KANTOR Badan Operasi Bersama (BOB) dipindahkan Pertamina ke Jakarta. Sangat wajar tokoh-tokoh Riau bereaksi keras atas keputusan ini. Bumi Riau dikuras, hasilnya dibawa terbang ke pusat kekuasaan di Jakarta. Kalau sebelumnya kantor BOB ada di Pekanbaru, belakangan kantornya pun dibawa terbang ke Jakarta.
Saya tidaklah akan mengungkapkan kemarahan atas kepindahan kantor BOB tersebut ke Jakarta. Saya berprasangka baik saja. Mungkin Pertamina lagi efisiensi dan menggabungkan semua kantornya ke Jakarta. Berhemat, mungkin itu ceritanya.
Hanya saja, Jakarta ini yang kini jadi persoalan. Sebagai pusat pemerintahan, kita sudah tahu Jakarta sudah sangat padat. Arus urbanisasi seakan tidak terkendali, migrasi dari berbagai tempat di nusantara ini. Tujuannya Jakarta lagi.
Nah, Pertamina pun menambah parah Jakarta dengan memindahkan kantor BOB. Otomatis karyawan yang ada di Riau boyongan ke Jakarta. Wah, bertambah padat tuh Jakarta. Terlihat di sini Pertamina kurang peduli dengan dampak negatif urbanisasi. Padahal, dengan kantor BOB di Pekanbaru, cukup membantu mengurangi dampak urbanisasi ke Jakarta.
Kita di Indonesia ini kurang belajar dengan cara Cina mengurangi dampak negatif urbanisasi di kota-kota besar utamanya. Padahal, rata-rata orang Indonesia bergaul dengan orang Cina, walaupun itu sebatas keturunan. Malah, Rasulullah SAW pun memerintahkan kita untuk belajar walau ke negeri Cina. Cina adalah negara yang paling berhasil menekan arus urbanisasi.
Untuk menghidupkan seluruh kota dan desa, Cina membuat kebijakan yang ketat soal tanah. Kalau di kota, semua tanah adalah milik negara. Mau berusaha atau bangun rumah, harus menyewa kepada pemerintah. Lain hal di desa, tanah dijual murah dan bisa jadi hak milik. Makanya, banyak investor dari kota berlomba-lomba ke desa. Alhasil, kota dan desa sama-sama maju.
Untuk mendukung semua ini, pemerintah Cina menyelesaikan semua infrastruktur jalan. Hingga ke desa-desa jalannya mulus dan dibuat dengan sistem higway. Jadi jangan heran, di Cina, tol-tolnya sampai ke desa-desa. Perekonomian desa pun bergairah. Industri tumbuh dimana-mana. 2/3 perusahaan harus bangun usaha dan kantornya di kota kecil. Jadi wajar saja kalau saat ini pasar dunia dikuasai oleh Cina.
Kalau kita kan terbalik. Semuanya harus diselesaikan di Jakarta. Semuanya dibangun tak jauh dari tugu Monas. Kantor-kantor perusahaan yang mengeruk minyak di tepi Sungai Mandau pun menjulang tinggi di jalan utama Kota Jakarta. Tambah pusinglah Fauzi Bowo, Gubernur DKI menyikapi semua ini. Jakarta tambah sembrawut. Daerah-daerah hanya bisa gigit jari dan kian sulit.***
Total Tayangan Halaman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang
DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...
-
MUHAMMAD SAW bukan hanya seorang nabi dan rasul, tapi juga manusia agung. Teladan yang menjadi uswatun hasanah buat semua manusia. Disegani ...
-
KETIKA Allah SWT menakdirkan awak muncul ke dunia ini pada 28 November 1972 lalu, sang Amak dan Buya memberi nama Nazirman Suwirda. Namun ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar