Total Tayangan Halaman
Jumat, 02 Desember 2011
Koreksi dan Pujian Buat Guru Kita
TERPUJILAH wahai engkau, ibu bapak guru...Ini adalah sebait lagu dalam Hymne Guru. Lagu ini selalu didengarkan pada hari-hari penting yang berkaitan dengan guru. Tidak hanya itu, lagu ini sudah melekat di benak dan tidak asing lagi buat setiap siswa maupun yang pernah mengecap sebagai pelajar di tanah air ini.
Lagu yang dimulai dengan kata-kata terpuji sungguh punya makna mendalam. Kata terpuji selalu kita konotasikan sebagai orang yang sangat baik. Jadi panutan atau jadi contoh. Makanya ada pepatah, jika guru kencing berdiri, maka murid akan kencing berlari. Maknanya, guru adalah suritauladan.
Dulu, guru sangatlah dihormati. Kita sangat takut dan merasa berdosa besar tatkala melawan kepada seorang guru. Guru adalah segala-galanya setelah orang tua di rumah. Malah, banyak diantara kita yang lebih menghormati guru atau takut dengan guru daripada takut kepada orang tua.
Era 2000-an, terjadi degradasi nilai-nilai buat banyak guru. Kata-kata terpuji sudah sering dilupakan banyak orang. Banyak guru-guru yang dilaporkan ke Komnas HAM atau ke polisi atas tindaktanduknya kepada murid-muridnya. Banyak diantara kita yang tidak memperdulikan lagi sebuah jabatan yang bernama guru.
Penyebabnya tentu juga tak bisa dilepaskan dari pribadi seorang guru. Belakangan, banyak guru-guru yang lepas kontrol dalam penguasaan emosi. Sering selalu meledak-meledak dan melupakan hakikatnya sebagai guru. Para guru juga sering melupakan bahwa mereka hidup di zaman yang penuh keterbukaan informasi. Apa saja diketahui banyak orang. Apalagi dengan tatanan-tatanan buatan manusia yang kebablasan dan mengekang naluriah guru, juga sering mereka lompati. Jatuh, terpuruk dan terhina akan muncul gara-gara semua itu.
Makanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Guru Nasional, Rabu (30/11) mengingatkan semua itu. SBY mengoreksi dan sekaligus memberikan pujian. Buat guru-guru yang sudah lulus sertifikasi dan sudah menerima haknya dari negara, tentunya harus menjalankan kewajiban dengan benar. Makanya, SBY menuntut guru-guru kembali rajin dan berkualitas.
SBY juga minta guru memiliki kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap sekolahnya sehingga lebih tertib dan teratur. Koreksi lain, masih ada guru yang belum benar-benar jadi panutan. Di sinilah kata kuncinya. Tuntutan jadi panutan, benar-benar harus melekat buat seorang guru. Kembali ke khittahnya sebagai orang terpuji dan tentu kita semua jangan pula melupakan bahwa guru juga manusia. Semoga, namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.***
Minggu, 27 November 2011
Allah yang Beri, Allah pula yang Cabut Kekuasaan
KATAKANLAH,"Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Begitu indah pernyataan Allah dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 26 ini. Sepatutnyalah sebagai seorang muslim menjadikan ayat ini sebagai patokan dalam berpijak tatkala ingin mendapatkan sebuah 'kerajaan'. Kerajaan bisa berarti kekuasaan. Kekuasaan juga bisa berkonotasi menjadi jabatan, pangkat atau kedudukan.
Dalam Islam sebuah jabatan merupakan amanah dan itu harus dijalankan. Makanya, banyak dari sahabat Rasulullah SAW selalu berusaha menghindar dari jabatan. Begitu pula para tabiin, mereka sangat menjaga jarak dengan kekuasaan. Ma'qal bin Yasar berkata, ''Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,''Tidak ada dari seorang hamba yang Allah SWT memintanya memimpin sekelompok orang lalu meninggal dalam keadaan berbuat curang kepada mereka, kecuali Allah SWT akan mengharamkan baginya surga. (Riwayat Bukhori dan Muslim).
Beda dengan dunia demokrasi. Jabatan harus dikejar dan itu menjadi rebutan. Sebutlah Pemilukada bupati, gubernur hingga presiden. Semuanya harus dikejar dan dimodali agar bisa meraih jabatan tersebut. Uang benar-benar menentukan untuk bisa menjadi seorang pejabat. Anda mau jadi wali kota? Rasa dulu kocek anda, apa cukup untuk beli 'perahu'. Kalau tidak, jangan coba-coba untuk mengejarnya. Bisa-bisa anda akan gila kalau tidak stres.
Jika kita sudah terlanjur mengejar semua jabatan tersebut, peganglah amanah itu dengan baik. Jalankan dan laksanakan apa yang telah anda letakkan di pundak anda sendiri. Semua yang telah didapatkan merupakan sudah keputusan dari Allah SWT. Allahlah yang telah meletakkannya di pundak Anda dan Allah pulalah yang akan mencabutnya sesuai tenggat waktu yang telah ditentukan-Nya.
Dengan jabatan itu, Allah pulalah yang memuliakan seseorang dan Allah pulalah yang akan menghinakan seseorang. Mulia jika bisa menjalankan berbagai amanah dengan baik. Bisa berbuat baik kepada sesama manusia yang telah memberikan amanah dan bisa pula menjaga hubungan dengan Allah.
Akan dihinakan tatkala tidak bisa menjalankan amanah dengan baik. Berlaku curang selama memimpin, menyuburkan korupsi dan kolusi. Memanfaatkan jabatan untuk kesenangan sendiri. Rakyat ditindas di atas senyum para penyedia 'perahu'. Akhir dari semuanya akan finis di dalam penjara gara-gara dijerat KPK. Naudzubillah minzalik.***
Kamis, 24 November 2011
Sertifikasi Kongkalikong, Senjata Makan Guru
SERTIFIKASI buat guru-guru di tanah air ini terus menuai permasalahan. Mulai dari persoalan guru-guru senior yang enggan ikut hingga banyaknya kongkalikong dalam proses pensertifikasian. Walaupun begitu, pemerintah terus berupaya menegakkan peraturan dalam proses sertifikasi tersebut. Terbukti curang, guru-guru tersebut yang akan menanggung akibatnya. Ibaratkan senjata makan guru.
Yang gress, adalah keluarnya surat edaran yang diteken Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ainun Na'im. Surat edaran ini juga ditembuskan mulai dari menteri hingga jajaran eselon satu lingkungan kementerian berslogan Tut Wuri Handayani itu.
Ada beberapa poin penting dalam surat edaran bernomor 088209/A.C5/KP/2011 ini. Poin pertama ditujukan untuk GTT atau guru honorer di mana SK pengangkatannya bukan oleh pejabat yang berwenang, dan gajinya bukan dari APBD/APBN alias guru honorer kategori II. Dalam surat edaran tadi, mereka tak bisa disertifikasi. Ketentuan serupa juga ditujukan untuk GTT atau guru honorer di sekolah swasta yang SK pengangkatannya bukan oleh yayasan.
Peraturan ini benar-benar menakutkan buat guru honorer yang penghasilannya bukan dari APBN/APBD. Jika di antara mereka ada yang lulus sertifikasi, semua tunjangan mereka akan ditarik negara karena keluarnya surat edaran tersebut.
Benar-benar kado 'istimewa' buat Cik Gu kita ini di saat Hari Guru yang ke-66, Jumat (25/11). Seharusnya bergembira saat ulang tahunnya, malah kabar duka buat mereka-mereka yang terbukti bermain api saat pengurusan sertifikasi. Ya, apalah daya, nasi sudah jadi bubur. Harus ditelan. Tangan mencincang, bahu memikul.
Kita tak serta merta menyalahkan guru yang kongkalikong dalam proses sertifikasi. Ternyata ada lubang yang begitu menganga, sehingga banyak yang tertarik untuk masuk lewat lubang tersebut. Dalam proses sertifikasi itu ada panitia sertifikasi guru mulai dari Dinas Pendidikan kabupaten/kota/provinsi hingga perguruan tinggi harus dievaluasi kenapa ada guru yang seharusnya tak lulus sertifikasi sampai diluluskan.
Evaluasi juga harus dilakukan pada perwakilan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP-PMP) Kemendikbud di tingkat provinsi hingga pusat. Berikutnya juga tentu buat pejabat di Dinas Pendidikan, kenapa sampai meluluskan ijazah palsu atau menerima suap dalam proses sertifikasi tersebut. Jangan guru saja yang disalahkan dong, tindak tegas juga tuh pejabat-pejabat yang menerima suap.***
Kamis, 17 November 2011
Inspeksi Mendadak Kok Ramai-ramai
KALAU mau tahu tentang kedisiplinan suatu negara, lihatlah jalanannya dan kalau ingin tahu dengan kebobrokan suatu bangsa, tinjaulah penjaranya. Kalau di jalanan, kita pasti bisa melihat praktik kedisiplinan tersebut kapan pun dengan mata telanjang. Tapi kalau melihat kebobrokan penjara, harus ada taktik agar tidak terjadi kooptasi oleh petugas di lapas.
Kasus terbaru yang cukup menghebohkan dan menyita perhatian adalah video Rumah Tahanan Salemba yang direkam oleh mantan narapinda kasus pemalsuan dokumen Imigrasi Syaripudin Pane. Syaripudin yang dipenjara selama enam bulan di Rutan Salemba merekam praktik-praktik 'jahat' dan berbagai fasilitas mewah yang didapatkan sebagian tahanan di sana.
Sontak saja video ini membuat geram Menkumham Amir Syamsuddin. Setelah melakukan inspeksi mendadak (Sidak) Rabu (16/11) ke Rutan Salemba, Amir menyebut video Syaripudin adalah fitnah. Menteri mengaku tidak menemukan seperti yang ada di video. Rutan Salemba sudah berubah, tidak sama dengan saat video tersebut dibuat tahun 2007-2008.
Terlepas benar atau tidaknya apa yang dilihat Menkumham di Rutan Salemba saat sidak, kita hanya mempersoalkan kedatangan menteri dan wakilnya secara bersamaan ke rutan. Ramai-ramai, bawa wartawan, didampingi Kalapas dan tentunya kedatangan ke Rutan sudah dijadwalkan sebelumnya sehingga ada persiapan di penjara.
Inilah anehnya pejabat kita ini. Mau membuktikan sebuah kasus yang sudah dilaporkan masyarakat, datangnya berombongan. Pakaian lengkap menteri, ada pengawal. Walah...mana mau didapat kenyataan yang sebenarnya. Paling ada bakal disambut dengan barisan, pakai bendera kiri kanan dan berbagai seremonial lainnya. Ibarat lomba memancing, sebelum ikan dikail pemancing, ikan-ikan sudah diberi makan kenyang. Tak bakal ada ikan-ikan yang tertipu.
Semestinya, kalau mau lihat fakta sebenarnya, Menkumham harus menyamar datang ke Rutan. Pura-pura jadi pembezuk, tanpa pengawalan, tanpa uniform menteri. Yakinlah, semua kebusukan bakal terlihat dengan jelas.
Tak usahlah jauh-jauh menceritakan bagaimana Khalifah Umar bin Khatab menyamar untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di masyarakatnya, mantan Presiden Soeharto salah seorang pemimpin di negara ini sering melakukan incognito semasa hidupnya. Semuanya untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Ingin melihat dengan mata kepala sendiri. Ingin tahu fakta sebenarnya. Tidak mau asal bapak senang (ABS) dari anak buah saja.***
Selasa, 15 November 2011
Guru Honorer; Pengorbanan Besar, Dapat Hasil Kecil
GAJI guru honorer atau non-PNS sangat rendah, malah di bawah gaji buruh bukanlah cerita baru lagi buat kita sebenarnya. Miris menyaksikan betapa kecilnya uang yang bisa dibawa pulang oleh mereka setiap bulannya. Masih untung bagi mereka yang mengajar di sekolah swasta di ibu kota provinsi. Uang yang dibawa pulang masih di atas upah minimum kota. Ya, cukuplah untuk menghidupi dirinya sendiri dan tidak cukup untuk menghidupi sebuah keluarga. Apalagi hidup di kota besar yang serba mahal. Gaji yang didapat jauh panggang dari api.
Lebih miris lagi kalau kita menyaksikan kehidupan guru honorer di daerah atau di desa-desa. Dapat Rp250 ribu perbulan masih sangat beruntung. Malah ada yang mengajar karena faktor amal jariyah saja. Lillahi ta'ala. Ikhlas mengajar demi mencerdaskan anak-anak kita. Balasannya untuk akhirat alias pahala.
Langkah pemerintah untuk mengangkat CPNS dari tenaga honorer, terutama guru-guru mestinya kita dukung. Sekali lagi, tentunya untuk guru-guru, bukan pegawai biasa. Kalau pegawai pemerintahan mah bisa dikata sudah melimpah. Terkadang PNS yang ada di pemerintahan seperti tak ada kerja saja. Jadi tak usah dulu diangkat atau ditambah.
Apa yang disuarakan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mendesak pemerintah segera mengesahkan RPP tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS sangat kita dukung. Tentu saja kepastian pengangkatan jadi CPNS diharap bisa meningkatkan kualitas guru honorer.
Kualitas di sini tentunya kembali ke penghasilan yang didapat. Kalau penghasilannya lumayan tiap bulannya, hidupnya akan berkualitas. Jika sudah begitu, dalam mengajar tentunya juga kita harapkan berkualitas. Benar-benar jadi gurulah.
Apalagi tuntutan dari pemerintah terhadap guru-guru saat ini sangat besar. Pemerintah sedang membahas penambahan jam mengajar guru dari 24 jam jadi 27,5 jam pelajaran per pekan. Guru di sini adalah secara umum, PNS dan non PNS. Tentunya ini sangat 'menyiksa' bagi guru-guru non PNS. Tuntutan besar, apa yang didapat sangat kecil. Pengorbanan sebesar-besarnya, mendapatkan hasil sekecil-kecilnya. Itulah nasib mereka.
Kita berharap pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan guru honorer yang terus terkatung-katung. Bukan malah menghindar dari persoalan tenaga honorer. Kita juga berharap pemerintah bisa juga selektif dalam hal administrasi, jika memang harus mengangkat mereka.***
Senin, 14 November 2011
Aku Cinta Kamu Pekanbaru...
I Love You Pekanbaru. Kau adalah kampung kedua buat ku. Bertahun-tahun aku bernafas di atas tanahmu. Walau aku tidaklah lahir di sini, tapi aku sudah merasa anak mu. Tahun 1976, saat usiaku empat tahun, aku pun sudah menjejakkan kaki di jalan-jalan aspal, rindang dan masih sangat hijau. Walau saat itu hanya Jalan Sudirman yang dua lajur, tak mengurangi keindahan Pekanbaru.
Di Jalan Pandan, kuhabiskan hari-hari ku bermain di antara lautan pasir...tak ada aspal. Jika hujan turun, tidak bisa lewat di anak Sungai Sail yang berwarna hitam. Tak ada jembatan. Ke Jalan Lumba-lumba yang juga ada karib kerabat ku, harus jalan kaki di tengah padang ilalang. Tak jarang berpacu dengan gerombolan babi yang banyak berkeliaran. Jalan Harapanraya tentu saja belumlah ada.
Panam hanyalah sebatas tempat lewat dari Sumatera Barat. Masih hutan belantara dan padang ilalang. Jalannya juga masih kecil, namun sejuk. Tak juga ada Jalan Soekarno-Hatta. Untuk ke pusat kota harus melewati komplek AURI tembus ke Jalan Sudirman. Hanya itu jalan satu-satunya yang bisa dilewati bus Gagak Hitam atau Cahaya Kampar.
1976 hingga 1979, aku sering bolak-balek Sumatera Barat Pekanbaru. Orangtuaku yang membuat semua itu terjadi. Yah...sejak era 70, bapakku mencari peruntungan di kota ini sebagai kuli bangunan. Bangun rumah sana, bangun sini. Kalau dipikir-pikir bapakku ternyata ikut juga membangun di kota ini...heee..heee.
Tamat SMA tahun 1990, kembali ku langkahkan kaki ke kota ini. Tak ada biaya untuk kuliah, aku pun ikut jejak bapak untuk jadi kuli bangunan di Kota Pekanbaru. Ku jelajahi tiap hari jalan-jalan di kota ini. Ku dayung sepeda dari Jalan Sudirman karena harus kerja di Jalan Rajawali Sakti Panam. Belum lagi harus berkubang lumpur putih habis menurunkan sumur warga yang mengering karena musik kemarau. Aku juga ikut membangun ternyata.
Sekelumit kisah ini tentu saja tidaklah membuat aku, bapakku merasa berjasa ikut membangun kota ini. Tentu saja sebelum bapak dan aku, masih banyak deretan nama-nama yang sungguh sangat berjasa dan sangat peduli untuk membangun kota ini menjadi lebih baik. Ya, tentu saja sesuai zamannyalah.
Kini, Pekanbaru sudah sangat maju. Apalagi kalau dibandingkan sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Jalan-jalan utamanya rata-rata sudah dua lajur. Gedung-gedung bertingkat sudah banyak menjulang ke langit. Banyak mal tempat bermain atau sekedar cuci mata. Banyak rumah-rumah toko menawarkan berbagai kebutuhan warga kota. Mulai sandang, papan hingga jasa. Pekanbaru memang luar biasa.
Walau pun sering berasap, sering banjir dan panasnya terkadang minta ampun...tapi aku tetap cinta dengan kota ini. Kota yang ramah dari berbagai sisi adalah harapanku. Tak ada percekauan, tak ada pertelingkahan, tak ada perpecahan.
Ramah adalah kebersamaan. Walaupun berbeda sisi pandang...walau berbeda partai...walau berbeda pilihan...tak perlulah kita bersungut-sungut saat jumpa satu dengan lainnya. Tak guna muka masam, tak guna buang muka dan sangat tak berguna kita saling dendam. Mari kita sama-sama membangun kota ini. Sebut tiga kali...I Love You Pekanbaru.(*)
Titel Haji
ALHAMDULILLAH, seluruh jamaah haji asal Provinsi Riau sudah kembali ke tanah air. Hampir 40 hari berada di tanah suci dalam rangka menunaikan rukun Islam yang ke lima, pulang ke negeri Lancang Kuning dengan pencerahan jiwa dan kalbu. Rangkaian ibadah haji yang dilaksanakan, telah mematri hati dengan mutiara-mutiara keimanan. Kekhusukan beribadah yang langsung dengan melihat Kakbah, telah memberikan pengalaman baru dalam keberagamaan yang diridhoi Allah.
Kembali ke tanah air semestinya membawa nuansa baru. Mulai dari tata cara beribadah yang benar-benar bersumber kepada Alquran dan hadist hingga tata kelakuan yang berlandaskan akhlak Rasulullah SAW di tengah-tengah masyarakat. Jika selama di tanah suci rajin salat lima waktu di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pulang ke tanah air terus digelorakan dengan mendatangi dan menegakkan salat berjamaah di masjid maupun musala.
Pak haji Fulan dan buk Hajjah Fulannah, seringkali menjadi panggilan akrab saat di tanah air. Biasanya sebelum ke tanah suci dipanggil nama, setelah kembali sudah pasti dipanggil haji atau hajjah. Satu lagi titel dilekatkan ke nama. H atau hajjah mendompleng ke nama yang sebelumnya mungkin sudah punya titel Ir, Dra, Dr dan sebagainya.
Pada masyarakat kita hal ini dianggap wajar, bahkan sebagian kalangan dijadikan suatu keharusan titel haji atau hajjah tersebut. Padahal tanpa disadari titel ini dapat memberikan daya magnet yang beraneka ragam jika disandangkan pada seseorang.
Dalam buku Bagaimana Sepulang Haji karya Abdurrahman Al Mukaffi, secara garis besar daya magnet itu terbagi dalam dua kategori. Pertama, sekelompok orang yang memandang titel haji merupakan suatu keharusan. Pada mereka akan terjadi reaksi yang luar biasa jika seseorang tidak memanggil dirinya dengan titel tersebut. Umumnya, mereka akan marah jika titel haji atau hajjahnya tidak diikutkan dalam namanya.
Hal ini muncul karena merasa titel haji yang layak disandangkan kepadanya merupakan bentuk pelecehan terhadap kehormatan diri mereka. Kemarahan menguasai mereka hingga tak jarang terucap,''Haji itu capek dan mahal, tau!'',''Tolong nama saya ditulis dengan hajinya!'', atau ''Saya udah haji, lho!''. Padahal tanpa disadari mereka telah merusak dengan sendirinya keikhlasan ibadah haji.
Selain marah, riya adalah motor utama yang mendorong kelompok ini menjadikan titel haji merupakan keharusan. Bagi mereka hal itu tidak dipandang sebagai hal yang riya, melainkan suatu bentuk penghormatan yang layak disandangkan kepada mereka yang telah dipanggil Allah dalam menunaikannya.
Kedua, sekelompok orang yang memandang titel haji merupakan perkara yang dapat merusak amalan haji mereka. Bagi kelompok ini, dipanggil dengan titel hajinya atau tidak bukanlah suatu persoalan. Bahkan, ada sebagian mereka mengingatkan orang yang memanggil dengan titel itu agar tidak mengulanginya.
Tidaklah yang demikian itu terjadi melainkan khawatir munculnya rasa bangga yang dapat merusak amal haji mereka. Hal ini muncul sebagai kesadaran bahwasanya mereka tidak mencari saksi untuk amal yang dilakukannya, selain Allah dan tidak pula mencari balasan dari siapapun selain Allah. Sekalipun hanya untuk dipanggil ''Pak Haji'' dan Bu Hajjah''.(*)
Minggu, 13 November 2011
Boleh Tak, Bawa Bangku dari Rumah?
TAHUN Ajaran Baru, persoalannya selalu itu ke itu. Kalau tidak soal uang, paling-paling soal bangku. Sering anak-anak yang ingin sekolah tak dapat jatah di sekolah negeri karena alasan sudah penuh. Ruangan atau bangkunya tak ada lagi. Inilah alasan klasik ketika adanya Penerimaan Siswa Baru.
Si orangtua tatkala anaknya 'ditolak' masuk di sebuah sekolah negeri, kasak-kusuknya minta ampun. Alasannya masuk akal. Sekolah negeri lebih murah dan gratis SPP. Walau terkadang sekolah negeri pelajarannya pas-pasan. Yang penting guru-gurunya ngajar. Prestasi tak prestasi, yang penting terima gaji.
Gratis SPP, di sinilah letaknya kenapa akhirnya si orangtua 'memaksakan' diri agar anaknya masuk sekolah negeri. Apapun akan dilakukan. Yang penting si anak diterima di sekolah negeri. Negosiasi pun terjadi. ''Bisa sih anak ibuk sekolah di sini, asal ada uang bangkunya. Lalu ada sedikit uang administrasi untuk kepada sekolah.'' Inilah kata-kata yang sering terlontar dari orang tua murid ketika mengeluhkan penerimaan murid baru.
Kalau begini adanya, bagusnya bagi orangtua yang ingin sekolahkan anaknya bisa mengusulkan bawa bangku saja dari rumahnya masing-masing. Sekolah tinggal memberikan prototipe model bangkunya. Nanti si orangtua yang upahkan. Sudah jadi antarkan ke sekolah.
Kebanyakan permintaan sekolah hanyalah alasan untuk meraup keuntungan di atas kesempitan orangtua murid. Bangku di sekolah masih bagus-bagus dan ruangan juga tersedia, namun disampaikan ke orangtua murid lokal sudah penuh dan tak ada bangku lagi.
Walaupun ada perintah agar semua jenis pungutan ditiadakan, kenyataan itu hanyalah sebagai gertakan yang tak bernyali. Seperti yang dikata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh sekolah-sekolah yang telanjur melakukan pungutan saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri, harus mengembalikan uang pungutan itu. Ketentuan larangan pungutan sudah diatur di Peraturan Bersama Mendiknas dan Menteri Agama tentang PPDB. Namun demikian, tidak boleh dilarang jika ada orang tua yang mau menyumbang.
