau dekat, saya ikut beli,’’ kata seorang jamaah umrah Indonesia yang terdengar berbincang dengan temannya.
Bagi pebisnis barang bekas, melihat kondisi Makkah yang dalam masa rekonstruksi membuat air liur menetes. Banyaknya barang-barang bekas yang masih bisa diolah dan teronggok begitu saja, jadi susah mau disebut. Apalagi melihat onggokan besi bekas reruntuhan hotel, makin tak karuan melihatnya. Wah coba di Indonesia, berapa omsetnya ini, gumam beberapa jamaah sambil sarapan pagi di hotel.
Ya, soal besi bekas, memang tak terhitung tonannya. Hitung saja berapa jumlah hotel dan bangunan lain yang dirubuhkan. Semuanya pakai besi. Baru saja memasuki Kota Makkah disekitar Jabal Umar sudah terlihat alat-alat berat mencabut besi-besi dari reruntuhan bangunan. Lalu dinaikkan ke trailer. Jadi siapa yang beli atau dibawa kemana besi-besi tersebut?
‘’Yang jelas bukan orang Indonesia yang beli dan pengumpulnya haa...haaa...haaa,’’ kata Pimpinan PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Masud sambil bercanda. Semua besi-besi bekas itu dibawa ke Jeddah untuk diolah lagi. ‘’Di Jeddah kan ada industri pengolahannya,’’ kata Ibnu.
Memang benar, ribuan ton besi bekas tersebut dibawa ke Jeddah, sekitar 1,5 jam dari Makkah. Karena kontraktornya Bin Laden Group, besi-besi itu pun dibawa ke pabrik pengolahan besi masih milik Bin Laden di Jeddah. Besi-besi itu diolah lagi menjadi batangan dan dipakai kembali untuk rekonstruksi Masjidil Haram.(mhd nazir fahmi)
Kawasan Jabal Umar tak jauh dari Safa saat ini masih dalam pengerjaan. Hotel-hotel bintang 5 ke atas bakal beroperasi di sini. Sementara tak lama lagi, kawasan Misfalah pun akan dibongkar. Jalanan menuju Masjidil Haram pun bakal sempit dan akan terjadi macet panjang jelang salat lima waktu. Toko-toko di kawasan Misfalah yang sudah diputus listriknya sebagian besar sudah angkat kaki. Partisi-partisi dari kaca dan triplek dibuka dengan hati-hati untuk dipakai kembali oleh pemiliknya.
Ada kesan iba ketika melihat mereka membongkar toko, sementara konsumen sangat banyak lalu-lalang. Yang punya modal besar, ada yang langsung mendapatkan toko pengganti di luar Misfalah, bagi mereka yang bermodal kecil dan belum dapat toko pengganti, mereka ada yang masih berjualan dengan diterangi lampu kecil nan redup kalau tidak harus beli genset kecil.
Obral atau jual murah, itulah yang dilakukan para pedagang di kawasan Misfalah. Tempat jualan yang sudah ditenggat waktu dan harus segera pindah lebih utama daripada mendapatkan untung dari barang dagangan. Pokoknya barang dagangan habis, modal kembali, jual murah itulah yang mereka lakukan. Sebuah toko menjual sepatu dan perlengkapan buat perempuan tak jauh dari Hotel Alhuda Karim menjual semua barang dengan harga 2 riyal. Anyone 2 Riyals. Begitu plang besar di depan toko tersebut.
Tak pelak, jamaah yang akan pergi maupun pulang dari Masjidi Haram mampir sekedar melihat barang yang cocok. Suka, rogok kocek 2 riyal, barang dibawa. Halal-halal di sini, murah kata penjaga toko berperawakan Arab yang bisa bahasa Indonesia. Kalau kondisinya sudah begini, jangan disebut lagi berapa orang yang berkerumun di toko tersebut.
Itulah keistimewaan Makkah maupun Madinah, apapun barang yang ditawarkan pedagang, pasti laris manis. Apatah lagi ada embel-embel diskon besar, bakal makin besar kerumunan jamaah yang habis salat lima waktu di tempat tersebut.
Di depan Hotel Alfirdaos, tak jauh dari sebuah masjid di kawasan Misfalah juga, sebuah toko pakaian juga ikut menggelar obral. Diterangi lampu emergency, toko yang dindingnya dan plangnya sudah dibuka terlihat sibuk memotong kain meteran. Jamaah umrah dari Turki dan Pakistan berkerumun di tempat tersebut.
Satu-satu juga terlihat jamaah asal Asia Tenggara berdiri sambil melihat-lihat dasar kain. Ya, satu meter dijual 2 riyal atau Rp5.000. Semuanya rata dan kainnya bermerek. Di tempat kita mungkin paling murah kain meteran Rp20.000 dan itu bisa jadi kualitas rendah. Onggokan batangan kain tidak lagi banyak tersisa.
Tapi, pemilik toko benar-benar harus menghabiskan barang dagangannya daripada harus menyewa mobil lagi untuk pindahan. Ada sih berniat hendak membeli, tapi teringat lagi berapa biaya untuk upah jahit. Lain orang Pakistan, kain yang baru dibeli dengan meteran tersebut langsung jadi selendang atau jubahnya tanpa dijahit.
Hotel-hotel tak ketinggalan melego barang-barangnya. Kulkas, AC, televisi hingga tempat tidur mereka jual murah. Terlihat beberapa pemuda Arab mengangkat televisi dari hotel setelah terjadi tawar menawar dengan pegawai hotel. Banyak juga jamaah yang berdiri di depan hotel-hotel tersebut sambil memeriksa elektronik yang masih teronggok di depan hotel. ‘’Sayang kita jauh, coba kalau dekat, saya ikut beli,’’ kata seorang jamaah umrah Indonesia yang terdengar berbincang dengan temannya.
Bagi pebisnis barang bekas, melihat kondisi Makkah yang dalam masa rekonstruksi membuat air liur menetes. Banyaknya barang-barang bekas yang masih bisa diolah dan teronggok begitu saja, jadi susah mau disebut. Apalagi melihat onggokan besi bekas reruntuhan hotel, makin tak karuan melihatnya. Wah coba di Indonesia, berapa omsetnya ini, gumam beberapa jamaah sambil sarapan pagi di hotel.
Ya, soal besi bekas, memang tak terhitung tonannya. Hitung saja berapa jumlah hotel dan bangunan lain yang dirubuhkan. Semuanya pakai besi. Baru saja memasuki Kota Makkah disekitar Jabal Umar sudah terlihat alat-alat berat mencabut besi-besi dari reruntuhan bangunan. Lalu dinaikkan ke trailer. Jadi siapa yang beli atau dibawa kemana besi-besi tersebut?
‘’Yang jelas bukan orang Indonesia yang beli dan pengumpulnya haa...haaa...haaa,’’ kata Pimpinan PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Masud sambil bercanda. Semua besi-besi bekas itu dibawa ke Jeddah untuk diolah lagi. ‘’Di Jeddah kan ada industri pengolahannya,’’ kata Ibnu.
Memang benar, ribuan ton besi bekas tersebut dibawa ke Jeddah, sekitar 1,5 jam dari Makkah. Karena kontraktornya Bin Laden Group, besi-besi itu pun dibawa ke pabrik pengolahan besi masih milik Bin Laden di Jeddah. Besi-besi itu diolah lagi menjadi batangan dan dipakai kembali untuk rekonstruksi Masjidil Haram.(mhd nazir fahmi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar