Total Tayangan Halaman

Selasa, 13 April 2010

Duit Pajak Dijarah, Apa Kata Dunia?

  DALAM pekan ini makin gemas --kata lain untuk sakit hati-- atas tindak tanduk beberapa karyawan dan pejabat Ditjen Pajak. Prilaku Gayus Tambunan, pegawai pajak golongan III.A yang terbongkar dengan uang bermiliar-miliar membuat orang banyak mulai sedikit mencibir. 
  Ehhh...muncul lagi nama Bahasyim Assifie, mantan pejabat Ditjen Pajak yang kekayaannya allahurabi banyaknya. Total jumlah kekayaannya kalau diuangkan semua berjumlah Rp600 miliardan ini meninggalkan jauh harta milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya sekitar Rp7 miliar.
  Kini orang tidak mencibir lagi, tapi sudah memaki hamun atas prilaku buruk oknum orang-orang pajak ini. Melesatnya kasus dugaan makelar pajak Gayus Tambunan membuat Direktorat Jenderal Pajak terus menerus menjadi sorotan. Apalagi, ada sinyalemen Gayus-Gayus lainnya bertaburan di kantor pajak. Tak pelak, kasus Gayus menjadi gunjingan hangat di kalangan masyarakat menyusul santernya pemberitaan media, baik di elektronik, cetak dan internet. 
  Tak heran, jika slogan yang kerap digunakan oleh Ditjen Pajak untuk mengkampanyekan kesadaran membayar pajak semakin populer. Slogan Apa Kata Dunia diiklankan oleh Ditjen Pajak melalui berbagai jenis media, baik media luar ruang hingga media massa. 
  Iklan itu menampilkan sejumlah orang, seperti pria tua botak yang menengadahkan tangan dengan mimik muka bergaya meledek. Pernyataan yang muncul, punya penghasilan tak punya NPWP, Apa Kata Dunia. Iklan lainnya juga muncul dalam berbagai versi dan bintang iklan mulai dari ibu berkacamata dengan gaya melotot, juga gadis dan pria muda yang tersenyum sembari menengadahkan tangan.  
  Slogan Apa Kata Dunia kini pun diplesetkan jadi Apa Kata Akherat. Hidup serba mewah, harta berlimpah adalah teman keseharian Gayus-gayus dkk. Apalagi bos-bosnya Gayus, tentulah sudah punya 'surga dunia' semuanya.
  Sebagai pembayar pajak, wajarnya banyak orang memaki hamun ketika uang yang disetor dijarah untuk kepentingan pribadi oknum petugas maupun pejabatnya. Walaupun mereka banyak bermain pada tataran fee para pembayar pajak kelas wahid, namun para penaat-penaat pajak tetap tergores hatinya.
  Kasus makelar pajak kini menjadi persoalan yang sistemik. Berdampak sangat luas. Banyak wajib pajak kini mulai enggan untuk menyetorkan kewajibannya. Alasannya sangat masuk akal sebagai imbas dari kekecewaan mendalam terhadap bocornya uang pajak yang pelakunya juga oknum orang-orang pajak. Entah berapa triliun uang yang hilang ke saku-saku pegawai atau pejabat yang tidak takut dengan hari akherat.
  Sebuah rekaanpun muncul. Bila pegawai pajak jumlahnya 32.000, seandainya yang bermental seperti Gayus Tambunan 10 persen saja, maka 3.200 dikalikan Rp25 miliar, hasilnya sudah Rp80 triliun. Seandainya yang bermental seperti Gayus Tambunan itu, misalnya 90 persen, maka 28.000 dikalikan Rp25 miliar, maka hasilnya mencapai Rp720 triliun. Sungguh luar biasa. Apa kata akherat, coi...(*)

Tidak ada komentar:

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...