Mendiknas menyampaikan, sifat sumbangan dari masyarakat adalah sukarela, tidak mengikat, dan jumlahnya tidak boleh ditentukan. Waktu pemberiannya pun tidak harus pada bulan Agustus dan September. "Roh dari sumbangan itu adalah kesukarelaan. Pendidikan dasar itu pendidikan wajib dan undang-undangnya sudah menyatakan bebas biaya. Ini harus kita lindungi, sehingga pemerintah daerah harus all out membantu," ujarnya.
Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini menambahkan, kepala sekolah yang terbukti bersalah melakukan pungutan maka selain harus mengembalikan uangnya akan mendapatkan sanksi. Bentuknya, tidak harus dengan pemecatan, tetapi terkait dengan penilaian kinerja kepala sekolah. "Tidak harus dicopot, tetapi menjadi bagian dari rapor kepala sekolah," tukasnya.
Kalau dicermati apa yang dinyatakan Mendiknas ini hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tapi adakah tindakan konkret untuk kepala sekolah atau pihak terkait lainnya yang sudah melegalkan pungutan tersebut. Sepertinya masih aman-aman saja tuh kepala-kepala sekolah yang tahun lalu melakukan pungutan ini dan itu. Atau kepala sekolah dan staf yang minta uang bangku atau uang administrasi.***
Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah
MUHAMMAD SAW bukan hanya seorang nabi dan rasul, tapi juga manusia agung. Teladan yang menjadi uswatun hasanah buat semua manusia. Disegani banyak orang, muslim maupun non muslim. Makanya, tak heran ketika Michael H Hart, seorang non muslim menempatkan Nabi Muhammad SAW di rangking 1 dari 100 tokoh yang memiliki pengaruh paling kuat di dunia dalam bukunya The 100 .
Berbicara soal pemimpin, kita tidak akan pernah lepas dari pribadi Rasulullah SAW. Sebagai seorang muslim, Rasulullah menjadi referensi utama tatkala kita ingin duduk atau mendudukkan seseorang menjadi pemimpin. Apakah itu jadi pemimpim di rumah tangga, RT, RW, bupati, wali kota maupun jadi presiden pada tingkat negara. Semuanya harus bercermin dari kepemimpinan Muhammad SAW.
Di Provinsi Riau, 7 April mendatang, tiga kabupaten akan memilih pemimpin untuk tugas lima tahun ke depan. Ada Kabupaten Siak, daerah yang kaya dengan minyak. Rokan Hilir yang terkenal dengan hasil lautnya dan Kabupaten Kuantan Singingi yang kaya dengan budaya dan tradisi pacu jalurnya. Ketiga kabupaten ini akan memilih bupati dan wakil bupatinya.
Tiga hari ke depan, di tiga kabupaten tersebut sudah ditetapkan sebagai hari tenang. Tidak ada lagi kampanye pasangan calon, tidak ada lagi baliho atau selebaran-selebaran. Tinggal para pemilih memantapkan hati memilih orang yang tepat untuk menjadi pemimpin mereka.
Jangan salah coblos. Jangan salah pilih. Jangan terperdaya rayuan beberapa kilogram beras atau pun beberapa lembar uang rupiah. Jangan gadaikan pilihan kepada orang yang salah karena telah diberi sesuatu. Sebagai orang yang beragama, sepatutnyalah kita memilih pemimpin yang masih ada sifat-sifat Rasulullah SAW pada diri mereka.
Sesungguhnya banyak hal yang bisa dijabarkan dari sifat Rasulullah SAW. Ada 4 sifat teladan menjelaskan betapa sifat kepempimpinan Rasulullah mengakar. Sifat kepemimpinan Rasul disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun.
Shiddiq atau jujur. Ini adalah sifat kejujuran yang sangat ditekankan Rasul baik kepada dirinya maupun pada para sahabat-sahabatnya. Adalah ciri seorang muslim untuk jujur. Sehingga Islam bukan saja menjadi sebuah agama namun juga peradaban besar.
Amanah atau bisa dipercaya. Sifat ini ditanamkan khususnya kepada para sahabat yang ditugaskan di semua hal apa saja untuk bisa berbuat amanah, tidak curang atau juga korupsi di zaman sekarang dalam hal apa saja. Sesuatu yang sekarang menjadi sangat langka di negeri muslim sekalipun.
Tabligh atau menyampaikan yang benar. Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Tidak pernah sekalipun Rasul menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Subhanallah.
Fathonah atau cerdas. Sifat pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat.
Sekarang tinggal bapak, ibu saudara atau saudari yang punya hak untuk memilih di tiga kabupaten. Jatuhkanlah pilihan kepada orang yang tepat. Yang ada di dalam dirinya ciri-ciri dari kepemimpinan Rasulullah. Kalau itu yang anda pilih, Insya Allah lima tahun ke depan daerahnya selalu dalam keberkahan. Amin...***
Pertarungan Siluman Honorer
KATA-kata siluman bagi sebagian besar masyarakat kita, selalu saja konotasinya berbau mistis. Siluman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia punya tiga arti. Pertama, makhluk halus yang sering menampakkan diri sebagai manusia atau binatang. Kedua, berarti tersembunyi, tidak kelihatan dan ketiga, diartikan sebagai biaya yang sulit dipertanggungjawabkan seperti uang suap.
Dalam dunia perfilman di Indonesia banyak memakai kata-kata siluman sebagai judul. Ada Siluman Serigala Putih, Siluman Ular Putih, Pertarungan di Goa Siluman dan berbagai siluman lainnya. Pokoknya, film yang berbau siluman ini dipastikan agak horor-hororlah ceritanya.
Kayaknya ada satu lagi bakal muncul film tentang siluman ini. Judulnya Pertarungan Siluman Honorer. Istilah ini muncul saat pemerintah mulai kebingungan dengan banyaknya honorer yang tertinggal. Padahal, sebelumnya sudah banyak honorer yang diangkat menjadi PNS. Di saat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan honorer keluar, tiba-tiba muncul data sebanyak 67.385 honorer masih tertinggal. Kan aneh.
Kok bisa ya? Ya, namanya juga siluman. Padahal, kita tahu sebelumnya sudah ratusan ribu tenaga honorer ini diangkat sebagai PNS sesuai data base. Setelah ada pengangkatan tersebut, pemerintah meminta tenaga honorer ditiadakan lagi alias tidak adalagi pemerintah daerah merekrut honorer di instansinya.
Tapi belakangan kejadiannya menjadi lain. Dari hasil verifikasi dan validasi di Kemenpan masih tinggi data honorer yang tertinggal. Ada satu instansi melaporkan tenaga honorernya yang tercecer sampai puluhan ribu orang. Inilah yang menjadi siluman honorer.
Munculnya siluman honorer ini dipastikan ada oknum yang bermain. Sebelumnya kita sudah mengetahui, banyak honorer yang diusulkan jadi CPNS berasal dari keluarga pejabat atau dibekingi oleh pejabat daerah. Dan semua ini sudah menjadi rahasia umum, tukang sulap data menjadi honorer banyak gentayangan di daerah.
Yang jelas siluman di sini bukanlah makhluk jadi-jadian. Bukan manusia berkepala ular, bukan pula harimau jadi-jadian. Siluman di sini adalah manusia yang tiba-tiba menyulap dirinya menjadi honorer atas bantuan manusia lain. Semuanya demi cita-cita menjadi abdi negara.
Wah kalau begini jadinya, bakal banyak nih PNS siluman di negara ini. Wajar saja masih banyak dan makin subur praktik korupsi. Wong mau jadi PNS saja nyamar jadi siluman dan tentunya menjalankan tiga fungsinya sesuai dengan arti siluman dari Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas.***
Langganan:
Postingan (Atom)
Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang
DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...
-
MUHAMMAD SAW bukan hanya seorang nabi dan rasul, tapi juga manusia agung. Teladan yang menjadi uswatun hasanah buat semua manusia. Disegani ...
-
KETIKA Allah SWT menakdirkan awak muncul ke dunia ini pada 28 November 1972 lalu, sang Amak dan Buya memberi nama Nazirman Suwirda. Namun ...