Total Tayangan Halaman
Minggu, 13 November 2011
Boleh Tak, Bawa Bangku dari Rumah?
TAHUN Ajaran Baru, persoalannya selalu itu ke itu. Kalau tidak soal uang, paling-paling soal bangku. Sering anak-anak yang ingin sekolah tak dapat jatah di sekolah negeri karena alasan sudah penuh. Ruangan atau bangkunya tak ada lagi. Inilah alasan klasik ketika adanya Penerimaan Siswa Baru.
Si orangtua tatkala anaknya 'ditolak' masuk di sebuah sekolah negeri, kasak-kusuknya minta ampun. Alasannya masuk akal. Sekolah negeri lebih murah dan gratis SPP. Walau terkadang sekolah negeri pelajarannya pas-pasan. Yang penting guru-gurunya ngajar. Prestasi tak prestasi, yang penting terima gaji.
Gratis SPP, di sinilah letaknya kenapa akhirnya si orangtua 'memaksakan' diri agar anaknya masuk sekolah negeri. Apapun akan dilakukan. Yang penting si anak diterima di sekolah negeri. Negosiasi pun terjadi. ''Bisa sih anak ibuk sekolah di sini, asal ada uang bangkunya. Lalu ada sedikit uang administrasi untuk kepada sekolah.'' Inilah kata-kata yang sering terlontar dari orang tua murid ketika mengeluhkan penerimaan murid baru.
Kalau begini adanya, bagusnya bagi orangtua yang ingin sekolahkan anaknya bisa mengusulkan bawa bangku saja dari rumahnya masing-masing. Sekolah tinggal memberikan prototipe model bangkunya. Nanti si orangtua yang upahkan. Sudah jadi antarkan ke sekolah.
Kebanyakan permintaan sekolah hanyalah alasan untuk meraup keuntungan di atas kesempitan orangtua murid. Bangku di sekolah masih bagus-bagus dan ruangan juga tersedia, namun disampaikan ke orangtua murid lokal sudah penuh dan tak ada bangku lagi.
Walaupun ada perintah agar semua jenis pungutan ditiadakan, kenyataan itu hanyalah sebagai gertakan yang tak bernyali. Seperti yang dikata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh sekolah-sekolah yang telanjur melakukan pungutan saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri, harus mengembalikan uang pungutan itu. Ketentuan larangan pungutan sudah diatur di Peraturan Bersama Mendiknas dan Menteri Agama tentang PPDB. Namun demikian, tidak boleh dilarang jika ada orang tua yang mau menyumbang.
Mendiknas menyampaikan, sifat sumbangan dari masyarakat adalah sukarela, tidak mengikat, dan jumlahnya tidak boleh ditentukan. Waktu pemberiannya pun tidak harus pada bulan Agustus dan September. "Roh dari sumbangan itu adalah kesukarelaan. Pendidikan dasar itu pendidikan wajib dan undang-undangnya sudah menyatakan bebas biaya. Ini harus kita lindungi, sehingga pemerintah daerah harus all out membantu," ujarnya.
Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini menambahkan, kepala sekolah yang terbukti bersalah melakukan pungutan maka selain harus mengembalikan uangnya akan mendapatkan sanksi. Bentuknya, tidak harus dengan pemecatan, tetapi terkait dengan penilaian kinerja kepala sekolah. "Tidak harus dicopot, tetapi menjadi bagian dari rapor kepala sekolah," tukasnya.
Kalau dicermati apa yang dinyatakan Mendiknas ini hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tapi adakah tindakan konkret untuk kepala sekolah atau pihak terkait lainnya yang sudah melegalkan pungutan tersebut. Sepertinya masih aman-aman saja tuh kepala-kepala sekolah yang tahun lalu melakukan pungutan ini dan itu. Atau kepala sekolah dan staf yang minta uang bangku atau uang administrasi.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang
DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...
-
MUHAMMAD SAW bukan hanya seorang nabi dan rasul, tapi juga manusia agung. Teladan yang menjadi uswatun hasanah buat semua manusia. Disegani ...
-
KETIKA Allah SWT menakdirkan awak muncul ke dunia ini pada 28 November 1972 lalu, sang Amak dan Buya memberi nama Nazirman Suwirda. Namun ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar