Total Tayangan Halaman

Rabu, 31 Maret 2010

Ayunan Leighton yang Menakutkan

DUA isu menarik mengguncang Riau dalam dua hari terakhir. Pertama, isu bom di dalam pesawat Riau Airlines (RAL) yang menjadi headline di berbagai media cetak di Riau. Ini kali pertama pesawat milik pemerintah daerah diterpa isu menakutkan tersebut. Walau sempat panik, namun isu tetaplah isu. Tidak terbukti kebenarannya.
  Kedua, isu runtuhnya jembatan Siak I atau Leighton dan jembatan Siak II yang melintasi Sungai Siak di Kota Pekanbaru. Ini juga kali pertama kedua jembatan ini diisukan rubuh. Isu ini pun ditanggapi serius oleh banyak pihak di kota ini. 
  Tak pelak, Kepala Dinas Pemukiman Umum (PU) Provinsi Riau, Firdaus ST MT yang mendapat informasi tersebut langsung turun dan melakukan peninjauan terhadap kedua jembatan tersebut. Firdaus memerintahkan tiga orang stafnya turun ke bawah jembatan untuk melihat kondisi jembatan. Setelah memastikan tidak ada yang retak, atau tanda-tanda membahayakan, tiga orang stafnya langsung melaporkan bahwa kondisi jembatan dalam keadaan baik. 
  Dari kedua isu ini, untuk soal bom, sepertinya sudah biasa di tanah air. Teror bom dalam beberapa tahun terakhir terjadi di mana-mana. Dari isu bom di pusat perbelanjaan, gedung bertingkat hingga pesawat terbang. Namun untuk isu jembatan rubuh dan itu pun dua buah sekaligus, baru kali ini.
  Terlepas dari pekerjaan iseng siapapun orangnya, isu jembatan Leighton rubuh patutlah menjadi perhatian bersama. Memang jembatannya belumlah rubuh, tapi untuk Leighton, kita haruslah waspada. Untungnya baru sekedar isu, coba kalau benar-benar rubuh, dipastikan bakal banyak korban jiwa.
  Tanggal 19 April 2010, Jembatan Leighton sudah berusia 33 tahun. Secara rancang bangun, jembatan ini dipersiapkan untuk usia 50 tahun. Kalau dihitung-hitung, tersisa 17 tahun lagi jembatan dengan panjang 350 meter tersebut bisa digunakan.
  Namun dalam lima tahun terakhir, jembatan ini sudah mengkhawatirkan banyak orang. Seiring usia, kekuatannya mulai kendur. Ayunannya tidak lagi menyenangkan, tapi sudah menakutkan. Berbagai analisa-analisa bermunculan tentang mulai rapuhnya Leighton. Makanya, untuk mengurangi beban, dipasang portal di kedua sisi jembatan.
  Menyikapi semua ini, pihak terkait haruslah bertindak cepat. Jembatan pengganti haruslah disegerakan menyiapkannya. Jangan tunggu rubuh, baru jembatan pengganti selesai dikerjakan. Jangan biarkan warga yang menggunakan jembatan ini terus dihantui ketakutan saat melintas. Sudah saatnya jembatan yang menjadi landmark kebanggaan Kota Pekanbaru tersebut istirahat untuk selamanya.***

Seperti Katak Dalam Tempurung

INDUSTRI pariwisata tidak hanya cukup menjual kemolekan atau keindahan suatu tempat kepada orang lain. Lebih dari itu, aspek penyediaan dan pengadaan sarana serta prasarana penunjang dalam kepariwisataan adalah hal yang sangat penting. Indah betul suatu daerah tidak akan berarti jika untuk menuju ke sana sulitnya minta ampun.
  Malaysia dan Singapura adalah negara yang sangat serius menggarap industri pariwisata. Negara ini tidak seperti katak dalam tempurung dalam menyiapkan industri yang akan memberikan pemasukan terus menerus. Negara-negara ini sudah mempersiapkan dari awal agar pariwisatanya laris manis di pasaran dunia.
  Awal dari segalanya adalah membangun prasarana, terutama jalan sebagai akses utama. Malaysia membangun tol-tol ke segala penjuru negeri, Singapura pun menyiapkan akses jalan yang nyaman, lebar dan tanpa macet. Tujuan dari semua ini adalah menciptakan ketenangan buat pembeli wisata.
  Bagaimana Riau? Daerah ini sebenarnya sangat kaya dengan potensi wisata. Untuk wisata alam, ada Pulau Rupat yang katanya tak kalah eloknya dari Pulau Bali. Untuk wisata budaya, ada Candi Muara Takus, ada pula istana Siak. Ada pula hutan alam seperti Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
  Sudahkah semua ini tergarap dan mendatangkan devisa menggiurkan buat daerah? Jawabannya sudah pasti belum. Semuanya belum ada penggarapan serius. Semuanya terkendala jalan dan infrastruktur pendukung lainnya. 
  Candi Muara Takus misalnya. Untuk sampai ke kawasan budaya ini jalannya minta ampun rusaknya. Dari aspek ini saja, sudah pasti membuat orang enggan datang ke sana. Begitu pula dengan Rupat, Istana Siak, TNTN serta TNBT. Semuanya terkendala jalan. 
  Tidak hanya pemerintah daerah yang berat menggarap kepariwisataan ini, tangan-tangan pusat juga terlihat enggan membantu Riau agar bisa menjual kemolekan daerahnya. Jalan-jalannya banyak rusak, tol yang diusulkan sejak beberapa tahun lalu, sampai saat ini tak juga ada kejelasan. Padahal dengan terbangunnya tol Pekanbaru-Dumai, sudah pasti banyak yang akan bisa dijadikan jualan buat para turis lokal maupun manca negara.***

Desa Wisata versus Sate Danguang Danguang

DINGINNYA Lembah Harau, terusir oleh setongkol jagung bakar. Sebungkus sate, terhidang. Aromanya mengelitik perut. “Ini sate danguang dangua...