Total Tayangan Halaman

Rabu, 16 Januari 2008

Uji Coba di Aziziah Sebelum ke Tenda Mina

Hotel Sofitel, Makkah benar-benar strategis letaknya. Karena itu pulalah, sebagian besar jamaah haji plus dari berbagai negara, berburu untuk dapat menginap di hotel grup Accord ini. Dalam sebuah kamar yang besar, jamaah bisa mencuci dan setrika sendiri pakaian. Semuanya tersedia di sana.

Catatan Mhd Nazir Fahmi
mnazirfahmi@riaupos.com

DELAPAN hari menginap di Sofitel, benar-benar membuat jamaah haji plus nyaman untuk beribadah. Setiap waktu dari balik kaca jendela kamar, bisa menyaksikan jutaan manusia yang mulai membanjiri Masjidil Haram. Dari ketinggian Sofitel, Masjidil Haram dengan Kakbahnya terlihat makin agung dan mempesona.
Walaupun dekat, banyak juga jamaah haji plus yang pergi ke Masjidil Haram satu jam sebelum salat dimulai. Ini dilakukan agar kebagian syaf di dalam masjid. Dapat salat di luar, kalau malam akan diterpa angin dingin, siang tentu saja panas yang cukup terik.
Suhu di Makkah selalu berubah-ubah. Saat salat Subuh, kadang-kadang suhu 21 derajat celcius. Di Subuh berikutnya 25 atau 26 derajat. Menginjak siang, suhu terus naik hingga 30 derajat. Malamnya turun lagi ke angka 20-an derajat.
Sebenarnya menjelang iqamat, dari Sofitel jamaah masih bisa kebagian syaf di dalam, terutama di basemant Masjidil Haram. Tapi, kita harus berani melangkahi bahu orang lain yang dari awal sudah memadati halaman masjid. Soal langkah melangkahi ini adalah hal biasa saat musim haji di Masjidil Haram. Kalau tidak kita yang melangkahi orang, maka orang lain pasti akan melangkahi kita.
Untuk salat lima waktu di Masjidil Haram, bagi jamaah haji reguler menjadi persoalan sendiri bagi mereka. Kalau jamaah haji plus usai salat bisa langsung pulang ke hotel, bagi jamaah haji reguler banyak yang menunggu waktu di masjid dan tidak pulang ke penginapan.
Untuk salat Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya, sering ditemukan jamaah haji reguler duduk-duduk di pelataran masjid. Mereka terkadang bawa bekal atau belanja makanan di seputaran masjid. Kalau pulang, akan sangat berisiko dan susah untuk bisa salat di dalam masjid. Maka tak jarang ditemukan banyak jamaah haji reguler Indonesia, terutama yang sudah tua salah jalan dan tidak tahu jalan pulang setelah salat Isya.
Persoalan perut bagi jamaah haji plus, tetap tidak ada kendala. Jadwal makan sama dengan di Madinah. Tiga kali dalam satu hari. Menu makanan pun semakin bervariasi dan kian berkelas. Untuk sarapan pagi selain makan nasi putih, juga tersedia berbagai aneka bubur. Tentu saja roti bakar, buah dan aneka jus siap disantap. Tak ada kesah untuk kelaparan lah.
Ke luar dari pintu Sofitel, baik muka atau belakang, jamaah sudah berhadapan dengan toko-toko yang menjual berbagai pernak-pernik dan oleh-oleh khas Arab Saudi. Berbagai makanan pun ada, termasuk bakso. Tinggal sediakan riyal, berbagai oleh-oleh untuk dibawa ke tanah air bisa dibeli.
Selama di Makkah, sebelum masuk waktu wukuf, selain selalu beribadah di Masjidil Haram seperti salat lima waktu, tawaf sunat, salat tahajud dan ibadah lainnya, jamaah haji plus Muhibbah juga melakukan ziarah ke Jabal Tsur, Jabal Nur, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Kalau musim haji, tempat-tempat ziarah hanya bisa dilihat dari atas bus. Bus tidak bisa berhenti karena banyaknya penziarah.
Menjelang ke Arafah-Mina, jamaah haji plus Muhibbah bersama jamaah plus Indonesia lainnya pindah tempat menginapnya ke Aziziah. Sebenarnya, menurut Pimpinan PT Muhibbah Mulia Wisata, Drs Ibnu Masud, dari Sofitel jamaah akan diinapkan ke Hotel Red See, Jeddah. Tapi karena adanya perubahan kebijakan dari pemerintahan Arab Saudi tidak boleh menginap di Jeddah, akhirnya jamaah menginap di perumahan di Aziziah yang berdampingan dengan penduduk Makkah.
Di Aziziah, dalam satu kamar diisi paling banyak tujuh tempat tidur. Bagi sebagian jamaah, hal ini membuat mereka kaget dan ada yang tidak sabar menerima kondisi tersebut. Tapi bagi sebagian jamaah menganggap Aziziah sebagai ajang uji coba untuk menghadapi tenda Mina. Mereka enjoi-enjoi saja dan malah banyak tidurnya pulas dengan ngorokannya yang keras dan bervariasi.
Urusan ke belakang alias buang hajat, mulai diuji kesabaran di Aziziah. Kalau di Madinah dan Makkah, satu toilet dipakai empat jamaah, maka di Aziziah diantre tujuh jamaah. Belum lagi kalau kebagian terakhir, siap-siap sabar karena air habis. Makanya jangan heran, selama di Tanah Haram banyak jamaah yang hanya mandi satu kali sehari. Malah ada juga yang tahan dua hari tidak mandi-mandi. Makanya, parfum Arab sangat laku pada musim haji.
Selama tiga hari di Aziziah, diisi dengan salat lima waktu di masjid-masjid di perkampungan tersebut. Usai salat Subuh, selalu ada pengajian dan tanya jawab soal ibadah. Soal perut, tetap tidak ada masalah berarti. Katering yang disediakan Muhibbah, seleranya sesuai dengan lidah orang Riau.(*)

Tidak ada komentar:

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...