Total Tayangan Halaman

Rabu, 16 Januari 2008

JH Reguler Kelaparan, Plus Berlimpah Makanan

Kamis (28/12) atau 8 Zulkaedah, seluruh jamaah haji (JH) sudah bersiap-siap berpakaian ihram untuk haji. Jalanan menuju Mina dan Arafah mulai padat. Bus-bus besar dan mobil-mobil pribadi bersiliweran di jalan. JH plus Muhibbah Mulia Wisata, pagi itu bertolak menuju tenda Mina dengan pakaian ihram.

Catatan Mhd Nazir Fahmi
mnazirfahmi@riaupos.com

PAGI Kamis, perjalanan ke tenda Mina masih lancar-lancar saja. Walau sebagian besar kendaraan menuju ke Mina, tapi dengan banyaknya jalan alternatif belum terlihat adanya kemacetan. Menjelang Zuhur, JH plus Muhibbah sudah berada di bawah tenda Mina.
Sebelum masuk ke dalam lokasi tenda, semua JH harus memperlihatkan kartu pengenal maktab kepada petugas di pintu masuk. Kalau tak punya, jangan harap bisa masuk. Begitulah ketatnya penjagaan oleh petugas di sana. Satu maktab di tenda Mina, diisi oleh sekitar 2.500 jamaah haji. Kebetulan untuk JH plus Muhibbah berada di Maktab 103. Di Maktab ini semuanya adalah JH plus dari Indonesia.
Di gerbang masuk ke Maktab, di kiri kanannya berdiri lemari pendingin untuk aneka jus. Ada juga lemari untuk khusus air mineral. Bagi yang suka minuman dan jus dingin, tinggal ambil kapan pun. Bagi yang tidak suka air dingin, juga tersedia teko-teko listrik besar yang berisi air panas dan air yang tidak terlalu dingin. Di meja-meja juga tersedia gula, teh, kopi maupun susu bubuk.
Mau nasi putih dan goreng ayam, jamaah tinggal ambil. Makan tetap tiga kali dalam satu hari. Tinggal makan dan antre sedikit. Piring dari plastik yang bisa dibuang setelah makan tersedia. Buah-buahan segar seperti apel, pisang, pir dan jeruk menumpuk. Kalau perut sanggup menampung, tidak ada larangan untuk mengambil.
Hanya sebagian jamaah takut makan terlalu banyak. Alasannya, takut tersangkut urusan ke belakangan. Dalam satu maktab, untuk urusan ke belakangan alias toilet hanya tersedia 20 buah untuk 2.500 jamaah. Bayangkan, kalau sering-sering buang hajat, maka harus pula rela antre sambil menahan.
Satu malam di tenda Mina, Jumat (29/12) atau 9 Zulkaedah sekitar 3.000.000 jamaah haji yang resmi dan jutaan lainnya yang tidak tercatat harus berada di Arafat (baca; Arafah) sebelum tergelincirnya matahari atau masuk waktu Zuhur.
Jarak antara Mina dengan Arafah lebih kurang 7 km. Kalau hari biasa ditempuh hanya 10 menit dengan bus. Tapi kalau musim haji, semuanya tidak bisa diprediksi. Dari pagi, jalanan mulai macet total. Bus yang sarat dengan penumpang, bergerak sedikit demi sedikit.
Setengah jam menjelang salat Zuhur, seluruh JH plus Muhibbah sudah berada di tenda Arafah. Tenda yang berada di tepi jalan besar, pintu masuknya dihiasi bunga-bunga. Karpet hijau pun terhampar di jalan masuk hingga 10 meter panjangnya.
Walaupun sebagian besar Arafah terdiri dari padang pasir, bagi tenda JH plus Muhibbah jalanannya tidak berpasir. Jalanan ditutup oleh semen. Di dalam tenda ada kasur, selimut dan bantal. Tiga buah kipas angin dan dua air conditioner (AC) siap dioperasikan.
Ketika mendengar adanya informasi JH reguler Indonesia kelaparan, seluruh JH plus benar-benar terkejut bercampur sedih. Informasi kelaparan baru diterima sesaat akan meninggalkan Arafah ketika matahari mulai terbenam.
Andaikan informasinya didapat sebelum berangkat, pastilah banyak JH plus akan mencari tenda-tenda JH reguler Indonesia untuk membagikan makanan atau pun buah-buahan yang melimpah di tenda JH plus.
Memang, masalah makanan bagi JH plus tidak pernah ada masalah. Di tenda Arafah, segala keperluan untuk urusan perut tersedia di tiap penjuru kemah. Puluhan lemari pendingin berisi jus dan air mineral berdiri di samping-samping tenda. Bagi yang hobi kopi susu atau ngeteh, tinggal menyeduhnya.
Buah-buahan segar yang didominasi apel dan pisang, tidak putus-putusnya. Tinggal ambil, kalau sanggup untuk menghabiskannya. Nasi putih dengan lauk pauk selera Indonesia tinggal makan. Kalau masih lapar, bisa tambah lagi. Malah menjelang berangkat ke Muzdalifah untuk mabit (bermalam), sebagian besar JH mengantongi nasi dengan lauk pauk dan buah-buahan sebagai bekal.
Tidak dapat nasi atau makanan sejenisnya di Arafah merupakan ujian terberat. Di lokasi ini tidak ada orang berjualan makanan. Yang ada hanya penjaja-penjaja tasbeh, tisue, pernak-pernik haji dan sejenisnya.
Apalagi bagi JH reguler Indonesia masuk Arafah sejak Kamis. Tak dapat nasi lagi hingga Jumat ketika wukuf dimulai. Suhu udara di Arafah cukup terik. Dari pagi hingga sore, matahari terlihat jelas. Tidak ada awan. Untuk menjaga stamina, makan dan minum yang banyak sangat dianjurkan.(*)

Tidak ada komentar:

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...