Suara gaduh
membuat saya terbangun. Penumpang kiri dan kanan, hampir semuanya menoleh ke
jendela. Rata-rata bergumam. Ada yang bilang waw...dan kebanyakan lain saya
tidak paham apa yang mereka katakan. Tapi dari mimik muka, saya lihat seperti
rasa kagum. Saya pun coba menoleh. Ada bentangan pegunungan. Putih.
Catatan Mhd
Nazir Fahmi, Chengdu
TERNYATA
pegunungan putih bersalju itulah yang telah membuat penumpang gaduh. Sichuan
Airlines yang saya tumpangi akan mendarat di antara deretan puncak gunung
bersalju tersebut. Bagi yang pertama sekali datang ke Jiuzhaigou –tempat wisata
alam utama di Cina-- melalui jalur udara, siap-siap olahraga jantung.
Juga takjup. Sayap pesawat seperti menyentuh gundukan putih. Kiri kanan.
Ketika roda pesawat menyentuh landasan, terasa agak lega. Pandangan saya masih
ke jendela. Amazing. Bandara Sichuan Jiuzhai Huanglong yang baru saja
didarati, dipagar dua pegunungan Tibet. Pesawat harus turun di sela-sela gunung
batu berpuncak es abadi. Tentu saat cuaca baik baru bisa mendarat. Siap-siap
saja penerbangan ditunda kalau cuaca buruk. Terbukti, saat kembali ke Chengdu,
harus delay 7 jam. Hujan salju.
Sichuan Jiuzhai Huanglong Airport posisinya di ketinggian 3.500 meter dari
permukaan laut. Begitu keluar dari pintu pesawat, saya pun merasa sesak.
Menjelang ke luar, saya melihat seorang pramugari lunglai. Teman-temannya
sesama pramugari memasangkan tabung oksigen. Saat di lorong kedatangan, saya
pun menyaksikan perempuan tua dipapah dua laki-laki. Tiba-tiba, si nenek
sempoyongan. Hampir saja ambruk, kalau saja dua laki-laki yang memapah tadi
tidak sigap.
Ternyata, oksigen kerap menipis di bandara ini. Itu pun saya ketahui dari salah
seorang teman yang ikut SilkAir Chengdu Familiarization Trip. “Bagi yang
bermasalah dengan pernafasan, harus berhati-hati. Atur pernafasan. Jalan jangan
cepat-cepat. Sering minum air putih. Kita berada di ketinggian 3.500 meter dari
permukaan laut,” kata Santy, pimpinan Sanel Travel Pekanbaru.
Benar saja, saya pun memperlambat langkah. Sesak nafas pun berkurang. Risih
juga karena terbiasa jalan cepat. Tapi tak apalah dari pada pingsan. Setelah
mengambil bagasi, menuju pintu ke luar kedatangan. Udara dingin pun terasa.
Suhu masih di angka belasan. Tapi seringkali berubah-ubah. Kadang menyentuh di
posisi 0 derajat. Saat kedatangan, lagi peralihan musim dingin ke semi.
Bandara Jiuzhai Huanglong, pintu masuk tersibuk menuju Jiuzhaigou. Jiuzhaigou terletak di Nanping County, 450 kilometer
(sekitar 280 mil) di utara Kota Chengdu, ibu kota Provinsi
Sichuan. Jiuzhaigou berada di ujung timur laut pegunungan Shan Min. Bagian dari Tibet dan Qiang Aba
Prefektur Otonomi. Posisinya
berada di kedalaman pegunungan perbatasan
Nanping, Songpan dan Pingwu di Tibet dan Qiang Aba Prefektur Otonomi barat laut
Sichun. Namanya berarti Lembah Sembilan Desa,
yang merupakan rumah dari sembilan desa Tibet. Lembah ini panjangnya 600
kilometer.
Penerbangan Chengdu-Jiuzhai
Huanglong paling banyak frekuensinya. Lama penerbangan sekitar 50 menit saja. Tiketnya
lumayan mahal dibanding penerbangan ke daerah lain dengan panjang rute yang
sama. Tapi, rata-rata pesawat penuh penumpang. Isinya wisatawan dari penjuru
dunia. Dan sebagian besarnya adalah Cina.
Sejak 2003, telah dibuka penerbangan
dari Chengdu atau ChongQing ke Bandara Jiuzhaigou. 2006, sebuah penerbangan harian ke
Xi'an telah dibuka dan penerbangan baru selalu ditambahkan setiap saat dari
berbagai daerah di Cina. Oktober 2009, penerbangan langsung baru dari
Beijing, Shanghai dan Hangzhou. SilkAir, anak perusahaan Singapore Airlines melayani rute
Changi-Chengdu setiap hari. Pasarnya tentu wisatawan dari Asia Tenggara yang
ingin ke Jiuzhaigou.
Sebenarnya, selain jalur udara, kalau hendak ke Jiuzhaigou juga bisa melalui
darat dari Chengdu. Naik bus umum dari Chengdu. Dari
Chengdu terdapat bus umum setiap pagi yang berangkat sekitar pukul 7-8, ada beberapa keberangkatan dengan jeda 30 menit.
Perjalanan menuju Jiuzhaigou akan memakan waktu sekitar 8-9 jam dengan harga
tiket sekitar 140 yuan. Jalan tol baru yang telah dibangun
di sepanjang rute ini rusak parah pada gempa bumi 12 Mei 2008, tetapi sekarang
telah diperbaiki.
Dari bandara, masih harus melalui jalan darat yang berliku kalau hendak ke
Jiuzhaigou. Jarak bandara ke Jiuzhaigou sekitar 80 kilometer. Waktu tempuh
1-1,5 jam. Bus akan menuruni jalan dan melewati perkampungan Tibet. Jalannya
besar. Mulus. Pemandangan luar biasa akan dijumpai di kiri kanan jalan.
Tebing terjal berbatu. Pohon pinus tinggi menjulang. Melongok ke atas, tampak
puncak gunung berbalut es. Putih bersih. Di sebagian sisi tebing, mata akan
tertuju kepada bendera-bendera kecil beragam warna. Warna kuning merah lebih
mendominasi. Diikat satu persatu dengan benang. Bendera tersebut untuk acara
keagamaan.
1 jam perjalanan, bus akan berhenti di sebuah dataran rendah. Bagi yang ingin
ke toilet, cukup bayar 1 yuan. Upayakan bawa air dalam kemasan kalau
hendak ke toilet. Yang ingin menikmati sate Yak, juga tersedia. 1 tusuk 2 yuan.
Yak sejenis lembu, namun berbulu tebal. Yak hanya bisa dijumpai di Tibet dan
Himalaya di Asia Tengah. Naik punggung yak juga bisa. Atau sekedar berfoto ria
dengan latar belakang pegunungan.
Hati-hati juga di sini. Jangan terlalu memforsil tenaga. Oksigen bisa tiba-tiba
menipis. Terbukti, sorang perempuan paruh baya sesak nafas dan pingsan habis
foto-foto. Tapi jangan takut. Begitu ada yang pingsan, pemuda-pemuda Tibet
langsung berlarian membantu membawa tabung oksigen ukuran kecil dan
melakukan pertolongan. Habis diberi oksigen, sadar. Si pemuda memberikan
tagihan biaya atas oksigen yang disemprotkan. Semacam rental tabung oksigen
begitulah, hehe...
Ingin menikmati Jiuzhaigou dan Huanglong, paling tidak perlu waktu
dua hari. Untuk menginap, tidak perlu cemas. Tersedia hotel dengan jumlah kamar
yang sangat banyak. Tinggal memilih bintang berapa. Yang paling utama adalah
menyiapkan energi untuk menjelajahi alam Jiuzhaigou yang sangat kaya dengan
keindahan. (bersambung)